BAB III

80 10 0
                                    

Matahari musim gugur sudah mulai jarang terlihat. Daun-daun mulai berjatuhan, menutupi jalanan. Udara pun sudah mulai dingin meski tidak sedingin akhir musim gugur. William menghela nafas dengan tangan masih menggenggam sapu. Ia sedang menyapu halaman.

"Davonte sialan," lagi-lagi frasa itu keluar dari mulutnya. Sudah jutaan kali Ia mengutuki Harry yang sudah menjebaknya dalam perjanjian tidak masuk akal. Sejak insiden Harry menyelamatkannya, William hidup sebagai pelayan.

Ya, benar sekali. Ia yang sebelumnya tidak boleh menyentuh apa pun agar tetap mulus sekarang menjadi tukang sapu dan tukang cuci di mansion Davonte. William akan tetap di sana sampai dua ratus goldennya terbayar. Meski begitu, perlu puluhan tahun bagi William untuk bisa melunasi, itu artinya Ia akan selamanya tinggal di sini.

"AAAHH!" teriak William frustrasi. Ia tidak ingin menghabiskan hidupnya di sini. Apakah Ia harus kabur? Menyelinap ke kapal besar di pelabuhan induk untuk ikut ke benua selatan, terombang-ambing di laut beberapa bulan lalu memulai hidup baru di negeri antah berantah, terdengar lebih seru bukan?

Kau tahu aku selalu bisa menemukanmu.

Sialan, ucapan Davonte bukan sembarang ucapan dan jelas bukan gertakan. William sudah jauh lebih pintar dari sebelumnya.

"Terkutuk kau Davonte sialan! Aku tahu kau jelmaan iblis!" seru William histeris sambil menginjak-injak daun yang sejak tadi selalu terbang setelah dikumpulkan. Dibantingnya sapu dan Ia menggila. Semua umpatan yang diketahui terucap keluar dari bibir semerah ceri itu.

Prok prok prok.

"Bagus sekali pertunjukan monyet siang ini, Harold," Ucap Harry dengan senyum lebar.  Tangan berbalut sarung tangan hitam itu bertepuk menyelamati William. Harold, kepala pelayan keluarga Davonte hanya menunduk sopan. William yang disebut monyet menelan ludahnya yang berisi makian. Ia harus sabar atau akan berurusan dengan Harry yang merepotkan.

"Sudah akan pergi, huh? Mengecewakan sekali padahal aku ingin pertunjukan kedua," oceh Harry sengaja memancing.

William berbalik lalu menyalak, "Aku bukan sirkus Sialan."

"Lalu mengapa kau bertingkah sepertinya?"

"Aku tidak!" sahut William. Kakinya mendekati Harry dan telunjuknya menunjuk dadanya, "Jangan menggangguku. Enyahlah."

Harry balas tersenyum, "Kau tahu aku bisa menghapus hutangmu kalau aku mau. Bukankah sebaiknya kau bersikap baik padaku?"

"Dalam mimpimu," William mendengus lalu berbalik. Tidak peduli dengan tugas menyapunya, Ia muak. Harry selalu hebat dalam merusak hari-harinya.

Siang hari, saat matahari akhirnya bersinar dan udara terasa lebih hangat, Harry memerintahkannya untuk merebus air untuknya mandi. Ya, kalian tidak salah. Harry Iblis itu sengaja mandi di siang hari tanpa sebab apa pun. William tahu betul itu hanya salah satu usaha Harry mengganggunya sebab pria itu tahu William tidak pernah suka berkeringat di dapur.

"Kau terlalu lama, airnya akan dingin lagi nanti," protes Harry. Pria itu sudah berdiri di sebelah bath-up sambil mengenakan kimono dan berkaca pinggang.

William yang sedang menuangkan air panas puluhan liter diam saja. Nafasnya sudah terputus-putus mengingat kamar mandi yang ingin digunakan Harry berendam ada di lantai tiga paling ujung, posisi paling jauh dari dapur.

"Kalau begitu kau lakukan sendiri!" seru William kesal. Ia membanting ember kayu itu hingga menimbulkan suara keras. Harold yang berdiri di pintu kamar mandi bergegas masuk mengecek kondisi tuannya.

"Berhenti menyuruhku ini itu dengan sengaja."

"Itu tugasmu sebagai pelayan."

"Kau melakukannya hanya untuk mengerjaiku."

NOT IN THIS LIFE [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang