Berdebar

611 154 13
                                    


Bantal yang di atas tumpuan tubuhnya oleh musuh menjadi musuhnya, kedua tangannya meremas bantal dengan gemetar, hingga urat-uratnya terlihat.

Dia merobek bantal itu hingga isi di dalamnya berantakan kemana-mana.

"Is .... "

Aluna saat obat itu menyentuh kedua kaki, rasanya sangat sakit dan perih. Ia tidak akan mengampuni yang namanya Jansen Lu, suami brengseknya itu.

"Nyonya maafkan saya, gara-gara saya," dia terputus. Ia sungguh dan merinding mengobati nyonya mudanya. Kedua matanya bahkan bisa melihat cambuk itu melayang di kedua kaki Aluna dan wanita itu masih tegap berdiri.

"Ini bukan salah mu, ini salah laki-laki brengsek itu," ucap Aluna.

"Kau istirahatlah, aku mau tidur," imbuhnya lagi.

"Baiklah Nyonya, kalau Nyonya butuh apa-apa, Nyonya bisa memanggil saya, saya akan tidur di sofa."

Aluna tak menjawab, wajah Jansen pikirannya. Kalau bukan karena ancaman yang ingin diserang ayah dan Hana, sudah pasti ia akan melawan sampai ke akar-akarnya.
Tak terasa waktu terus berjalan, kini telah menunjuk pukul 10.30. Aluna beranjak dari posisi tengkurapnya, menoleh ke arah sofa, terlihat Hana yang sedang tidur meringkuk.

Dia menuruni ranjangnya, mencoba berdiri. Ia pun gemetar, ia tidak boleh lemah meskipun terasa sakit. Aluna melangkah dengan merasakan sakit yang menjalar dari kedua kakinya, ia akan membalas dendam pada Jansen Lu.

Tapi sekarang ia tidak memiliki kekuatan apa pun, beruntungnya ia cepat memahami zaman ini menurut ingatan pemiliki tubuh ini, sehingga ia bisa melakukan apa pun.

Dia membuka lemari bercat putih itu, mencari selimut untuk digunakan di Hana. Setelah mengambil selimut itu, ia berjalan ke arah Arah Ana dan kelelahan tubuhnya.

Aluna menoleh ke arah nakas ternyata tidak ada segelas air yang ia cari, tenggorokannya terasa kering. Dia memegangi tenggorokannya, kemudian melangkah keluar.

Ruangan tampak gelap, secercah sinar lampu melewati celah jendela. Dia pun berjalan terus menuju dapur, butuh waktu 10 menit ia berjalan karena letaknya terlalu jauh dengan ruang utama.

Aluna membuka kedua pintu kulkas itu, melihat beberapa minuman dan pilihannya jatuh pada minuman rasa jeruk berkaleng.

"Sial hidup Aluna di sini," gumamnya. Dia meneguk jus jeruk itu.

Kedua melirik ke kanan-kiri, kedua telinganya mendengarkan langkah kaki. Ia, melihat kedua telinganya terbawa ke negeri di mana ia tak mengenal siapa pun.

Tangan kekar itu seolah ingin memegang salah satu bahunya, ia langsung menangkap tangan kekar itu dan memintalnya.

"Lepaskan!" bentak pria itu dengan dingin. Ia merasakan arah di sebelah kiri yang di pintal ke belakangnya.

Aluna meneguk kembali jus jeruk di tangan hingga tandas, kemudian melemparkan kaleng itu ke tong sampah di dekat kulkas. Dia pun langsung mendorong tubuh Jansen Lu.
Pria itu membalikkan dan mengungkapkan tajam, Aluna dengan santai menghampiri Jansen dan mengangkat wajahnya.

"Ckckck,"

Aluna melangkah ke samping dan membentur tubuh Jansen, dengan cepat Jansen menahan sebelah tangan Aluna.

"Kau tak mau bertanggung jawab?"
Aluna mundur selangkah, mengungkap teliti wajah Jansen Lu. kemudian memutar kedua bola matanya.

"Kau menuntut ku bertanggung jawab? apa aku meniduri mu?"
Jansen Lu menembakkan kedua matanya. "Kau telah memintal tangan ku," ucapnya dengan nada dingin, sedingin es balok.
Jansen Lu seorang pria yang selalu meminta tanggung jawab jika menyangkut kerugian dalam bentuk apa pun.

"Salah sendiri kau berjalan seperti hantu, aku hanya melindungi diri ku,"
Dia menghentakkan tangan Jansen Lu, namun tangan itu semakin keras mencengkramnya.
Jansen Lu menarik lengannya, hingga kedua nafas mereka saling menerpa. Kedua bola mata mereka saling mengunci.

Glek

Kedua mata Jansen Lu turun ke bibir berwarna pink itu, ingin sekali melumatnya. Kedua mata tajamnya membocorkan pembohong mungil itu.

Plak

Aluna memukul tangan Jansen yang menarik dagunya, dia pun mendekat dan mendekat ke wajah Jansen. Sebelah sudut tertarik ke atas.

Dia langsung mendaratkan ciuman di bibir Jansen dan membuat kedua matanya melotot. Aluna langsung berlari dan tersenyum nakal.

Sedangkan Jansen di seluruh aliran tubuhnya seakan berhenti, jantungnya berdebar-debar lebih cepat, tubuhnya langsung terasa aneh jika melebihi panas, terbawa arus dan tubuhnya.

Reinkarnasi Selir Ketiga Sang Presdir (Fizzo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang