(14) : School Life ㅡ Kak Harua, Jiya, Taki dan Mbih

173 37 2
                                    

"Itu orangnya udah dateng kok di kelasnya," ucap si rambut hitam ber name tag. "Jangan suka berduaan loh ya. Ditegur guru nanti."

"Engga, santai aja. Ini mau ngasih hasil rapat kemarin," balas si rambut hitam lainnya. "Kalo gitu aku duluan, Ki."

"Okey. Semangat ketemu Jasmeen!"

Sosok berwajah imut-imut, khas Jepang banget, dan terkenal itu keluar kelas sambil ketawa kecil. Sahutan temennya itu emang ada benernya meski dia biasa buat diem dan gak ngebalas apa-apa lagi.

Tapi gak bisa dibohongin kalo dia bisa ngerasa gugup padahal cuma mau ketemu si calon sekretaris organisasi itu.

"Kak Harua tumben main kesini, kak?"

"Wih ada kak Harua."

"Pagi, kak Harua."

Harua mengulas senyum tipis. Berusaha tenang di depan adek-adek kelasnya yang sering banget heboh kalo ngeliat dia. Padahal kan dia cuma mau lewat.

"Ada perlu OSIS nih," jawabnya ramah. "Boleh masuk kelas kalian? Sebentar aja."

"Boleh-boleh! Silahkan kak!"

Begitu dia ngelangkahin kakinya ke pintu masuk, sosok yang dia sangka udah duduk manis di kursinya itu ternyata berdiri. Lagi ngehapus papan tulis pake penghapus papan.

"Jasmeen," panggilnya. "Selamat pagi."

"Iy- ah! Kak Harua?!"

Duk!

Kaget, penghapus papan tulis yang semula dipegangnya pun jatuh dan bikin mereka cuma bisa saling tatap canggung. Bukan tanpa sebab Jiya bisa sekaget ini nemuin persepsi kakak kelasnya itu pagi-pagi sekali. Apalagi di kelasnya. Kan mereka ada urusanㅡsoal itu. Makanya dia sering gugup kalo ketemu Harua.

"Iya ini Harua, Jasmeen," balas cowok itu kemudian sambil senyum. "Tadi sapaan aku belum dibalas-"

"Oh iya, lupa!" Jiya gak bisa bersikap normal kalo timingnya bener-bener dadakan kayak gini. "Selamat pagi juga, kak."

Buat sejenak Jiya terdiam karena ngeliat Harua ketawa kecil.

"Ini, hasil rapat kemarin," katanya lalu nyodorin buku catatan ke tangan Jiya. "Kemarin gimana lombanya? Lancar?"

Jiya ngangguk-ngangguk. "Lancar kok."

"Itu kenapa diplester? Kamu jatuh?"

Denger ucapan Harua yang itu, bikin Jiya reflek nyentuh plester yang menempel di dahi bagian kanannya.

"Hehe iya. Kemarin main sama kakaknya Jiya dihalaman, kepleset terus jatuh deh."

"Lain kali hati-hati," ujar Harua lagi. Raut wajahnya berubah serius. Tangannya nyentuh pelan daerah sekitar dahi Jiya yang di plester itu tanpa sadar. "Sakit?"

Jiya menggeleng. "Engga apa-apa kak. Gak sakit kok," katanya sambil nyengir. "Apasih, kok mukanya begitu."

Jujur aja Harua udah sadar kok kalo tingkahnya itu bisa aja bikin salah sangka temen-temennya yang ngeliat mereka. Tapi dia nunggu Jiya paham sendiri maksudnya apa.

"Mukaku kenapa?"

"Serius banget, haha."

"Ini namanya khawatir, Jasmeen."

Tuk

"Padahal namanya Yasmeen, bukan Jasmeen," celetuk Mbih yang sukses bikin keduanya noleh ke ambang pintu, tempat dia nguping dan merhatiin mereka bareng Taki. "Masku udah ngasih nama bagus-bagus ini main ngubah aja."

Harua reflek narik tangannya kembali, lalu berdeham buat ngilangin rasa gugupnya karena dinotis langsung sama kakak kandung Jiya. Sementara sosok di depannya yang masih belum sadar malah ngelambai ke arah sang kakak.

Our Beloved Sisters (Will be) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang