07. Mom, Friends and my ex

14 3 2
                                    

Kotak box itu masih terbuka, setelah kejadian keributan ingatan dalam benak ku. Aku memutuskan membuat jeda, dan ku biarkan kotak penuh kenangan itu terbengkalai.

Jika di tanya bagaimana perasaan ku pada Jimin sekarang? Aku membencinya, namun aku masih mencintainya. Jauh melebihi sebatas bahwa dia adalah saudaraku. Ponselku bergetar saat mendapati ibu mengirimkan beberapa pesan.

Ibu : Sayang, gimana kabarmu?

Aku : Hallo eomma, tentu aku baik. Bagaimana denganmu. Wanita hebatku?

Ibu : Aku merindukanmu nak

Aku : Yah, aku hanya punya kamu eomma. Aku juga merindukanmu

Ibu : Yomin, kau ingat dua bulan lagi acara persembahan eyangmu.

Aku : Tentu, aku tidak lupa eomma

Ibu : Apa kita perlu datang? Eomma tidak ingin memaksa, jika kau tidak ingin ikut lagi tidak masalah.

Aku : Appa, sudah tidak ada. Eomma serius akan pergi sendirian

Ibu : Tidak masalah

Ibu : Tapi jika kamu berubah pikiran dan ingin hadir, beritahu eomma. Ok sayang?

Aku : Baiklah.

Ibu : Aku menyayangimu nak
Aku : Aku tahu, love you more.

Percakapan itu yang mengiringi kami pada semua momen. Iya, eyang buyut kami memang sudah tiada tapi acara persembahan atau perayaannya sebagai tanda hormat kami para anak, mantu, cucu, dan cicit selalu di rayakan setiap satu tahun sekali. Dan artinya seluruh keluarga besar datang, termasuk. Kemungkinan besar Jimin hadir sejak kejadian 3 tahun berlalu, aku tidak pernah ikut lagi ke acara perayaan itu. Dan acara menyangkut keluarga, rasanya noda itu hanya berlaku padaku, tidak dengan Jimin. Sangat tidak fair. Aku paham, mengerti kenapa ibu memberitahuku padahal aku sudah pasti tidak ingin ikut. Sekarang? Hal itu sudah berbeda, ayah sudah meninggal dan dia ibuku hanya memiliki diriku sebagai teman perginya. Aku tidak ingin ambil pusing mendengarnya

Aku merebahkan tubuhku di atas ranjang dan melihat langit dinding putih. Mempertanyakan diriku sendiri, aku masih memiliki waktu paling tenggat satu bulan menentukan pergi atau tidak. Hingga ponselku berdering. "Dari Namu"

"Halo Namu?"
"Halo Yomin, kau sedang kerja atau libur?" Tanyanya, oh iya. Ini Namu, "Aku libur" dia adalah kawan karib ku masa perkuliahan dulu, kami dekat selama itu tapi tidak memutuskan untuk berpacaran karena kami tidak bisa melebihi batas tersebut. "Oh, hell ya. Yomin, kalau gitu kita harus bicara"

"Ada apa?? Kau dapat masalah" Jawabku kalian harus tahu jika Namu adalah orang yang ceroboh tidak sekali dua kali menyusahkan orang terdekatnya. Termasuk diriku, untung aku menyayanginya. "Ya, masalah besar..."

Hebatnya sebesar apapun masalahnya Namu bisa terlihat tenang, dia bukan tipikal lelaki yang panik. Sial, aku tertawa "Kenapa tertawa!!" Gerangan nya, tiba-tiba aku merasa lucu sudah lama tidak ikut bergelut dengan masalah Namu setelah satu tahun berlalu setelah kami berdua lulus. Tentu dia mendapatkan gelar cumlaude, aku juga. Tidak tanpa bantuannya. "Baiklah kita ketemu di tempat biasanya" Potong dari percakapan kami berdua.

"Yomin!!" Panggilnya, aku hampir memutuskan percakapan kami berdua. Dia seperti ibu ku yang susah di tinggal "Mwo!!" (Apalagi!?)

"Bogoshipo, gadis nakal"
(Aku menyayangi/Merindukanmu, gadis nakal)

Aku tertawa lagi
"Nadow, cowok rusuh"
(Iya sama, cowok rusuh)

●●●●

It Ends Of Us | JEON JUNGKOOK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang