6. Bersamamu

3.3K 335 28
                                    


Terselip promo
Kalau ada typo bilang ya.
Buat yang mau beli pdf. Harga Rp 25 ribu per judul kecuali Random Husband.
****

Irene tak kunjung bisa tidur. Ia sedari tadi memandangi Gana yang sudah terlelap dalam tidurnya. Ia memperhatikan setiap inci wajah sang calon suami, begitu sempurna. Tampan dan menawan.

Tak lama kemudian, Gana membuka kelopak matanya, "Kamu belum tidur?" tanyanya dengan suara serak khas orang bangun tidur.

Irene menggeleng, " Enggak bisa tidur. Banyak pikiran di kepalaku."

"Kamu mikirin apa?"

"Semua hal tentang kita."

"Ohh ...."

"Sayang, aku merasa kamu berubah lebih manis dan romantis."

"Itu perubahan yang bagus bukan?"

"Iya, kamu berubah karena kita sudah melakukan hubungan suami istri, ya?" Irene memastikan.

"Bukan. Memang seharusnua aku memperlakukanmu dengan baik karena kamu belahan jiwaku," terang Gana seraya mengusap tangan Irene lembut.

Irene tersenyum. Ia harap kisah cintanya terus berjalan dengan baik. Dirinya berharap Gana tidak akan pernah berubah apa pun yang terjadi. Ia sangat takut kalau sang kekasih tertarik dengan wanita lain.

"Gana, kalau selama ini aku selalu salah panggil kamu Dana tapi kenapa orang-orang memanggilmu Dana juga," ungkap Irene masih memikirkan keanehan semua ini.

"Pertama, aku sudah biasa dipanggil Dana. Jadi, aku tidak peduli orang memanggilku apa. Kedua, bisa jadi yang kamu ketemui Dana," aku Gana santai.

Irene mengangguk. Ia berpikir jawaban Gana masuk akal juga. Namun, tetap saja membuatnya takut kalau ia pernah atau suatu hari nanti salah mengenali kekasihnya.

"Tapi mungkin enggak sih Dana juga dipanggil dengan namamu kalau orang tidak mengenalinya?"

"Iya, itu juga sering terjadi. Begitulah tidak enaknya kembar identik."

Irene hendak bertanya tapi Gana malah mencium bibirnya singkat, "Ayo tidur. Sudah malam, besok lagi ngobrolnya."

Irene tersipu malu, padahal ini bukan lagi ciuman pertamanya dengan Gana. Namun, ia masih canggung setiap berciuman.

"Mau aku peluk?" Gana mengedipkan matanya sebelah kiri.

"Iya," balas Irene malu-malu.

Gana langsung memeluk Irene, lalu mengusap punggung wanitanya seraya bernyanyi. Irene yang mendengar suara Gana sontak tersenyum. Ia tak menyangka calon suaminya memiliki suara yang begitu indah. Selama ini, ia suka menyuruh Dana menyanyikan lagu untuknya tapi selalu ditolak.

***

Sinar matahari masuk melalui kisi-kisi jendela apartemen Irene. Ia pun terbangun dengan suara alarm yang terus berdering. Dilihatnya sudah jam 7 pagi. Ia menengok ke samping Gana sudah tidak ada.

Irene terburu-buru mengambil pakaian di almari, lalu bergegas mandi. Ia mandi tidak sampai sepuluh menit. Meski tidak acara penting hari ini, rencananya ia ingin pergi ke toko kuenya untuk melihat perkembangannya.

Irene sudah mengunakan gaun bewarna mints. Lalu, ia memoles tipis wajahnya dengan riasan wajah. Dirinya sangat percaya diri dengan aa yang ia kenakan sekarang.

Irene menuruni tangga dan langsung pergi ke dapur. Di sana ia sedang melihat Gana memasak. Tidak disangka lelaki itu bisa memasak.

"Gana, kamu lagi masak apa?" tanya Irene seraya memegang bahu Gana.

"Aku hanya membuat omlete, hanya ini yang aku temukan di dapurmu," terangnya seraya membalikkan omlete.

"Iya, aku jarang memasak. Kamu tahu aku sibuk. Jadi, aku sering delivery order."

Gana hanya berdeham.

"Kamu enggak kerja hari ini?"

"Ini tanggal merah."

"Benarkah?" Irene tidak pernah memperhatikan kalender. Ia mau tanggal merah atau apa, dirinya tetap bekerja jika ada projek.

Gana mengangguk, lalu menata Omlete ke piring. Ia berikan satu untuk Irene yang membuat mata gadis itu berbinar. Diambilnya garpu dan sendok untuk mencicipi. Rasanya lezat, bagitu makanan itu masuk ke mulut wanita ini.

"Enak, Gana."

"Makan itu sambil duduk. Jangan berdiri," tutur Gana lembut.

Irene mencubit pipi Gana, "Baik, Pangeran," godanya lalu menjulurkan lidah mengejek Gana. Kemudian, berjalan menuju meja makan.

Gana hanya tersenyum sekilas. Ini pertama kalinya ia tertarik dengan seorang wanita yang jauh dari tipenya. Perempuan konyol, tidak mudah paham, dan manja. Entah kenapa bisa Irene memikat hatinya.

Irene dan Gana pun menyantap sarapan paginya. Sesekali Gana menyuapi calon istrinya. Perempuan itu yang minta disuapi.

"Gana, anterin aku ke toko kueku, ya," bujuk Irene seraya memasang raut wajah manis.

"Oke. Toko kuemu di mana alamatnya?"

"Di jalan anggur nomor 23, dekat Restoran Lanavay, persis di depannya."

Sebelumnya Irene tidak pernah cerita ke Dana atau Gana tentang toko kuenya. Inilah pertama kalinya, ia mengajak seorang pria menemaninya ke tokonya itu.

"Btw, Lanavay itu bisnisnya banyak, ya. Dia pintar berbisnis, apa pun dijadikan bisnis."

"Oh iya, Gana. Aku juga pengin beli tas impor atau sepatu lokal di shoppe milik Lanavay."

"Apa nama Shoppe-nya, supaya aku belikan untukmu," ujar Gana seraya membuka ponselnya.

"LovelyAnneke, di sana tas-tasnya bagus tapi harganya murah."

"Kamu bisa pilih sepuasnya di sana," jawab Gana dengan senyuman.

Bersambung...

Kalian mau dukung Gana atau Dana. Masih beberapa part lagi Dana muncul.

Ada yang punya rekomendasi bacaah historical romance.

Unpredictable NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang