18. alergi Jidan.

40 9 49
                                    


"Pelangi adalah sebuah cahaya warna warni yang indah, Melengkung dan membentang luas di penjuru langit cerah. Namun untuk melihatnya butuh ribuan tetes air yang harus menderu dan jatuh bersama rasa sakit."

Sama sepertimu, aku harus Menyembunyikan ribuan rasa
Sakit, hanya untuk melihat sebuah ukiran senyum tulus yang kau bentangkan untukku.

Another moon.

 

21

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

21.05

Langit yang begitu gelap. Jidan yang baru saja sampai di dihalaman rumahnya kini memakirkan motornya, dan alun alun berjalan kedalam rumah.

Seperti malam biasanya. Jidan selalu pulang larut malam. Karena aktifitasnya yang berbeda dari biasanya.

Namun syukurlah, Lia belum mengetahui perihal itu. Karena saat pagi hari jidan selalu berusaha untuk berangkat sebelum Lia terbangun dan pulang setelah lia sudah terlelap. Itu salah satu pendukung nya agar ia tidak mendapatkan pertanyaan dari sang ibu.

Namun kali ini Jidan terkejut. Saat melihat bayangan Lia yang masih terjaga dan terduduk disofa ruang tengah.

"Jidan dari mana saja. Kok akhir akhir ini pulang nya telat trus?" Kata Lia saat melihat bayangan putranya berdiri di ambang pintu.

Jidan benar benar bingung dengan kata apa yang harus ia ucapkan untuk menjawab pertanyaan sang ibu.

Ingin jujur, namun Jidan  belum sanggup untuk menerima apa yang akan terjadi setelahnya.

"Ma-Maaf mah, tadi Jidan,Jino sama Jevin  habis belajar kelompok di dirumahnya Jino, Makanya pulang nya telat."

Jujur, sesak di dada. Kala Jidan berusaha untuk mengatakan itu. Jantungnya berdegup kencang. Ia benar benar tidak sanggup mengatakan kebohongan untuk kesekian kalinya.

"Trus seragam kamu mana?"

Lia menatap dengan tatapan penuh intimidasi. Membuat Jidan gugup dengan kebohongan apa lagi yang harus ia katakan.

"Ini tadi pas sore kita betiga main futsal di lapangan sekolah trus bajunya Jidan taruh di kamarnya Jino. Astagfirullah bajunya ketinggalan di rumah Jino mah." Ucapnya berpura pura terkejut, agar sang ibu percaya dengan apa yang di katakannya.

"Ya ampun kok bisa gitu." Ucap lembut Lia yang kini mulai melangkah. Menyentuh Surai milik Jidan. "Besok di ambil yah, biar mama cuci. Oke?"

"Iya mah, besok hari Minggu. Nanti Jidan ambil di rumahnya Jino."

Jidan tersenyum kaku. Ia benar benar membenci dirinya saat ini.

"Yaudah buruan masuk, mandi, trus makan. Mamah udah masakin yang spesial buat kamu."

ANOTHER MOON | Park Jisung [ HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang