Sinar matahari menembus jendela lebar tanpa tirai, cukup untuk membuat beberapa mata silau. Suara kendaraan yang menderu sampai ke lantai 6 memberitahukan bahwa terlalu banyak lalu lalang di bawah. Jalan di bawah merupakan jalan satu arah, tidak heran jika ada yang nekat melawan arus, berakhir dihujani klakson pengguna kendaraan lain.
Beberapa pasang mata melihat ke bawah melalui jendela, lebih memilih fokus pada jalanan yang macet dibanding pekerjaan. Mungkin obat dari pekerjaan yang rumit adalah melihat jalanan yang dipenuhi kendaraan.
Tak terkecuali satu orang berambut coklat gelap ini yang kepalanya tersanggah di tangannya. Ia muak melihat tulisan di komputer yang ada di sampingnya. Ia lebih memilih melihat lautan manusia yang berharap bisa melewati kemacetan daripada melanjutkan pekerjaannya.
Di bahunya tersampir jaket akibat musim penyakit. Hampir separuh dari rekan kerjanya tertular paling tidaknya flu atau batuk. Apa yang ingin kau harapkan dari November, akhir tahun yang termasuk ke dalam bulan musim hujan?
Tak terhitung berapa banyaknya dia minum obat dalam seminggu itu. Demamnya tak kunjung surut, pusingnya pun tak menghilang. Tinggal sendiri pula, mengingat orang tuanya meninggalkannya sekitar 6 tahun yang lalu. Lengkap sudah penderitaanya.
Diliriknya kalender yang terpampang jelas di meja kerjanya. Tahun 2014 bulan November, satu bulan lagi ia berumur 26 tahun. "Haha, kau sudah tua, Hong Jisoo," ejeknya pada dirinya sendiri. Lebih tepatnya miris.
"Hei, Hong Jisoo! Kau ada pekerjaan?" Suara seseorang yang bertanya kepadanya membuat Jisoo menoleh tanpa mengubah posisinya. Ia kenal suara itu. Suara sarkas laki-laki yang lebih tua 3 tahun dari dirinya.
Jisoo bertanya balik, "Ada, tapi aku sedang muak melihat komputer. Kenapa memangnya, Jihoon?"
"Sopan sedikit kepadaku. Aku lebih tua darimu," tegur orang bernama Jihoon itu. Wajahnya memang terlihat imut, namun badannya berkebalikan dari wajahnya. Itulah kenapa Jisoo tidak membuat membership di gym. Biarkan wajahnya selaras dengan badannya.
"Apa lagi yang kau perhatikan? Tak sopan," tambah Jihoon, memasang wajah kesal.
Jisoo melebarkan senyum rotinya, "Tak ada." Tak lupa pula keluar kata 'hehe' dari mulutnya.
"Jika tak ada, cepat kumpulkan yang lain di depan ruangan manager. Aku malas berteriak." Sebelum Jihoon meninggalkannya, Jisoo raih tangan Jihoon. Punggung tangannya ditempelkan di dahinya.
"Panas tidak? Kalau panas berarti aku sakit." Setelah beberapa detik, Jihoon melepaskan tangannya dari dahi Jisoo. Jisoo tahu bahwa sesangar apapun Jihoon, dia tetap tidak akan tega terhadap orang yang sakit.
Walau dengusan terdengar, Jihoon lanjut berkata, "Kau istirahat saja. Aku akan bilang ke kepala divisi kita." Jisoo tersenyum lebar, setidaknya ia bisa merasakan istirahat beberapa jam kerja ke depan.
"Terima kasih, Kak Jihoon!"
***
Jam 3 sore nampak indah bagi Jisoo yang baru terbangun dari tidurnya. Memang hanya 4 jam, tapi sangat berharga mengingat beberapa hari yang lalu dirinya kurang tidur. Matahari yang redup dan digantikan oleh cahaya berwarna kekuningan selalu menjadi daya tarik baginya. Mata mengantuknya terganti oleh mata penuh ketertarikan.
"Hei, Jisoo," panggil Jihoon. Laki-laki berotot itu mengambil tempat duduk di sampingnya dan meletakkan sekantung plastik putih di meja Jisoo, setelah itu sibuk dengan pekerjaannya.
"Ada apa, Kak?" bingung Jisoo. Tak tahu harus apa, Jisoo hanya menerima pemberian Jihoon.
"Sudah baikan?" tanya Jihoon. Jisoo tersenyum mendengar Jihoon yang mengkhawatirkannya, walaupun laki-laki itu sibuk menatap layar komputer tabung. Dalam hatinya, Jisoo bersyukur bisa memiliki seseorang yang mengkhawatirkannya.
Jisoo mengangguk semangat, "Sudah! Terima kasih banyak!"
"Hm, aku belikan kau beberapa obat dan susu kotak. Juga tadi ada kepala divisi yang baru, menggantikan kepala divisi kita. Dia seharusnya masuk besok, tapi katanya dia akan mencoba membiasakan diri dahulu," ujar Jihoon, menceritakan hal-hal yang Jisoo tertinggal.
Saat Jisoo akan bertanya lagi, nama Jisoo dipanggil. "Hei, Hong Jisoo! Kau dipanggil oleh kepala divisi kita!" panggil Soonyoung, teman dekat Jihoon.
"Aku duluan, ya. Terima kasih atas susu kotaknya," ucap Jisoo, berdiri dan melepaskan jaketnya. Jihoon mengangguk sebagai jawaban. Setelah itu, Jisoo bawa kakinya menuju ruang kepala divisi yang tertutup.
Diketuknya pintu sebagai tanda agar kepala divisi yang baru ini bisa mempersiapkan diri dari apapun yang dia lakukan di dalam ruangannya. Setelah dapat sahutan, Jisoo mendorong pintu kaca di depannya.
"Permisi, maaf, tadi saya merasa tak enak badan sehingga saya memilih untuk tidur." Jisoo tundukkan kepalanya sebagai rasa sopan, memainkan kedua tangannya sebagai penghilang rasa gugup. Dia memang orang yang ceria, namun jika dia bertemu dengan orang baru, gugup menguasai dirinya.
"Ah, iya tidak apa-apa." Hening.
"Kau, Hong Jisoo, kan?" Dahi Jisoo sedikit mengerut saat mendengar suara lawan bicaranya. Dia kenal, namun bayangan wajah si lawan bicara dalam otaknya masih buram. Otaknya bekerja keras untuk mencari kepingan si lawan bicara.
Tak memiliki ide siapa yang sedang berbicara dengannya, Jisoo tegakkan kepalanya walau berakhir dengan matanya membelalak, terkejut saat melihat laki-laki pengantar surat yang ia kenal pada tahun 2006 ada di hadapannya.
Kim Mingyu.
Mingyu di hadapannya jauh berbeda dari Mingyu di tahun 2006. Mingyu yang saat ini jauh lebih menawan, kekar, dan dewasa dibanding Mingyu yang dulu.
"Halo, Hong Jisoo. Masih sama seperti yang dulu, ya? Kepalamu selalu tertunduk saat berbicara dengan orang yang baru kau kenal," ucap Mingyu, senyum manisnya melebar.
Sekarang Jisoo diam membisu. Perasaannya bercampur aduk dan tak bisa berpikir apapun. Dia tak tahu ada salah apa sehingga laki-laki yang dia tinggalkan di tahun 2006 kembali ke hadapannya, namun jauh di lubuk hatinya dia masih merindukan si pengantar surat.
"Mari mengulang cerita yang sama seperti di tahun 2006, Hong Jisoo. Mari menjadi sepasang kekasih."
Tamat.
Terima kasih udah baca sampai sini! Wah, ngeliat tulisan non-baku ku, agak aneh ya sebenarnya xixi. Aku juga ngerasa aneh pakai huruf kapital di setiap awal kalimat, soalnya aku pun bukan seseorang yang hobi nulis di chat atau apapun itu menggunakan huruf kapital kecuali menulis.
Cerita ini masih banyak kurangnya, tapi aku selalu berusaha improve tulisanku di setiap book. Kalau teliti, chapter 6 sama chapter 7 itu jomplang banget. Yang lain tuh kisaran words-nya 700-800, chapter 6-7 words-nya 1000an. Terus juga, chapter 6 yang namanya kiasan berlimpah ruah disitu, tapi di chapter 7 berasa seret kiasan karena aku nulisnya pas lagi writerblock.
Jujur, cerita ini dimulai di pertengahan Agustus. Tapi, aku itu tim yang ngetik sampai akhir dulu baru aku publish. Jadinya tanggal pertama kali aku publish itu 22 September, padahal ditulis di 18 Agustus.
Maaf banget kalau endingnya kurang srek. Cerita dipaksain mau gimana sih. :"
Kalau ada kesalahan mohon dimaafkan. Semua bercandaan disini pure bercanda ya. Maaf kalau ada yang dendam, dibawa asik aja ya cingta.
Sekali lagi terima kasih sudah membaca cerita pemula ini sampai akhir. Sampai jumpa di buku selanjutnya! <3
Ditulis pada 26 September 2022, Shenav.
Direvisi pada 23 Maret 2023, Shenav.
![](https://img.wattpad.com/cover/322221483-288-k479884.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Surat di Tahun 2006 | MinShua
Fanfiction[Seventeen BxB Fiction] Kim Mingyu x Hong Jisoo *** Pekerjaan yang sudah hampir punah kini merupakan pekerjaan utama Mingyu. Mingyu, si perantau di kota lain demi kelangsungan pendidikan bekerja sampingan sebagai tukang antar surat mengingat orang t...