Bab 1_Belajar untuk Tau

16 3 0
                                    

******

Wah bagus banget, itu apa ya Ma? Itu apa kok bisa begitu ya..hmm

Jujur aku sedih kalo ingat-ingat masa itu, masa di mana aku yang belum tau apapun tapi selalu berusaha untuk mencari tau. Masa di mana punya rasa semangat yang besar tapi sudah sangat kurang di usia sekarang, apalagi soal belajar.

Pas masih kecil dulu orang-orang sekitar terpaksa jawab pertanyaan serius kita dengan tipuan supaya kita diam. Tapi ternyata itu malah jadi kebiasaan yang diterapkan sampai dewasa.

Orang-orang malah jadi terbiasa untuk mengarang kesalahan mereka jadi kebaikan yang tujuannya agar tidak disalahkan. Bersikap Manipulatif supaya kelihatan seperti korban.

Banyak pelajaran besar yang bisa di ambil dari hal-hal kecil, dan juga dari goresan masa kecil.

~~~~

Dia Aira. Aira lahir dari keluarga sederhana. Mamanya dagang gado- gado untuk bantu mencukupi kebutuhan keluarganya. Dan bapaknya adalah buruh harian biasa. 

"Do.....Gaddooo..." Adalah lontara ejekan teman sekolahnya untuk Aira. Tapi Aira bukan tipe orang yang penyabar dan pendiam, melainkan orang yang pemarah dan tak segan membalas kembali ejekan temannya dengan profesi orang tua mereka.

Hal itu bukan lah hal yang baik dan boleh dicontoh, tapi untuk seumuran Aira yang masih anak-anak itu menjadi hal yang biasa terlebih lagi mereka masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Digaris bawahi tidak bisa di wajarkan.

Aira dan teman-teman nya selalu antusias menunggu pengumpulan raport hanya untuk mengintip nama orang tua satu sama lain untuk di jadikan bahan ejekan.

"Siapa yang olok-olok orang tua, awas ya kalo ibu dengar lagi,!" Tegur bu Winda

Mendengar teguran itu mereka bukannya takut untuk melakukannya tapi malah saling tuduh-menuduh.

"Elpin bu, Elmin, Heh, kok aku sih, orang si Budi bu, " Bukannya diam mereka malah sahut-sahutan menuduh satu sama lain. Teguran guru sudah gak begitu diperdulikan. Bu Winda hanya berguma "Heh, kann kann.. Baru aja di bilangin, " yang akhirnya membuat murid-muridnya tenang.

"Aii, ayooo pulang bareng,"

Yaa, terlepas dari sisi gelap anak SD yang suka saling ejek mengejek prihal orang tua, mereka masih solid pulang jalan kaki bareng dengan temannya yang searah jalan pulangnya. Mengingat Aira tinggal di pedesaan yang masih asri, barang elektronik pun masih minim di kampungnya.

Bagian yang aku paling suka adalah ketika mereka bermain permainan tradisional yang sulit kita jumpai pada masa sekarang ini. Lupus, congklak, lompat karet ajinamoto dan yang paling seru itu nyari undur- undur. Rasa rindu ini sangat amat Aira rasakan di usia dewasa nya.

Orang tua Aira mendidiknya dengan pukulan, kayu, sisir yang dihantamkan ke badannya jika Aira melakukan kesalahan. Karena itu membuat Aira menahan dan meluapkan emosinya dengan menyakiti dirinya sendiri seperti menghantupkan kepalanya di dinding, memukul kepala, mencakar tubuhnya sendiri dan lain sebagainya. Hal meluapkan emosi seperti itu berhenti ia lakukan saat ia menduduki bangku SMA. 

Terlepas dari didikan yang kurang baik, orang tua Aira sangat sayang sama mereka, hanya saja cara didiknya yang salah. Orang tua Aira pun mendapatkan perlakuan yang sama bahkan lebih dari yang Aira dapatkan sehingga mereka hanya mengetahui cara mendidik seperti itu karena itulah yang mereka dapatkan sejak dulu. Tapi Alhamdulillah mereka berhenti memukul ketika Aira beranjak dewasa.

~~~

Masuk ke kehidupan  SMP. Aira bersekolah di SMP yang tepat di depan sekolahnya adalah warung milik mama Aira, tapi kali ini mengganti menu jualanya menjadi gorengan dan es juga. Itu membuat Aira sangat senang karna bisa bolak balik makan kalo lapar.

Diary SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang