Hari ke-2

28 4 1
                                    

~bismillah, semoga berhasil~
Doa author untuk rencana Reandra deska saputra.

Jang lupa!! Awali basmalah, sebelum hendak melakukan sesuatu.

Kalian pada nungguin part ini ga sih?
Semoga kali ini berjalan lancar ya. Rean bahagia, pembaca nya pun ikut bahagia, yakan? Iyain dong.

Tapi Rean lagi ga bahagia nih, ada yang tahu kenapa? Yaudah, kalian lanjut baca aja ya, ntar tau juga kok hihi..

Selamat membaca

Mobil alphard putih memasuki area RS Medistra Jakarta. Seseorang turun dari mobil itu, dan berlari memanggil perawat dengan wajah yang panik. Beberapa perawat pun, membawa pasien yang di bawa oleh keluarga nya ini. Ia langsung di masukkan ke ruangan VVIP yang telah di pesan oleh orang tua pasien. Tak butuh waktu lama, dokter pun datang dan langsung memeriksa keadaan pasien.

"Mama tenang ya, Rean udah di tangani sama dokter" ucap Putra menenangkan istri nya yang sedari tadi cemas.

Sarah hanya bisa menangis, ia tak sanggup melihat anak nya kesakitan begini. Apa lagi, ini yang pertama kali nya bagi Rean masuk RS.

Terdengar suara jeritan di dalam ruangan. Sarah yang mengenal suara itu pun, langsung masuk dan di susul oleh Putra.

Sungguh terkejut, saat ia melihat Rean yang telah di tahan oleh beberapa perawat dalam keadaan
seperti, orang gila yang sedang mengamuk.

"Tolongin Rean, Mah" kata Rean, berharap orang tua nya bisa menyelamatkan ia dari jarum suntik.

Selain obat-obatan, Rean pun tak suka jarum suntik. Baru melihat nya saja, bisa membuat nya merinding. Yang jelas Rean tak menyukai semua yang berbau RS, apapun itu!!

"Itu cuman jarum suntik Rean, bukan Bor" ledek Putra ke anak nya, yang seperti ingin di bunuh oleh jarum suntik itu.

"Jangan gitu, Pah" ujar Sarah dan mendekati seorang dokter cantik. "Dok, maaf ya. Bisa engga? Anak saya ga usah di suntik aja, soal nya dokter liat sendiri kan, keadaan nya kalau liat jarum suntik gimana?" Lanjut Sarah tak tega melihat Rean.

"Masa anak cowok, takut jarum suntik sih? Apa lagi cakep gini" sahut dokter itu seperti meledek dan melihat Rean yang menatap nya tak suka.

"Dasar dokter sarap, Emg gua bocil apa? Bisa ke pancing dengan ucapan nya" batin Rean kesal.

"Sebelum nya, saya minta maaf bu. tapi ini emg harus di suntik, karena infus nya mau di pasangkan ke pasien ini, mohon pengertian nya" lanjut dokter itu dengan seramah mungkin.

"Panggilin dokter lain, Pah. Rean ga mau sama dokter ini" tolak Rean, tak ingin di periksa oleh dokter yang ada di ruangan nya ini.

"Baru kali ini loh, ada pasien yang nolak di periksa oleh dokter Reisa" ucap salah satu suster.

"Bodoamat" ketus Rean.

"Yaudah, ntar dokter lain yang akan meriksa kamu. saya pamit keluar dulu bu, pak" pamit dokter Reisa masih tetap tersenyum, meskipun di perlakukan tak sopan oleh Rean.

"Silahkan dookter" ucap Rean sedikit menekan kata dokter nya.

"Ga boleh gitu Rean, ga enak tau sama dokter nya" tegur Sarah, merasa sifat anak nya berlebihan.

"Lagian siapa suruh, dokter nya nyebelin banget. udah di bilang ga usah di suntik, malah maksa banget. Yaudah yuk, Rean mau pulang aja. udah ga sakit amat juga perut nya" Rean yang ingin turun dari kasur pasien, langsung di tahan oleh Putra.

"tunggu selesai di periksa dulu, baru kita pulang"

Rean hanya pasrah dan kembali berbaring di atas kasur. Beberapa menit kemudian, pintu ruangan terbuka. tampak, seorang dokter lelaki dan Rean pun langsung di periksa oleh nya. ia tak sebawel dengan dokter tadi. mungkin dokter sebelum nya, telah menjelaskan seperti apa pasien yang akan di hadapi nanti nya. Ia pun, sama sekali tak membahas soal infus dan langsung menjelaskan penyakit apa yang telah membuat Rean begini.

my struggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang