4 - Bisa tidak kau diam dulu, tuan bukan siluman?!

7 4 0
                                    

=====👽👻👽===== 

"Ya, ini demi keselamatanmu sendiri."

Apalagi ini? Keselamatanku? "Mengapa aku harus melakukannya? Bukankah kau berkata bahwa tugasmu adalah untuk melindungiku? Jika demikian, bukankah aku akan tetap aman walau tidak melakukan sinkronisasi? Kau sekuat itu!"

"Jika lawannya hanya yang seperti barusan, tentu aku mampu untuk mengalahkan mereka. Mereka bukan hal yang sulit." Gelang di tangan Amanigwa mengeluarkan sebuah hologram yang menggambarkan sebuah tempat seperti barak militer yang dipenuhi tentara yang terlihat persis seperti para Sanmarian tadi. "Pasukan yang Rebecca bawa tidak ada apa-apanya dengan kekuatan militer mereka yang sesungguhnya." Hologram itu menunjukkan orang-orang tersebut lebih dekat. "Dan, mereka semua akan datang kesini, target mereka adalah kau. Bukankah itu alasan yang cukup untuk meningkatkan kekuatanmu?" Hologram itu kembali masuk kedalam gelang.

"Tapi tadi kau sangat yakin bahwa kau dapat mengalahkan mereka kapanpun!" Aku menatapnya dengan tajam.

"Perang psikis juga termasuk strategi perang, anak muda." Jawabnya dengan nada santai.

Aku mengurut-urut kepalaku yang terasa semakin berputar. "Kau tahu, terlalu banyak hal terjadi dalam beberapa menit barusan. Otakku tidak bisa mencernanya dengan baik." Ada sedikit rasa mual yang muncul. Tidak, aku bukan sedang datang bulan. Jadi, mual dan pusing yang kurasakan ini bukan karena tamu bulanan itu.

"Para tokoh dalam setiap rotasi selalu merasakan hal yang sama, terkhusus para perwakilan dari Ardhkamil yang tak tahu apa-apa. Dan, yang membuat mereka berhasil dikalahkan dengan mudahnya adalah apa yang sekarang kau keluhkan." Dia berkecak pinggang setelah mengatakan hal yang semakin membuat sakit kepala itu.

"Bisa tidak kau diam dulu, tuan bukan siluman?! Aku bahkan belum punya waktu untuk berduka atas kematian dua partnerku!" Tak terasa, air mataku jatuh ketika mengingat kembali mengenai Ramaning dan Shadubal. Ah, rasa sakit atas kehilangan ini! Mengapa harus datang sekarang?!

Tubuhku bergetar hebat, seolah baru menyadari bahwa dua makhluk yang sudah menjalankan tugasnya dengan baik itu telah tiada, membuat tubuhku terduduk di tanah. Air mata mengalir semakin deras, mengiringi berbagai memori yang pernah kami lalui bersama. "Ramaning, Shadubal.... Kalian makhluk baik.... Aku bersaksi pada Ormuzad sang maha melihat atas nama kalian. Kalian makhluk yang baik, makhluk yang baik. Semoga...." Aku benar-benar tak mampu mengatasi kesedihan ini, aku merengek seperti anak kecil, meratap dengan sangat pasrah. "Semoga kasih sayang Ormuzad menyertai perjalanan kalian berikutnya."

Amanigwa terkekeh geli karena melihat dan mendengar apa yang kukatakan. Bahkan dia sampai memegangi perutnya! Makhluk satu ini! Apakah dia tidak memiliki empati? 

Setelah kuingat-ingat dengan benar, orang yang memberikanku gelang untuk memanggil Amanigwa merupakan orang yang membunuh Ramaning dan Shadubal. Secara tidak langsung, mereka pasti terhubung. Dengan air mata yang membuat wajahku pasti terlihat sangat jelek, aku maju ke arah Amanigwa dan memukul-mukulnya dengan keras, meluapkan semua amarahku. "Kalian! Kenapa kalian melakukan ini pada dua makhluk itu, tugas mereka belum usai! Masih banyak makhluk gaib jahat yang harus kami lawan bersama!" Aku memukuli dadanya yang penuh dengan bulu dan ternyata sangat lembut. Ah! Makhluk manipulatif ini!

Amanigwa masih saja terkekeh geli mendengar ratapanku. "Tentu kalian masih bisa bertarung bersama-" dia terdiam sejenak, lalu tertawa semakin keras sambil berguling-guling di tanah. Benar-benar tingkah laku yang sangat berbeda dengan image-nya yang sangat gagah. "Aku mengerti sekarang! Aku mengerti sekarang! Hahaha... Zakal, kau benar-benar jahil!"

Hikayat Penjelajah AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang