02. Deep Talk

11 3 0
                                    

"Apa yang membuatmu menyukainya?"

Aku menggeleng "Aku tidak tinggal di sini" Jawabku enteng, dan jari telunjuk ini dengan mudah menunjuk bukit sebrang sungai han. Ada banyak gundukan rumah di sana "Aku tinggal di antara kerumunan bukit sana"

Dia berbalik memandangku lagi, sekali lagi hampir saja kami kepergok saling pandang seolah-olah sudah mengenal lama. "Kalau kau tinggal di daerah sana, kenapa bisa sampai sini? Pacarmu tinggal di sini atau apa?"

Bagaimana cara dia berkomentar rasanya aku seperti wanita murahan yang mondar mandir mencari mangsa di apartemen mewah seperti ini. "Apartemen mu cukup terkenal seram, awalnya aku hanya penasaran seseram apa? Ternyata memang seram, sekali.."

Lelaki itu sumringah lalu tertawa sepertinya satu pendapat denganku. Atau malah tidak, bodoh nya lagi, aku malah ikut tertawa. "Aku hanya bergurau, sebenernya aku butuh udara segar setelah berpergian panjang dari jeju, lalu menemukan tempat ini atas rekomendasi Google earth"

Orang sepertinya memang terlihat begitu pintar apalagi masalah memancing pertanyaan seperti ini, aku mencoba terlihat lucu, humoris eh, malah jatuhnya seperti wanita bodoh. "dan roof top di gedung mu bagus" Sambungku

"Paling tidak kau masuk akal" cetusnya 'Paling tidak??'

"Itu sifat yang langka" Sambungnya.

Aku mengangguk sedikit bangga, jelas. Aku memang langka dari marga hingga sifatku. Oh aku memang orang langka seperti manusia purba, aku takut bukan aku yang jatuh cinta nanti, malahan bisa bisa dia yang jatuh cinta padaku. "Kenapa butuh udara segar? Ah, kau bilang habis berpergian panjang dari mana, jeju? Bukannya itu tempat yang paling indah?"

Karena kemarin adalah hari memakamkan ayahku dan yang paling menyebalkan aku tidak bisa menangis sekalipun terpaksa. Itu sangat terkesan memalukan, aku menggeleng ketika sempat mendengar para tetanggaku yang heroik berbicara seolah dia paling benar tiada duanya. "Bisakah kita iklan sebentar? Lihat sunset sedang menjalankan perannya di sana" Ujar ku. Sambil menanamkan wajah kelabu dengan mata berbinar, seharusnya lebih baik aku tidak menghadiri pemakaman ayahku kemarin. Sial, dia sudah mati kenapa aku masih menyesalinya?

Dia tampak terlihat lega aku menyuruh kami terdiam. Badannya sangat tinggi sekitar 189cm, aku bisa melihat rahangnya yang mengeras dan meratapi pemandangan di bawah sana, jembatan yang di penuhi berbagai mobil dan kemacetan. "Ada anak laki-laki yang jatuh dari jembatan sungai han seminggu yang lalu" Cetusnya sambil menunjuk tempat kejadian. Sudah cukup awam jika tempat itu salah satu wadah sering terjadi peristiwa, bunuh diri. Terutama

Dia sungguh mengganggu kami baru 10 menit diam, aku bisa saja memarahinya namun rasa penasaran cukup cepat menjalar dibandingkan kemarahan. "Kau melihatnya??" pertanyaan pertama yang ku tanyai. "...Iya, jelas sekali"

"Bagaimana bisa terjadi?"

"Menit awal aku hanya melihat dia hanya duduk santai, dan menit terakhir aku melihatnya terjun bebas. Tidak ada orang di sampingnya, hanya ada aku tapi tidak akan banyak waktu untuk bisa membantu" Dia bercerita seolah ada kebenaran yang terungkap dan mengingat inti kisah ini sama persis apa yang tadi dia lakukan padaku.

Kalian ingat dia berkata apa?
'Jika kau terjatuh aku tidak akan punya banyak waktu untuk membantu'

"Tidak semua orang bisa membantumu di waktu yang tepat, kebanyakan mereka hanya diberikan kesempatan menjadi penonton di banding menjadi penolong"

Apa barusan dia berusaha memperingati ku? Supaya tidak menjadi gadis yang bodoh sungguhan. Atau malah sebaliknya yang pasti aku ingin menertawakan perkataannya entah bisa di katakan lucu atau tidak?
"Kau pasti tipikal yang selalu mengutarakan pikiranmu.." Gumam ku asal ceplos

Dia tersenyum, hampir sempurna. Oh tidak, aku hampir melihat full senyum versinya.
"Tidak ke sembarang orang..." Ini terlalu tidak pantas jika aku tak tersenyum, kami tidak saling mengenal satu sama lain. Entah, kenapa dia tidak menganggap ku sembarang orang.

Menyamping dan menatapku penuh percaya diri. Aku suka sekali lelaki percaya diri seperti ini, hahaha

"Kau lahir di jeju??"

Aku mengangguk jujur
"Iya sudah pasti"

Dia tertawa kecil mungkin merasa bodoh kali ini menanyakan yang jawabannya pasti sudah dia tahu. "Maksudku, bukankah jeju tempat yang indah? Aku belum pernah sekalipun ke sana hanya pernah melihat sebatas layar ponsel.."

Aku mengelak kaget, bagaimana bisa lelaki berkemeja LV belum pernah ke Jeju. "Iya memang indah" Kejujuran ku yang kedua. Tempat kelahiran ku adalah tempat pariwisata yang artinya ya, termasuk tempat yang banyak di minati. Seenggaknya bangga bagian itu, tidak kenangannya

"Terkadang tempat indah belum tentu benar-benar terlihat indah" Balasku, lelaki ini mengerutkan keningnya, mengerutkan hidung besar miliknya yang justru terlihat semakin seksi.

"Apakah kau masih memberikan rekomendasi Jeju padaku??" Tanyanya. Aku tertawa tercengangkan, apa dia hobi memancing sebuah pertanyaan?

"Tentu, saja. Tidak sukanya orang lain belum tentu ketidaksukaan mu, orang lain suka tapi kamu gak suka, begitu sebaliknya..." Balas ku apa adanya. "Bisa kau nilai sendiri, dalam versi mu" Lanjutku

"Apa yang membuatmu tinggal di seoul??" Tanyaku gantian, semenjak dari tadi dia yang paling handal bertanya.

Lelaki itu menopang dagunya dan memberikan kerutan di keningnya. "Aku hanya menunggu masa residen ku selesai"

"Residen seperti apa? Jangan-jangan kau dokter?" Gumam ku asal tebak hingga akhirnya kedua mataku melebar saat mendapatkan anggukan kecil di sana. What!!

Dia mengangguk, "Spesialis bedah saraf, masa residenku tersisa satu tahun lagi. Setelah nya baru mendapatkan seutuhnya titel itu..."

Wow, lelaki karismatik, speaking komunikasi yang baik, jelas pasti pintar. Tunggu, aku baru tahu dokter merokok juga, ada banyak tato di lengan kanannya hampir penuh di pergelangan, dan apakah dokter boleh memiliki piercing? Bahkan dia punya dua, aku sempat meragukan. Dia dokter sungguhan atau ilegal??

"Apa dokter boleh merokok??"
"Apa dokter boleh memiliki tato?? Dan anting di alis dan bibirmu?? Wah.."

Dia tertawa mungkin tampilannya sama sekali tidak memperlihatkan statusnya sebagai dokter maksudnya calon dokter, yang seharusnya tidak sepreman ini.
"Seharusnya tidak, haha aku bukan lulusan dari sini"

Aku mengerutkan kening mungkin alis ini sudah bisa di seberangi karena menyatuh tak mengerti. "Aku pendidikan di NYC University"

'NYC'...... wow...

"Kenapa bisa sampai di sini??"

"Keluarga ku memang tinggal di sini, mereka menyuruhku untuk tetap di sini. Ya, aku pindahkan residen ku" Gumam nya tenang dan santai. "Dan tato lalu ah, piercing ini.. aku mendapatkan saat di NYC ya, kau tahu lah semacam ini biasa bahkan banyak dokter yang bertato sepertiku di sana."

Aku mengangguk paham, masih sedikit terkejut. "Daebak..."

"Aku tahu kau masih tak mengerti, karena tato ini banyak sekali ya..."

"Iya, setahuku memang dokter tidak boleh mempunyai tato. Entah fakta atau non fakta tapi kau tahu kan, jika memiliki tato sama dengan tidak bisa menyumbangkan darahmu ke orang lain karena mungkin itu bukan darah yang baik, sudah tercampur tinta..."

Dia mengangguk, menopang dagunya lagi. Sesekali terpejam angin yang melewati wajahnya. "Kau pintar juga, itu memang benar walau tidak seutuhnya. Dokter tidak boleh memiliki tato sama sekali, seharusnya dan lebih baik. Tapi di sana tidak memiliki larangan tersebut maksudku tidak di wajibkan"

Cukup tersanjung saat katanya "Kau pintar juga"

"Wah, setidaknya perbincangan ini terlihat bermanfaat walau sedikit..." Dia kembali tertawa dan menatapku penuh minat.

"Misteri apalagi yang ingin kau tahu??" Tanyanya "Namamu..." Balasku kedengaran nya sangat memalukan, aku harus tahu namanya sebelum menertawakan diriku sendiri setelah ini;

Dia tersenyum, "Jungkook" Jawabnya "Jeon Jungkook" Aku menghembuskan napas panjang akhirnya mengetahui namanya juga, "Nama yang sangat bagus"

It Ends Of Us | JEON JUNGKOOK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang