n i n e

9.7K 784 41
                                    


"Apa?!"

"Sakala bertengkar sama teman sekelasnya di zona bermain dan kepala dia berdarah," jawab Sagara yang berdiri di hadapan semua orang dengan Naura yang di sebelahnya ikut memperhatikan juga. "But it's okay, masalah sudah clear saat aku datang ke sekolahnya."

"Sudah clear karena keberadaan kamu atau bagaimana? Lalu apa yang dilakukan Nerissa? Anaknya diperlakukan gak baik sama bocah lain dan dia diam saja begitu?" tanya Bu Ana terlihat sekali emosi.

Merly mengembuskan napasnya. "Apa yang diharap dari Nerissa, sih, Mom? Mengurus anaknya saja gak bisa, harus selalu Nanin yang angkat tangan. Beda lagi kalau Naura yang di posisi dia, mungkin orang tua murid itu udah gak punya harapan untuk hidup karena anaknya bisa saja langsung di- drop out."

Naura mengangguk setuju. "Lalu gimana kelanjutannya? Ada sanksi khusus untuk anak itu?" tanyanya pada Sagara.

"Sebelum aku datang, Nerissa sudah datang duluan dan berdebat dengan kedua orang tua anak itu."

Bu Ana langsung menatap Sagara.

"Dan saat itu keadaannya Sakala sudah membaik karena lukanya sudah diobati, aku minta untuk pisahkan anak itu dari Sakala dan meminta untuk tidak memperpanjang masalah itu. Kalau bukan Nerissa yang kasih tahu aku, aku gak akan tahu keadaan Sakala di sekolah seperti apa. Jadi jangan selalu berburuk sangka sama dia," ujar Sagara.

"Kamu bela dia?" tanya Naura menoleh pada Sagara.

"Aku bukan bela. I just said that Rissa wasn't completely wrong about this incident."

"Jangan bilang kamu sudah mulai peduli sama dia?"

Naura memicingkan matanya. Sedangkan Sagara membuang napas terlihat kelelahan dan melangkah menjauh dari keramaian. Naura terus mengikuti sampai kini mereka berhenti di bawah tangga.

"Sagara," panggil Naura mencekal tangan pria itu, kedua alisnya menyatu seakan tidak mengerti dengan Sagara. "Kamu sadar, kan? Dia yang buat pernikahan kita hancur, dia yang buat aku dan kamu pisah, dia yang buat aku hancur. Lalu setelah sekarang kamu dan aku kembali, tingkah laku kamu yang berubah ragu kayak gini. What's wrong with you, huh? Do you love her, Gar? Nerissa. Kamu suka sama dia?"

"Ra, what are you talking about?" tanya Sagara.

"Gak usah plin-plan seperti ini!" balas Naura yang kesal.

"Siapa yang kamu maksud plin-plan?" tanya Sagara dengan raut wajahnya yang berubah.

"Kalau begitu ceraikan dia sekarang!"

"Kita terlalu sering adu mulut dengan pembahasan ini, Naura. Sampai aku bosan dan kini kamu seenaknya bawa orang tua kamu dan orang tuaku ke rumah ini tanpa izin dari aku. Have you lost your mind?" ujar Sagara, ya mungkin ia marah karena hal ini.

"This. Is. Our. Home." Naura berkata dengan penuh penekanan.

"Ya I know, tapi aku punya hak untuk tahu siapa yang akan kamu bawa ke rumah ini, sekalipun tamunya orang tua kita sendiri."

"Sagara, kamu sadar kamu sekarang aneh?" tanya Naura geleng-geleng kepala.

Sagara memejamkan matanya sebentar. "Sorry, pekerjaanku lagi numpuk dan kamu bawa orang tua kita kesini tujuannya untuk kasih tahu hubungan kita kembali. I told you before, I need time, kamu pastinya tahu yang aku pikirin sekarang bukan cuma kamu, tapi juga Sakala--"

"Sakala?" Naura tersenyum kecil. "Kamu mikirin Nerissa, bukan Sakala."

"Ya, I think of her too," balas Sagara. "Masalah di pikiran aku terlalu banyak, Ra. Tentang kita, tentang Sakala dan kamu yang terus mendesak aku untuk pisah dengan Nerissa. Gak lupa keluargaku juga yang selalu memojokkan Nerissa tentang apapun itu gak mandang benar atau salahnya. Once again, I just need time, untuk semua yang aku coba selesaikan dengan baik. How many times do I have to tell you? I don't love her. I hate her. Even all this time what I did with her meant nothing. I ask you to believe in me. Whatever happens."

Should Be Love? | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang