5. Wild Flower - Park Hyosin

484 76 5
                                    

"Only good memories

Only a longing heart
On the path where you left me
I'm standing alone."

[Wild Flower - Park Hyosin]

.

Apa ada sesuatu hal yang ingin kau lakukan namun keadaan tak mengizinkannya? Mungkin lingkungan menghakimi, tapi hasratmu membara tak pernah mati. Saat kau merasakan itu, kau mulai mencoba membangun sisi lain dari dirimu. Mencari jalan lain untuk pemenuhan keinginan yang sebenarnya tak boleh kau lakukan.

Ada yang bilang, jika proses itu bisa dianggap sebagai sebuah kegelapan, jangan pernah takut untuk melewatinya. Karena jika tak melewatinya, kau tidak akan pernah sampai pada cahaya yang kau inginkan.

Takut, ia tak pernah lagi menyentuhnya. Begitulah yang orang - orang percaya. Namun siapa sangka, sebenarnya siapa yang merasa takut?

Jari lentik itu meraba setiap tuts piano dari ujung ke ujung tanpa menekannya. Merasakan setiap perasaan sendu pada piano tua itu. Ada kerinduan di setiap relung hatinya, ada keinginan untuk menyentuhnya. Ia selalu datang ke tempat ini hanya saat bulan sabit bertahta di langit malam. Alasannya? Karena pada saat itu malam lebih gelap.

Piano tua di taman Universitas Heidelberg selalu menjadi tempatnya mengadu. Bukan dengan kata - kata, namun ia menyampaikan maksud hatinya dengan lantunan nada yang mengalun di setiap tuts yang ia tekan.

Ia selalu memakai pakaian serba hitam. Rambut hitam panjangnya yang sengaja digerai dan topeng mata yang selalu ia pakai. Bersembunyi? Iya, walaupun tak ada yang melarang dirinya bermain piano di negara orang. Rasa was - was tetap melekat dalam dirinya ketika ia melakukan hal yang paling ia suka.

Ia mendudukan dirinya dihadapan piano itu. Kemudian mulai memainkan chord lagu yang terpikir olehnya. Tak ada yang mengerti perasaannya, namun piano tua itu bagaikan diary tempatnya bercerita betapa melelahkan hari yang ia alami. Tanpa penjelasan, semuanya tercipta di setiap nada yang terlantun. Perasaan itu tersampaikan pada setiap orang yang mendengar nada tersebut.

Lampu taman itu menerangi sisi piano dan sedikit tangannya, sementara dirinya tertutup bayangan pohon besar. Misterius, namun tak seorangpun pernah mencoba mengenalinya walau penasaran. Mereka menjulukinya Vicky, nada minor khas yang selalu ia mainkan di setiap malam bulan sabit bertahta di langit.

Tak ada yang mengusik permainannya, orang - orang hanya menontonnya dari kejauhan. Menikmati perasaan sedih di setiap lantunan yang gadis itu ciptakan.
Lalu, layaknya di akhir pertunjukan, semua orang bertepuk tangan meriah.

'Ternyata banyak yang menikmati pahitnya hidupku.' Dalam hati ia meringis.

Flashback On

Grand Piano itu dikeluarkan dari rumahnya. Bukankah cukup ibunya saja yang pergi? Kenapa membuang semua hal yang berkaitan dengan wanita itu? Tidak cukupkah membuang kebahagiaan dirinya dari kehilangan sosok Ibu? Lalu sekarang piano yang tiap hari ia mainkan kini juga harus meninggalkannya. Dirinya kesal, orang tua tidak tahu beban psikologis yang dialami anaknya ketika mereka bercerai.

"Kenapa Ayah membuang pianonya?." Remaja itu bertanya, nadanya marah. Satu hal, hanya itu peninggalan terakhir ibunya di rumah mereka.

"Aku ingin kau berhenti bermain piano dan jangan pernah mencari ibumu." Ucap pria itu tegas, tanpa ingin dibantah sedikitpun. Garis - garis diwajahnya menegang. Ia tahu putrinya mencari sosok yang meninggalkannya.

"Aku bahkan tak pernah bertanya dimana Ibu. Lalu Ayah menghancurkan harapanku untuk tidak mencarinya. Kenapa?"

Sakit, bibir gadis itu bergetar. Ia sangat kecewa dengan sang ayah.

AGAIN [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang