6 itu Enam : It's Okay to Cry, Jiya

193 40 8
                                    

Dalam rangka menyambut peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia, sekolah Jiya dan Mbih mau mengadakan pasar sehat. Hampir mirip sama bazar sekolah Sangyeon kemarin, cuma yang ini ala anak SD. Juga bakal ada acara jalan santai yang bisa diikuti sama murid-murid dan kedua orangtuanya. Plus lomba kostum terkompak yang dilombakan, kalo menang bisa dapet hadiah.

Siang ini mereka kembali nyusulin Sangyeon ke sekolahan. Sang abang masih ada pelajaran, sementara manusia gabut yang pulang duluan karena gurunya ada keperluanㅡHaknyeonㅡ mutusin buat jemput keduanya. Soalnya mereka mau nongki bareng sebelum pulang.

Dalam rangka Changmin kepilih jadi ketua kelas di periode kedua. Makanya mereka bangga dan minta cowok itu buat traktir gorengan.

Jangan heran, ini idenya Eric soalnya.

"Itu balonnya gapapa dibiarin nyangkut, Mas?" tanya Mbih sambil nunjuk balon merah yang kesangkut diatas pohon mangga. "Nanti kalo meledak kasian semutnya kaget."

Haknyeon ketawa. "Gapapa, biasanya menyusut kok gak langsung meledak," ujarnya asal. "Siang-siang gini enaknya makan es krim ga sih?"

Jiya menggeleng, begitupula Mbih.

"Kok tumben?"

"Mbih sama Jiya habis makan es krim kemaren sama temen kerjanya Mas, makanya ga boleh jajan eskrim lagi." Mbih menjelaskan dan bikin Haknyeon ngangguk-ngangguk. "Mas, kira-kira tema kostum yang bagus buat jalan santai apa ya? Yang murah, keren, dan dijamin bikin menang."

Haknyeon ngelirik Jiya yang duduk dengan wajah dilipat tiga. "Hm, apa ya?" gumamnya. "Merah putih aja, kan sesuai sama acaranya."

"Mbih mau yang anti mainstream, Mas," timpal si rambut sebahu itu lagi.

"Yaudah dinosaurus."

"Wih bisa tuh. Atau mungkin annabelle?!"

"Karena kita di Indonesia, yang lokal aja. Pocong sama Kunti misalnya." Haknyeon mulai lelah dengan perbiasan Changmin yang nular ke Mbih dan Jiya. "Tuyul juga keren. Simpel dan anti mainstream."

Mbih ketawa-tawa denger usulan Haknyeon yang aneh banget itu. Tapi serius, Mbih juga bakal mempertimbangkan saran itu.

"Kelas lu enak banget, kelar duluan," sungut Chanhee yang baru muncul dari ujung koridor. "Hai guys, cielah mau jemput Masnya ya?"

Mbih ngangguk. "Iya, soalnya besok kan ada acara. Hari ini Mas libur kerja buat nyiapin lomba besok."

Chanhee ngangguk-ngangguk, lalu pandangannya beralih ke Jiya yang murung sendiri di sebelah Haknyeon.

"Jiya kenapaa? Sakit? Laper?" tanyanya. Jiwa emak-emak cowok itu bangkit kalo ngeliat yang gemes-gemes lagi mejo kayak gini.

"Jiya diem karena sedih, Mas Chanhee," ujar Mbih mewakili adeknya. "Temen-temen kelasnya ngeledekin dia karena ke acara besok gak sama Mama Papa."

Chanhee sama Haknyeon saling pandang. Sebenernya dari awal Haknyeon tau kalo Jiya lagi sedih, tapi gak dijelasin karena apa.

"Mbih tanyain siapa yang ngeledekin tapi Jiya gamau jawab. Padahal Mbih udah nanya ke temen-temennya tapi gamau ngaku," timpal Mbih lagi agak emosi. "Kalo kata Mbih mah, gapapa gak sama Mama Papa. Kan ada Mas Sangyeon. Ya kan, Mas?"

Keduanya kembali ngangguk-ngangguk.

"Iya, anti mainstream," celetuk cowok yang baru datang, Kevin. "Ampas lu, Hee. Gue ditinggal."

"Hehehe, habisnya lu lama banget di perpus. Gue alergi sama buku-buku."

"Hadeh."

Kini Kevin ngeliat lagi kearah Jiya yang masih aja keliatan bete. "Gapapa, nanti Mas bantu bikinin kostum buat lomba besok. Jiya mau tema apa?"

Our Beloved Sisters (Will be) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang