Matahari masih belum menyembul, warna biru gelap masih lekat di langit, namun Mingyu sudah berjalan menuju kantor pos dengan setelan kaos putih dan celana training. Jaket pun tersampir di bahunya demi menghalau angin menusuk tubuh.
Sepatu kets warna putih yang ia beli dengan gajinya tahun lalu pun dipakai sebagai alas kaki. Sudah keren dengan penampilannya, Mingyu pun memasuki kantor pos.
Tak ada yang Mingyu harapkan dari kantor pos di jam 5 pagi. Mingyu wajarkan ketika melihat orang yang bisa dihitung jari. Hanya ada sedikit yang sudah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Udara pagi sedikit membuat orang-orang yang terlalu rajin itu menggigil.
Maklum saja, tahun 2006, di kota kecil, tak ada yang mengenal penghangat ruangan. Jangankan kenal, tahu bahwa benda itu ada saja tak mungkin. Mereka masih menggunakan pemanas manual yang tak mungkin tersedia di kantor pos.
Mingyu merasa beruntung karena memakai jaket, jika tidak mungkin dia sudah mati membeku. Tubuhnya paling tak bisa diajak kompromi mengenai suhu, namun ia paksakan setiap hari menerima udara sejuk pagi agar sempat membuka surat beratas namakan Hong Jisoo.
Mingyu berhentikan langkah kakinya di belakang kursi dimana teman seumurannya terduduk, memejamkan mata. Punggung laki-laki berhidung bangir itu tersandar di sandaran kursi plastik, kakinya naik dan terlipat dengan tangannya yang menyangga kepalanya.
Mingyu perhatikan lamat-lamat temannya semenjak ia menginjak umur 20 tahun itu, kemudian berjengit saat tiba-tiba mata Seokmin terbuka. Mingyu kepalkan tangannya, hampir-hampir memukul wajah Seokmin walau berakhir hanya mengambang di angin.
Melihat reaksi Mingyu, Seokmin tertawa. Suara tawanya mengisi kesunyian kantor pos. Mingyu mengerutkan dahinya kesal, "Kau senang sekali mengerjaiku, huh?"
Seokmin mengangguk sembari meredakan tawanya. "Lebih baik ku ganggu daripada kau ganggu duluan. Lumayan, jadi hiburan pagi," jawab Seokmin dan dengusan sebal didapatnya sebagai balasan.
Mata Mingyu kini terpaku pada meja kayu yang ada di hadapannya. Diatas meja beralas spanduk iklan minuman yang dipaku itu sudah ada surat-surat yang Seokmin pilah berjejer rapi.
"Kau mengerjakan ini pagi-pagi sekali?" tanya Mingyu berbasa-basi. Tak bisa dipungkiri jika Seokmin itu merupakan orang yang rajin. Bukan perfeksionis, tapi tetap rapi. Pekerjaannya mengharuskannya datang lebih awal, tapi laki-laki itu tak pernah mengeluh, apalagi dengan segala permintaan aneh Mingyu.
"Tentu saja, kenapa kau bertanya seperti itu? Oh, punyamu yang paling kiri."
"Hanya berbasa-basi," jawab Mingyu jujur, mengundang kekehan dari Seokmin. Tangannya terulur untuk mengambil tumpukan surat di ujung kiri sebelum suara Seokmin menginterupsi.
"Apa yang sebenarnya terjadi dengan dirimu dan Hong Jisoo? Chan bertanya terus padaku, apakah ada surat untuk Hong Jisoo semenjak kau mengantar surat Hong Jisoo dan aku selalu berbohong karena belum menanyakan ini kepadamu."
Mingyu terdiam membisu, membuat Seokmin mengulang kembali pertanyaannya. "Apa yang terjadi pada dirimu dan Hong Jisoo, Kim Mingyu?"
Seokmin masih setia menanti jawaban terlontar dari mulut Mingyu, sementara Mingyu sendiri nampak tak berniat menjawab. Beranjak dari kebisuan, Mingyu malah berucap, "Aku pergi."
Tanpa menjawab, tanpa ada penjelasan, Mingyu tinggalkan pertanyaan Seokmin mengambang di udara sejuk pagi hari.
***
Jam 1 siang. Matahari yang sempat terlihat kini kembali bersembunyi di balik awan gelap. Di bawah awan gelap, Mingyu sobek amplop putih yang selalu ia buka terakhir. Ia penasaran, ini yang ke 5 kalinya ia buka surat bertujuan Hong Jisoo, apakah isinya masih sama?
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Surat di Tahun 2006 | MinShua
Fiksi Penggemar[Seventeen BxB Fiction] Kim Mingyu x Hong Jisoo *** Pekerjaan yang sudah hampir punah kini merupakan pekerjaan utama Mingyu. Mingyu, si perantau di kota lain demi kelangsungan pendidikan bekerja sampingan sebagai tukang antar surat mengingat orang t...