Parkiran kantor pos ketambahan satu sepeda saat seorang lelaki berumur 22 tahun dengan rambut coklat terang memarkirkan sepedanya di depan kantor pos. Sempat digelengkannya kepalanya demi mengusir rasa kantuk yang hinggap di kepalanya. Terbangun di jam 6 kurang 30 menit ternyata masih tak cukup bagi Mingyu.
Lelaki itu bernama Kim Mingyu, mahasiswa jurusan akuntansi semester 4. Kemarin ia diberi tugas, bukan tugas tengah semester maupun akhir semester, tapi rumitnya bisa membuat kepala Mingyu meledak.
Alasan dari telat tidurnya tentu saja tentang tugasnya. Dia terus memikirkan cara untuk mengerjakan tugasnya hingga ketiduran karena terlalu lelah. Nyaris saja Mingyu menangis jika ia tidak teringat Lee Seokmin, temannya.
Temannya yang sudah wisuda di tahun 2004 itu paling tidaknya bisa memberi nasehat untuk mahasiswa fosil seperti dirinya, walaupun Seokmin merupakan mahasiswa jurusan ilmu komunikasi dahulunya.
Maka dari itu, disinilah Mingyu berada. Tangan Mingyu mendorong pintu kantor pos untuk menemui teman serta rekan kerjanya itu dan melakukan pekerjaan sehari-harinya, yaitu pengantar surat.
Pemandangan yang ramai sedikit membuat Mingyu heran, sebanyak inikah orang-orang di kantor pos selama cutinya? Asap rokok mengambang di mana-mana, suara orang berbicara yang beradu dengan percakapan lain, dan ramainya manusia memenuhi kantor pos yang tak besar.
Mingyu menghela nafas, ia harus melewati lautan manusia ini. Mingyu menyelip di antara manusia yang sibuk dengan dunianya masing-masing. Sesekali Mingyu harus menahan nafas saat menyelip di antara orang bertubuh gempal.
Menghela nafas lega tak bisa Mingyu hindari ketika kakinya memijak di bagian yang lumayan sepi. Matanya langsung menangkap Seokmin, terduduk di meja bertaplak spanduk iklan. Seokmin juga sedang membaringkan kepala di antara lipatan tangannya, memainkan pensil di atas kertas putih bercoret tak jelas.
Bukan Seokmin yang seperti biasanya, tentu saja berhasil membuat Mingyu mengerutkan dahi. Biasanya di jam 6 pagi, Seokmin mencari kanal radio yang bercerita tentang kisah romantis. Terkadang, Seokmin salurkan amarah pada radio tua itu saat Seokmin tak sengaja mengubah sedikit frekuensi radionya.
Sehabis itu, Seokmin akan senyum-senyum sendiri, memikirkan gadis yang ia cintai sembari menuliskan surat puitis. Beda dari hari ini, radio itu teronggok tak disentuh si pemilik. Mingyu berpikir, apa yang terjadi dengan Seokmin?
Mingyu hampiri Seokmin dan bertanya, "Ada apa? Kau terlihat uring-uringan." Kepala Seokmin menoleh, baru menyadari kehadiran Mingyu karena sedari tadi dia sibuk dengan pikirannya.
"Duduklah, aku ingin bercerita," suruh Seokmin. Mingyu tarik kursi plastik berwarna hijau yang Mingyu sebut hijau norak, duduk di atasnya, dan menumpukan tangannya di meja sebagai tanda siap mendengar keluh kesah temannya.
Cerita tentang ia yang ingin meminta saran pun mendadak kandas saat mengetahui Seokmin lah yang lebih membutuhkan pendengar. Tak ada salahnya untuk mendahulukan temanmu, bukan?
"Kau tahu bukan tentang pacarku?" Mendengar itu, Mingyu mengangguk. Bagaimana tidak tahu jika setiap hari Seokmin menempelkan kertas tempel di kaki meja bertuliskan nama kekasihnya. Seokmin bahkan tidak mau melepasnya jika tidak dipaksa oleh rekan kerjanya yang lain.
Walau ia sering mengambil cuti, Mingyu tetap tahu hubungan Seokmin yang sudah berumur 2 tahun itu. Alis Mingyu tertaut saat melihat wajah Seokmin yang murung, ada badai apa yang menghantam hubungan sehat itu?
Helaan nafas terdengar sebelum Seokmin melanjutkan, "Dia menikah." Tak hanya itu, Seokmin majukan sebuah undangan mewah ke hadapan Mingyu. Mingyu raih undangan itu, membacanya, kemudian menyatukan alis.
"Si pengantin pria, bukankah dia yang tinggal di komplek tempat Hansol mengantar?" tanya Mingyu memastikan. Kepalanya mengadah, menuntut jawaban yang hanya bisa Seokmin balas anggukan lemah.
"Dia bilang di satu hari sebelum tanggal 8 Januari 2006 bahwa dia tak bisa menungguku terus-menerus. Dia akhirnya memilih untuk menikah dengan laki-laki duda berumur 34 tahun itu," jelas Seokmin dengan suara pelan.
Mingyu membulatkan mulutnya, terkejut bahwa kekasih temannya memilih untuk menikah di usia muda. Seokmin dan pacarnya merupakan teman seumuran yang mengenal satu sama lain karena berada di jurusan yang sama, hanya saja si wanita lebih tua beberapa bulan dari Seokmin.
Sebagai pendengar, tak ada yang akan Mingyu salahkan karena mereka berdua memiliki keputusan masing-masing. Seokmin telah benar untuk memilih sibuk dengan pekerjaannya agar bisa melamar kekasihnya dalam keadaan berkecukupan, begitu pula si wanita yang pasti membutuhkan kepastian.
Mingyu rasa ada miskomunikasi diantara mereka yang membuat perasaan mereka terputus sepihak. Mingyu pun merasa ia tak berhak untuk mengomentari. Mingyu bukanlah pelaku dalam hubungan mereka.
"Aku tak tahu ingin mengatakan apa, tapi jangan berlarut dalam sedihmu," nasihat Mingyu, mengusap punggung Seokmin. Mingyu rasanya tak ingin jatuh cinta jika rasanya semenyakitkan itu.
Wajah Seokmin yang seharusnya dihiaskan senyuman malah menjadi sendu. Sudah pasti rasanya sangat menyakitkan, bukan? Seperti kehilangan semangat hidup. Dalam hati, Mingyu mantapkan diri untuk tidak jatuh cinta.
Pengalaman Seokmin cukup untuk membuatnya menjauh dari sesuatu yang bernama cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Surat di Tahun 2006 | MinShua
Fiksi Penggemar[Seventeen BxB Fiction] Kim Mingyu x Hong Jisoo *** Pekerjaan yang sudah hampir punah kini merupakan pekerjaan utama Mingyu. Mingyu, si perantau di kota lain demi kelangsungan pendidikan bekerja sampingan sebagai tukang antar surat mengingat orang t...