21.

3.8K 230 17
                                    

Resepsi pernikahan Gana dan Irene berjalan begitu mulus. Dana hanya pasrah melihat mantan kekasihnya kini menjadi istri saudara iparnya. Ia terus memandang nanar keluar jendela. Berharap semua segera usai.

"Dana, kamu di sini melamun aja. Enggak pengin makan apa gitu?" tanya Elsa dengan raut wajah sendu. Ia tidak tega melihat Dana yang terlihat lesu.

"Enggak," balas Dana dengan nada dingin, "aku ingin sendiri."

"Tapi, kamu enggak pa-pa, kan?" Elsa bertanya dengan nada cemas.

"Santai. I am okay."

"Sa, kamu mau foto bareng pengantin gak?" tanya Adeline yang sudah datang dengan membawa cup cake. Ia tengah menikmati hidangan yang tersaji di sana.

"Nanti aja."

"Miss, makan yang manis-manis bisa tambah gendut, lho," terang Dana yang pandangannya teralihkan ke arah Adeline. Ia mengambil cup cake di tangan Adeline.

"Eyy ... enak saja main ambil. Kalau mau ambil sendiri," protes Adeline tidak terima.

"Makan bekas gigitan Miss Adeline tambah lezat," goda Dana menahan tawanya. Ia suka sekali menganggu Adeline. Hiburan untuknya, sekaligus pembalasan atas perilaku Adeline yang sering tak mengenakan padanya.

"Gombal, orang dingin bisa ngombal juga, ya," cela Adeline dengan raut wajah masam.

Elsa yang melihat itu menjadi kesal. Ia tidak suka melihat Dana yang suka menggoda sepupunya. Dirinya merasa Dana menyukai Adeline. Ia takut tidak bisa mendapatkan Dana.

"Dana, aslinya humoris kok kalau udah deket," sahut Elsa sebiasa mungkin. Ia tidak mau terlihat cemburu kepada sepupunya.

"Enggak juga," jawab Dana dengan nada ketus. Entah kenapa ia tidak suka dengan Elsa yang terus mendekatinya. Padahal dulunya ia sangat tertarik pada wanita itu, "Miss Adeline," gumam Dana yang nyaris tak terdengar.

"Apa?" Adeline menatap Dana tidak suka.

"Cantik."

"Terima kasih. Aku memang cantik dari dulu," aku Adeline yang sebenarnya tak percaya diri dengan apa yang ia kenakan. Selama ini dirinya selalu merasa tidak cantik. Apalagi, sedari kecil banyak pria yang suka menghina fisiknya.

"Bukan kamu. Tapi, Irene," jelas Dana yang melihat Irene menatap ke arahnya. Dirinya langsung memalingkan wajahnya. Tak mampu melihat sang mantan kekasih, meski perempuan itu tersenyum padanya. Namun, senyum itu hanyalah senyum sopan santun, bukan lagi senyum kebahagiaan karena mereka saling mencintai.

Adeline menoleh ke arah Irene dan benar saja perempuan itu tengah menatap ke arah Dana. Bisa ia mengerti Irene pasti masih menaruh harap bersanding dengan Dana, tapi kenyataannya itu tidak mungkin terjadi mengingat Irene telah resmi menjadi istri Gana dan tengah mengandung anak pria itu. Gana juga mengikuti arah tatapan Irene ke Dana. Pria itu menjadi gusar, takut Irene kembali ke pelukan Dana.

"Dia memang cantik. Pantas jadi model. Tapi, dia sekarang saudari iparmu," celetuk Elsa mengingatkan, "kamu harus melupakannya Dana. Banyak perempuan yang menyukai kamu."

"Tenang, aku juga akan segera menikah," ujar Dana santai. Ia tersenyum sekilas seraya melirik ke Adeline. Adeline yang melihat itu menjadi kikuk.

"Dengan siapa?" Elsa berharap Dana hanya bercanda. Ia tidak rela lelaki itu menikah dengan perempuan lain.

"Miss Adeline," Dana mengedipkan matanya ke Adeline yang dibalas pelototan.

"Mimpi," Adeline langsung menyangkal. Sebenarnya ia tidak enak hati dengan Elsa. Pasalnya dirinya tahu sang sepupu menyukai Dana tapi lelaki itu selalu mengodanya untuk membuat kesal.

Renyut jantung Elsa berdebar kencang. Ia tidak percaya Dana ingin menikahi sepupunya. Ia bertanya-tanya dalam hati apa kurangnya dirinya sehingga Dana memilih Adeline yang tak lebih cantik darinya.

"Mimpi adalah kenyataan yang tertunda. Semua berasal dari mimpi, Miss." Dana melingkarkan tangannya di pinggang Adeline, "kami cocok, kan?" tanya Dana pada Elsa dengan senyum menawan. Senyum tak pernah terlihat sebelumnya.

"Iya cocok," bohong Elsa yang sebenarnya ingin membantah tapi ia tidak mungkin mengatakannya.

"Apaan? Lepasin, malu dilihat orang," kata Adeline seraya mencoba melepaskan tangan Dana yang melingkar di pinggangnya. Namun, pria itu semakin mengeratkannya.

"Ayo, kita foto bareng sama Gana dan Irene," ajak Dana yang sebenarnya tidak mau melakukan hal itu tapi dirinya ingin terlihat baik-baik saja di depan Gana.

"Tapi, bisa lepasin dulu?" Adeline menatap Dana lekat.

Dana mengangguk, lalu mengenggam tangan Adeline. Mereka pun berjalan bersamaan yang diikuti Elsa yang menahan sesak karena sakit hati sang pujaan hati mengabaikannya dan memilih sepupunya. Elsa akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan Dana tapi dengan cara yang halus.

"Selamat ya, Gan dan Rene," ujar Adeline dengan suara lembut. Ia menyalami Gana dan Irene, lalu memeluk Irene seraya berbisik, "apa pun yang terjadi jangan tinggalkan Gana, dia sangat tulus denganmu."

"Terima kasih sudah datang ya Del," jawab Irene dengan senyuman.

"Selamat juga buat kalian. Semoga selalu bahagia," kata Dana dengan nada datar tanpa ekspresi. Sebenarnya ia ingin sekali memukul Gana yang telah mencuri kekasihnya. Namun, apa dayanya Irene telah memilih Gana dan tengah mengandung anak saudara kembarnya.

"Terima kasih, Jaguar. Semoga kamu cepat nyusul," balas Gana dengan nada ramah dan tulus.

"Sebentar lagi dengan Miss Adeline," sahut Dana dengan nada sedikit keras. Ia ingin tahu ekspresi Irene. Benar saja perempuan itu menjadi salah tingkah. Air mata hendak terjatuh dari pipinya. Ia masih belum bisa menerima kenyataan Dana akan dimiliki orang lain.

"Bukan dengan Elsa?" Gana terkekeh. Ia pikir Dana hanya bercanda dan tidak mungkina akan menikahi sahabatnya.

"Dua-duanya juga boleh."

Bersambung...
sebentar lagi cerita ini tamat, kalian bisa baca ceritanya Dana sama Adeline. Judulnya, Dealing with My Enemy. Di update setelah cerita ini tamat.

Unpredictable NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang