Regrets

324 16 14
                                    

Happy reading.


-

STELLA NORA KANAYA. Itulah namaku. Nama pemberian dari kedua orang tuaku dengan harapan yang sangat indah. Nama yang bermaknakan wanita bercahaya dengan kehormatan seperti bintang.

Aku adalah seorang mantan wanita karir yang kini sudah berusia tiga puluh tahun. Dulu aku adalah seorang pemimpin redaksi dari salah satu majalah ternama dunia yang bercabang di Indonesia. Jabatan yang tak main-main yang aku dapatkan dengan hasil kerja kerasku sendiri selama bertahun-tahun.

Tentu aku sangat menyukai pekerjaanku, tidak, tetapi aku mencintainya. Aku menempati posisi pemred saat aku masih berusia 25 tahun. Itu adalah prestasi yang sangat luar biasa.

Pencapaianku.

Kebanggaanku.

Itu adalah masa-masa kebahagianku. Aku merasa begitu bebas. Rasanya dunia ini seperti memiliki banyak sekali keajaiban dan berbagai kemungkinan yang indah. Sebanyak yang selalu bisa aku rangkum dalam sebuah karya majalah dunia.

Tetapi itu hanya masa lalu. Karena sekarang aku hanya seorang ibu rumah tangga. Aku yang kini sudah berusia 30 tahun telah melepaskan seluruh pencapaian dan kebangganku empat tahun yang lalu.

Menyesal? Tidak.

Itu karena aku lebih mencintai suamiku dibandingkan pekerjaanku.

Ya. Aku menikah dengan kekasihku empat tahun yang lalu saat aku berusia 26 tahun. Dia adalah seorang diplomat negara yang mewajibkan dirinya harus berpindah-pindah negara. Hal itulah yang mendasari diriku untuk resign dan memilih mengikuti suamiku dimanapun dia ditugaskan.

Seperti sekarang. Di sini ....

Berlin, Jerman. Tempat aku dan suamiku sudah menetap selama dua tahun.

"Guten Morgen, Mama!"

Suara yang cantik dan riang membuka pagi yang indah.

"Selamat pagi juga, my boy!" Tentu aku menyambutnya dengan tangan terbuka dan senyuman paling lebar.

Kendrix Lincoln. Putraku yang kini sudah berusia tiga tahun. Dia sangat tampan tentu saja. Perpaduan antara aku dan suamiku tampak sangat seimbang.

Inilah alasan kenapa aku juga tidak menyesal melepas mimpiku karena Kendrix adalah mimpi baruku. Dia bintangku.

"Weisst du, wo Papa ist, Schatz?" [Apakah kamu tahu dimana Papa berada, Sayang?]

"Papa baru selesai berganti baju," jawabnya singkat sembari berlalu untuk mengambil tempat duduknya sendiri di meja makan.

Aku yang masih sibuk menyiapkan sarapan pagi hari ini, melirik bagaimana putraku tumbuh, tak kuasa menahan senyuman. Ya, putraku itu sudah sangat pintar. Dia anak yang cepat belajar, peka terhadap segala sesuatu, serta sangat ceria. Di usianya yang masih menginjak tiga tahun sudah banyak kosa kata yang bisa dia lafalkan serta ia juga sudah mampu lebih mandiri.

Fokus dengan menatap meja makan, tiba-tiba saja aku dikejutkan oleh pelukan singkat dari pria bertubuh kekar dan sempurna dari belakang. Mengecup singkat bibirku saat aku menoleh ke arahnya serta tersenyum lembut.

"Morning, wife," sapanya penuh kehangatan dan cinta. Terlihat jelas dari matanya.

"Morning, husband," balasku.

"Wow ... apakah sarapan kali ini bubur ayam dari Indonesia?"

Aku tersenyum dan mengangguk bangga. "Tentu saja. Makanan kesukaan para priaku!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SHORT STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang