"You're too far
Even though you're so close."
[Something Like That - Park Hwayobi]
.
Jalanan malam itu hanya dilewati beberapa mobil. Sementara tungkainya tetap berjalan, pikirannya entah kemana. Sudah jauh ia telusuri jalanan Heidelberg malam ini. Ada tempat yang ingin ia tuju, namun entah mengapa langkahnya begitu berat untuk pergi kesana. Ada keraguan yang bersarang dalam pikirannya.
Lebih dari dua jam lamanya, ternyata waktu berjalan begitu cepat. Tanpa ia sadari kini dirinya sudah berdiri di depan pintu apartemen studio milik seseorang. Tangan itu menggantung di udara, berulang kali mengumpulkan keberanian. Niat hati ingin mengetuk pintu kayu di hadapannya namun urung ia lakukan lantaran ketidaksiapan yang akan ia hadapi nantinya.
Sebelumnya sudah beberapa kali ia menelpon orang itu, namun tak kunjung diangkat. Sudah banyak pesan yang ia kirim namun tak lagi menjadi hal yang penting bagi seseorang disana. Ia tak mengerti, walaupun raganya sedang berdiri di depan pintu kayu itu tapi hatinyalah yang membawanya kesana. Logikanya enggan membenarkan, namun beginilah adanya. Kali ini logikanya kalah di pertempuran melawan keinginan hati. Hingga tanpa ia sadari di sinilah raganya kini.
Ia memilih untuk bersandar di sisi tembok, menunggu kebetulan lain yang mungkin datang kepadanya. Ia menghidupkan ponselnya, melihat foto profil orang yang ingin ditemuinya. Lantas senyum tipisnya terukir di sana, ada sedikit rasa sedih yang menyelip di hati. Tidak ada lagi wajahnya yang menghiasi profil orang itu, hanya setangkai bunya mawar sebagai pengganti.
Ia mengetikkan sesuatu disana.
'Aku tidak tahu alasannya, jadi beritahu langsung kepadaku.'
Ada dua orang dalam jarak pandang 100 m didepan sana, bergandengan tangan dan tertawa bersama. Dia tak melepas pandangannya dari 2 objek itu. Ah, jadi begini ya rasanya saat tahu alasan hal yang ia ingin tahu. Hatinya berdenyut sakit menyaksikannya. Ternyata ia sedang mencari alasan untuk menyakiti dirinya sendiri. Tau begini ia lebih baik membohongi dirinya sendiri karena ia sungguh tak mampu menyaksikan hal itu.
Langkah kaki gadis itu mendekat setelah berpisah dengan seorang lelaki disana. Ia melihat gadis itu memegang sebuah bucket bunga dan paperbag. Padahal ia memegang setangkai mawar merah saat ini. Ia pikir bisa menyelesaikan masalah tepat di hari anniversary mereka yang ketiga tahun, namun ternyata salah.
"Sunghoon, sejak kapan kau disini?" Jelas terlihat keterkejutan diwajah gadis yang berada dihadapannya.
"Aku sudah tanyakan pada diriku apa yang salah, tapi aku tidak tahu. Aku datang untuk mengetahui alasannya. Dan ya... Mungkin sekarang aku tahu." Sunghoon memandang tepat pada kedua manik sang gadis, orang yang mengenalkan cinta padanya. Senyuman getir perlahan terpatri di bibirnya.
Ada yang pahit tapi bukan di indra perasa. Ada yang sakit namun tak terlihat lukanya. Ada yang menangis namun enggan menampakkan sedihnya. Sunghoon hanya bisa memberikan senyumannya. Sekarang ia tahu ternyata patah hati begitu menyakitkan.
"Kau pergi dan menemukan orang baru dalam hidupmu, itu tandanya kau sudah lelah dengan hubungan ini. Benar kan?" Walaupun menyakitkan, ia kini tahu alasannya. Pertanyaan itu akhirnya keluar dari mulutnya. Sebenarnya malam saat hujan di halte, Sunghoon melihatnya. Namun ia berpikir bahwa dirinya mungkin saja salah. Walaupun dengan jelas ia melihat wajah kekasihnya di seberang jalan. Ia tetap memilih seakan tak melihatnya karena bertahan ataupun berpisah sama - sama menyakitkan. Ia mencintai seseorang untuk pertama kalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGAIN [Revisi]
RomansaBukan berawal dari kebetulan, bukan pula direncanakan. Wonyoung hanya tak tahu kalau selama di Heidelberg akan banyak kejutan yang akan ia hadapi dalam hidup. Baik itu keluarga, romansa ataupun kebenaran masa lalu. Ia menemukan satu - persatu keping...