Bab 6

717 159 10
                                    

Aluna berjalan dengan langkah lebar dan cepat, emosinya tidak stabil. Dia mudah sekali terpancing emosi apa lagi perkataan orang-orang di rumah ini, yang selalu mengundang emosinya.

"Kemarahan Jansen adalah kemarahannya, siapa juga yang tertarik dengan Jansen Lu."

Aluna menarik kaca mata besar yang bertengger di atas hidung mancungnya. Lalu berdecak pinggang. "Apa dia pikir aku akan tergila-gila padanya, aku Yunzi tidak akan pernah memohon pada laki-laki, hanya laki-laki lah yang harus bertekuk pada ku."

Tanpa dia sadari, seseorang tengah mendekatinya. Telinga Yunzi bergerak, hatinya yakin pasti wanita manja alias wanita ubur-ubur yang sempat bercekcok dengannya.

"Apa lagi? Aku sudah bilang aku tidak menyukai suami mu," Aluna membalikkan tubuhnya, suara perlahan lembut dan lirih, tapi masih bisa di dengarkan oleh pria di depannya.

Pria yang tak lain Jansen Lu itu, sejak tadi memang melihat ke arah pintu, sesuatu yang ia tunggu dan cari. Akhirnya, sesuatu itu muncul dan melihatnya berbicara sendiri, bahkan kaca mata yang dia lepaskan tidak pernah dilewati oleh penglihatannya.

"Bulan dan Bintang juga mencintai ku dan aku juga mencintainya," ucapnya datar. Kaca mata hitam menambah kesan aura misteriusnya.

"Hah?"

Apa dia gila? Bulan dan Bintang menyukainya. Oh aku rasa Bulan dan Bintang langsung meredup sekalian.

"Apa maksud mu?"

Aluna melangkah ke samping, ke sebuah beton. Dia melekukkan sebelah kakinya, sedangkan sebelah kakinya sedikit berselonjor. Kedua tangannya ia silangkan di depan dadanya. Tangan kanannya masih memegang kaca mata tebal miliknya.

Dia ...

Jansen Lu mengamati pahatan indah di hadapannya. Menggunakan kaos berwarna putih, rambut di ikat dan di kuncir dua, dan lihat dadanya, sangat pas di cengkramannya. Kedua matanya turun pada arah kakinya, celana Jens yang menghiasi kedua kakinya dan sepatu berwarna putih.

"Ehem,"

Jansen Lu berderhem, seraya memalingkan wajahnya, pikirannya pun berkelana kemana-kemana dan membuat jiwanya bergejolak.

"Kalau mau kuliah, harus memakai pakaian yang sopan. Lihatlah penampilan mu yang sangat tak beretika."

Aluna melirik ke atas, seakan meminta pada Tuhan, lenyapkan saja pria di hadapannya. "Hayolah, tidak akan jatuh cinta pada ku."

"Siapa juga yang akan jatuh cinta pada wanita jelek seperti mu." Sanggah Jansen Lu dengan cepat.

"Tapi kau jangan lupakan, wanita jelek di hadapan mu ini bisa memikat pria mana pun."

"Kau yakin, aku tidak yakin 100% persen." Jansen Lu menantang, pikirannya berkata lain dan hatinya berkata lain, tapi mulutnya sejalan dengan pikirannya.

"Anda, tuan Jansen Lu menantang Aluna Young?"

Sebelah alis Aluna terangkat sedikit, perang saja bisa ia taklukkan, apa lagi pria, sangat gampang baginya.

"Hempz, aku tidak tertarik dengan tantangan mu yang memakan waktu ku."

Dia pun melihat ke arah jam tangan di pergelangan tangannya. Kini dia melewati rapat pagi, biasanya ia akan tepat waktu, tapi sepertinya ada sesuatu yang menarik, masalahnya pada wanita di depannya.

Drt
Drt

Aluna mengalihkan tas ransel di punggungnya, dia membuka tas itu dan meraih ponsel di dalamnya.

"Siapa ya?" Aluna tampak berpikir, ia pun teringat sahabat Aluna di kampusnya.

Kenzo Miller, keluarga Miller yang terkenal dengan pusat berbelanjaan atau Mall, tidak kalah dengan milik Jansen Lu. Bisa di katakan Mall keluarga Miller di bawah Mall Jansen Lu.

"Iya hallo apa?"

"Ka-kamu ti-tidak Se-sekolah?" tanya seorang pria di seberang sana dengan suara gagap.

Dia anak ketiga keluarga Miller, anak istri kedua dari keluarga Miller. Karena gagap, dia tidak di sukai oleh yang lainnya, kecuali ibu dan ayahnya.

"Secepatnya aku akan kesana."

Aluna mematikan ponselnya, dia menatap malas pria di depannya dan memutar tubuhnya ke arah garansi menuju sepeda metixnya.

Reinkarnasi Selir Ketiga Sang Presdir (Fizzo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang