The End of The World

2.8K 59 7
                                    

Happy reading.

Jdeerr ...!!!

Gemuruh hujan seakan sedang mencoba untuk menenggelamkan bumi. Bersama dengan guntur maha dahsyat, mereka ingin memporakporandakan seluruh alam semesta. Hujan dan petir yang bekerjasama mengkhianati langit. Sama seperti cuaca saat ini, itulah yang aku rasakan.

Hujan semakin lebat.

Awan semakin menggelap.

Dingin dan basah, menghujani seluruh permukaan bumi.

Aku yang masih duduk dengan tenang di sebuah sofa ruang tengah. Menatap dua manusia yang paling dekat denganku, duduk berdampingan.

Melihat dengan tatapan yang datar tanpa emosi, aku mencoba untuk sekuat dan setenang mungkin. Mataku yang fokus pada netra hitam legam miliknya, Dion Mahadarta, kini dengan perlahan aku beralih menatap dua tangan yang sedang bergandengan.

Dan itu menyakitkan.

Nyatanya, aku tidak sekuat yang aku kira.

"Gi ..., ada yang ingin aku katakan padamu." Suara Dion kembali memecahkan keheningan.

Suara yang selalu menyapaku dengan begitu hangat. Senyumannya yang selalu teduh penuh rasa menyejukkan seperti rumah senja. Entah kenapa kini terasa begitu menyesakkan. Seolah dengan perlahan dia akan menusukkan sebilah pisau ke dadaku.

Aku tidak menanggapinya, mataku masih terfokus pada dua tangan yang masih bergandengan itu.

"Aku ... mencintai Lenka."

Seperti disambar oleh petir badai, akhirnya dia benar-benar menancapkan pisau tajam padaku.

"Sejak kapan?" tanyaku dengan suara yang tersekat. Menahan rasa sakit dan perih.

Tak kunjung mendapatkan jawabannya, aku pun kembali menatap mata hitam legamnya. Dengan mencoba sekuat tenaga agar tidak meluruhkan nanah di mataku, aku mempertahankan semua kehormatanku di sini, saat ini, di hadapan dua orang yang paling aku sayangi juga orang yang paling menyakitiku.

Dion Mahadirga. Suamiku. Dia adalah pria yang mendeklarasikan kepada dunia bahwa akulah wanita satu-satunya yang paling dia cintai. Akulah sang ratu yang akan dia puja dan dia junjung setinggi mungkin. Dion berjanji pada Tuhan bahwa tak akan ada wanita lain yang mampu menurunkan dari tahta di sampingnya.

Tetapi ....

Sepertinya dia lupa.

"Dua tahun," jawabnya lugas. Tatapan yang kokoh dan mengunci diriku. Tanpa rasa bersalah.

Lagi-lagi, mendengarnya membuatku merasa pisau yang dia tancapkan di dadaku masuk jauh lebih dalam.

Dadaku rasanya sedang dihantam oleh meriam panas.

Bibirku gemetar. Aku memejamkan mata tepat saat mendengarnya, dan juga menggigit kecil bibir bawahku.

Sungguh rasanya aku sedang tremor kesakitan saat ini.

"I-itu ... sudah cukup lama," desisku.

"Aku tahu ini pasti menyakitimu, tetapi aku tidak bisa menggerakkan hatiku, Gi. Hatiku ... hatiku berjalan ke arahnya tanpa bisa kucegah. Bukankah cinta itu tidak salah?"

Benar. Cinta tidak salah. Tak ada yang bisa mencegah datangnya cinta.

Tetapi bagaimana denganku?

Bagaimana bisa dia mengucapkan itu padaku, yang katanya adalah ratunya?!

"Dan sekarang dia mengandung anakku."

Lagi dan lagi!

Kali ini ribuan petir seolah berbondong-bondong membakarku hidup-hidup.

SHORT STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang