1

0 1 0
                                    


Bulatan daging yang diolah menjadi bakso, Risha tusuk dengan penuh semangat.
Pagi tadi ia tak sempat sarapan, sedang istirahat nanti Risha sudah terjadwal untuk menjalankan hukumannya.

Beruntungnya, satu jam sebelum istirahat adalah jadwal kelasnya berolahraga. Sudah mengisi absen, mempelajari materi sekaligus praktiknya. Ada beberapa menit sebelum bel istirahat berdering dan itu Risha gunakan untuk mengisi perutnya.

Dian-teman satu mejanya menemaninya. Gadis yang cukup berpenampilan feminim itu mencuri lirik pada gerombolan siswi fenomenal yang notabene kakak tingkat mereka.

"gue masih nggak habis pikir deh, kenapa kak Firly lebih milih itu nenek lampir dibanding Santya. Udah jelaskan tred reckor mereka beda banget."

Dian menyeletuk asal-mengangkat topik yang sebenarnya sudah sangat basi. Sudah beberapa bulan kejadian itu berlalu, tapi entah kenapa teman makannya itu mengangkat hal itu.

Risha memutar bola matanya malas. "apa banget sih bahas itu. Kedengaran gengnya kak Meli habis lo."

"gue mau nambah batagor." Dian alih pembicaraan hendak mengangkat piringnya. Namun urung karena selaan Risha yang menghentikannya.

"tapi gue udah harus ke perpus, gimana?"

Seketika semangat 45 yang terkobar dari seorang Dian Liarasati lenyap bak asap yang disapu oleh angin.
"yah.. Yaudah deh gue makan dikelas aja."

Sontak Risha terkekeh dibuatnya.

###

Risha menemukan Firly tepat didepan pintu ruang perpustakaan sekolahnya. Lelaki dengan ekpresi datar itu tengah menyender pada dinding perpustakaan dengan tangan yang disimpan di dadanya.

"Siang Kak.."

Risha melihat alis tebal milik lelaki itu menjungkit sebelah-tampak seperti berpikir, namun beberapa saat kemudian rautnya kembali datar seperti biasa.

"yang tadi telat, kan?"

Risha mengangguk membenarkan. Kepala gadis itu kembali menunduk saat intimidasi yang dilayangkan kepadanya terasa meski hanya lewat dari tatapan matanya.

"sana masuk. Beresin buku-buku yang ada di rak bagian ilmu sosial. Kalau udah selesai, bilang ke saya dulu baru saya tentuin yang lainnya."

Risha tidak punya pilihan lain selain mentaatinya. Dalam hatinya, ia dongkol setengah mati. Kenapa tidak sekalian saja, pikirnya.

Karena besinggungan langsung dengan Firly ada hal yang akan dihindarinya.
Risha tak kuat dengan aura intimidasinya, soalnya.

Hukumannya dilanjut setelah bel pulang sekolah berdering. Kini, ia sedang merapikan buku-buku dibagian bahasa dan sastra. Namun setelah gedung sekolah mereka sudah sepi, Risha tak mendapati eksistensi selain dirinya dan kakak ketua Osis.

"udah selesai?"

Risha membenarkan.

"kalau udah kamu boleh pulang. Tugas kamu udah selesai."

Risha mengernyit bingung. Bukannya masih ada rak-rak lain yang bukunya belum ia rapihkan? Lagipula dia harus bersihkan perpustakaannya, kan?

Tapi Risha memilih tak ambil pusing.
Dibanding punggungnya yang terbakar karena terus dipelototi oleh mata datar milik Firly, jelas ia memilih untuk segera mengistirahatkan tubuhnya.

"saya harap kamu gak terlambat lagi."

Risha mengangguk dan berlalu setelah mengucap pamit pada Firly. Dan meski ia sudah berada disebrang koridor perpustakaan, entah kenapa dirinya merasa terus terbakar. Entah karena apa.

###

Firly merasa getar pada saku celananya, tak lama dering khusus yang sudah ia setting sebagai mode panggilan masuk terdengar memecah sunyi area sekolah yang sudah sepi.

"hallo, bun?"

"Firly, sebelum pulang kamu mampir dulu ya ke toko kue langganan bunda. Ada gadis kenalan bunda disana, kamu antar dia pulang ya?"

"bun..-"

Tutt










+++

Salam Kenal buat yang baru baca cerita ini.

Buat kalian yang udah lama baca disini, hallo.. Ketemu lagi kitaa.

Aku bawa cerita baru yang ide dan draft ceritanya udah aku simpan cukup lama. Sekalian mau coba produktif lagi.
Kalau kalian suka, mohon votmentnya yaaaaaa

Riva

RishaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang