7. Hubungan

121 24 0
                                    

Turun dari sepedanya, Mingyu bawa kakinya menuju kantor pos. Seperti biasanya, ia datang sangat awal. Mingyu datang di pagi hari yang bahkan belum pantas disebut pagi hari.

Walau begitu, ia tak mengeluh. Senyumnya mengembang lebar mengingat interaksinya dan Jisoo beberapa hari yang lalu. Apalagi dia sudah menuntaskan tugasnya, semakin baik pula suasana hatinya.

Pintu kantor pos terbuka, menampakkan keadaan kantor pos yang seperti biasa masih sepi. Mingyu berjalan mendekati tempat dimana Seokmin biasa memilah surat. Ia siap mengantar surat.

"Mana bagianku?" tanya Mingyu pada Seokmin yang hanya tertunduk, sibuk memilah surat-surat. Mingyu tumpukan keduanya di atas meja, menunggu dengan sabar Seokmin memilah suratnya. Mingyu biarkan Seokmin tak menyahuti dirinya agar bisa fokus pada surat-suratnya.

Tiba-tiba kepala Seokmin menatap ke arah lain, beriringan dengan suara pintu kantor pos yang sedikit berderit terdengar. Penasaran kenapa Seokmin menoleh, Mingyu pun mengikuti arah pandang Seokmin.

Sekarang, Mingyu benci kenapa ia harus menengok ke arah pintu. Ada Chan. Pemuda yang tak Mingyu lihat dan tak mau lihat selama seminggu lebih ini. Chan lah satu-satunya orang yang Mingyu hindari akhir-akhir ini.

Senyum pemuda itu mengembang lebar, melambaikan tangan pada Mingyu dan Seokmin. "Pagi semuanya!" sapa Chan. Bajunya berlengan panjang ditambah celana sekolah hitam.

Berbeda dari Mingyu, Chan nampaknya lebih tahan dingin. Tubuh pemuda itu tak berbalut pakaian tambahan selain baju berlengan panjang itu. Kakinya juga hanya terpasang sendal selop.

Seokmin hanya mengangguk pada Chan, sebelum kembali sibuk pada surat-suratnya. Mingyu pun sama, tak membalas. Diam-diam Mingyu layangkan tatapan tak suka, beruntung Chan tidak menyadarinya.

Chan, datang di jam 5 pagi. Sebuah hal yang langka. Pemuda itu tidak biasa datang seawal ini karena dia harus mengantar susu segar terlebih dahulu. Tentu menjadi sebuah pertanyaan ketika Chan datang di jam Mingyu datang.

Apa tujuan Chan datang lebih awal?

"Tolong, seperti biasa, ya, Kak Seokmin," pinta Chan, cengirannya ikut keluar. Seokmin hanya balas dehaman.

Mata Chan beradu dengan mata Mingyu. Mereka bertatapan selama beberapa detik sebelum Chan buka suara, "Kak Mingyu, boleh aku bertanya?"

Kesopanan Chan nampak tak diindahkan oleh hati Mingyu. Di dalam hatinya, dia omeli Chan yang tak salah apa-apa. Mingyu anggukan kepala, mempersilakan Chan untuk bertanya walau rasa dongkol masih menyelimuti hati.

"Kau yang mengantar surat atas nama Hong Jisoo?" Pertanyaan Chan sudah dapat Mingyu tebak. Pasti Chan bertanya seperti itu karena Chan lah yang seharusnya mengantar surat bertujuan pada Hong Jisoo.

Sikutan kecil dirasakan Mingyu, Seokmin lah pelakunya. Mingyu tundukkan kepalanya, mendapati gelengan samar Seokmin. Ternyata Seokmin mau berbaik hati membantunya keluar dari situasi ini. Segera Mingyu tegakkan badannya, membuat isyarat Seokmin tertutup karena mengira Mingyu tundukkan kepalanya untuk menegakkan badannya.

"Bukan aku," jawab Mingyu singkat berdasar jawaban Seokmin. Mungkin Seokmin selalu berbohong bahwa dirinya tak tahu tentang surat Hong Jisoo dan menganggap seolah-olah Mingyu tak mengantar surat beratas namakan Hong Jisoo. "Kau sudah tanya Hansol?" tambah Mingyu.

"Ah, iya, Kak Hansol. Tapi kurasa dia tak mau mengantar surat ke komplek rumah Hong Jisoo mengingat salah satu orang tuanya yang sudah bercerai tinggal disitu," jawab Chan. Mingyu akui bahwa Chan lebih tahu keadaan sekitar dibanding dirinya. Dia baru tahu orang tua Hansol sudah bercerai karena Chan beberkan informasinya.

"Ini, yang kanan Mingyu, dan yang kiri Chan. Kembalilah ke kantor pos sehabis mengantar surat, gaji kalian sudah cair," ucap Seokmin memberhentikan percakapan antara Mingyu dan Chan, membuat tiga bagian surat bertumpuk, ia berikan sesuai letak Mingyu dan Chan yang berada di sampingnya. Tak lupa ia sisihkan bagian tengah untuk Hansol.

Langsung saja mereka berdua ambil sesuai apa yang dibilang Seokmin. Mingyu masukkan surat itu ke dalam tasnya tanpa ia baca dan berharap Seokmin menyelipkan surat Hong Jisoo untuknya.

***

Jam 12 siang. Tugas Mingyu selesai sedikit lebih awal. Peluh mengalir di lehernya, padahal jaket yang ia pakai sudah ia lepas dari jam 9 pagi. Ia rogoh tasnya, mengambil satu surat secara asal. Setelah ia baca, matanya membelalak.

Surat untuk Hong Jisoo.

Tangan Mingyu terkatup, kepalanya menengadah dengan mata terpejam, berterimakasih pada Tuhan karena rahasianya tak terbongkar. Nampaknya Mingyu harus berterimakasih pula pada Seokmin. Laki-laki itu menyelamatkan hidup Mingyu.

"Lain kali dia harus aku belikan hadiah atas kebaikannya." Oke, mari abaikan itu. Mingyu simpan kembali surat Hong Jisoo. Dia sudah hapal isinya, tak perlu ia buka lagi. Mungkin akan dia sembunyikan di kamar sewanya.

Mingyu raih dua surat terakhir, surat untuk Choi Seungcheol dan Boo Seungkwan. Mingyu mulai gerakkan sepedanya, menuju ke rumah Seungcheol dan Seungkwan yang memang bersebelahan. Tak butuh waktu lama kedua surat itu sudah masuk ke kotak surat rumah masing-masing.

Mungkin hari ini ia tak singgah ke rumah Jisoo. Ada hutang penjelasan pada Seokmin yang belum dia jelaskan. Namun, Mingyu selalu sempatkan untuk berhenti di depan rumah Jisoo.

Jisoo terduduk bersandar pada tiang penyangga pondok. Kali ini bajunya baju rumahan karena ia pulang lebih awal. Hari Jumat, anak sekolahan rata-rata pulang jam 10 pagi, termasuk Jisoo.

"Jisoo!" panggil Mingyu. Melihat senyum Jisoo yang merekah, senyum Mingyu ikut merekah. Jisoo seakan-akan menularkan senyum pada setiap orang yang melihatnya. Senyum Jisoo bagaikan candu. Cukup lihat senyumnya, orang yang suasana hatinya buruk bisa menjadi baik kembali.

"Maaf, masih tak ada surat untukmu," ucap Mingyu. Dapat Mingyu lihat bahwa Jisoo memasang ekspresi kecewa, namun tetap mengangguk menerima.

"Mau singgah sebentar?" tawar Jisoo.

Mingyu menggeleng sebagai jawaban. "Aku perlu kembali ke kantor pos untuk mengambil gaji. Terima kasih atas tawarannya," balas Mingyu dan Jisoo angguki. Tangan Mingyu mendarat lembut di atas kepala Jisoo, "Sabar, ya, kita tunggu suratmu yang terakhir."

Jisoo memasang senyum kembali. "Oh iya, Kak Mingyu sibuk tidak besok? Boleh aku ikut mengantar surat? Tentu saja aku naik sepedaku sendiri," tanya Jisoo.

"Tidak, tapi aku mengantar dari jam 5 pagi. Udara terlalu dingin."

"Aku pakai jaket seperti punyamu!"

"Terlalu sejuk, Jisoo."

"Oh, ayolah! Tidak dingin kok! Percaya padaku, aku tahan dingin!" Jisoo keluarkan semua jurus memohonnya, membuat Mingyu menyerah.

"Baiklah, pakai pakaian panjang dan jaket tebal. Aku jemput sehabis dari mengambil surat di kantor pos," ucap Mingyu pasrah. Mendengar itu tentu saja membuat Jisoo kegirangan.

Sabtunya, yang biasanya membosankan dan hanya diisi membaca novel, kini terasa spesial karena dia akan mengantar surat bersama seseorang yang ia suka.

[✓] Surat di Tahun 2006 | MinShuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang