"Komitmen itu harus dari hati, serius dan bukan main-main. Kalau belum bisa lebih baik gak usah coba-coba"
♡
Aku duduk di kursi sofa tua yang sudah hampir tak pernah di sentuh siapapun kecuali debu sebagai teman barunya. Kami mengobrol cukup lama, Jungkook terlihat masih setia berdiri di depan blangkon roof top. Selama lima menit, penuh tanpa apa-apa lagi, tidak ada satupun hal hebat yang bisa ku ceritakan. "Aku tidak bangga pada diriku, karena memenangkan sperma yang ayahku saluran pada ibu, seharusnya aku tidak menang pertarungan sel itu..."
Jungkook memiringkan kepala, mengerutkan keningnya yang hampir saja berbentuk huruf m. "Jika kau tak menang, sekarang aku berdiri dan berbincang dengan young, siapa?" cetusnya sambil menggelengkan kepala.
"Sekarang aku memiliki idola baru, aku menyukaimu Jungkook" Gumam ku sebagai candaan "Iya, mungkin akan ku terima, duhai penggemar baruku..."
Aku tertawa, dia tersenyum. Berjalan dan ikut duduk berdampingan di sofa, "Aku ingin berbaring, tapi di sini tidak menyediakan bantal" Gumam nya, Jungkook menatap wajah dan pahaku secara bergantian.
"Tidak ada bantal, tapi Tolong, jangan pahak-" Aku sama sekali belum menyelesaikan kalimat dan kepala Jungkook langsung menumpu kedua paha kecilku, sekarang aku hampir kesulitan bagaimana cara menelan ludahku sendiri.
"Gomawo..." Balasnya dia melipat dua tangan di dadanya, dan menutup kedua mata.
"Rasanya jadi ingin mencium bibirmu"
Aku ternganga. Lalu menutup bibirku lagi
Aku kehilangan kata-kataJungkook membuka kedua matanya, menatapku tanpa ada rasa bersalah. "Kalau kau berpikir aku brengsek, memang iya perlu ku akui young kau cantik. Perlu garis bawahi jika kau sandingkan ke brengsekan aku dengan sepupumu, aku tidak se-brengsek park jimin mu..."
Apa pipiku baik-baik saja? Dia membuat emosiku campur aduk. "Aku mau jika kau ajak cinta satu malam..." Gumamnya
"Bahkan terburuknya kau hamil, aku orang pertama yang tidak ingin kehilangan bayiku" Gumam Jungkook yang entah kenapa membuat diriku merengkuh sedikit ke atas, berusaha tidak meluapkan emosinya di sini. Aku ingin menangis dan juga menghajar Jungkook.
"Ya, aku tidak suka kencan satu malam" Gumam ku "Sudah ku duga" sahutnya Jungkook. Dia mengangkat kepala kembali duduk di sampingku. "Ceritakan lagi tentang kejujuran telanjang mu" Gumam ku keadaan ini membuatku canggung, sungguh. Tanganku ingin selain bermain di rambutnya yang turun di atas pahaku, syukurlah berbatasan oleh jeans bukan kulit yang terbuka. Nasibku baik kali ini
Lelaki ini menimang berusaha mencari cerita menarik apalagi yang bisa dia ceritakan padaku. "Ceritaku tidak bisa mengalahkan ceritamu " Ujarnya
Aku menggeleng "Bukan kah sejak awal kita tidak membuat sayembara dalam cerita telanjang ini??"
Jungkook tersenyum, piercing itu sampai ikut bergerak seraya dirinya tersenyum manis. "Kau benar"
"Cerita telanjang ku adalah, bagaimana cara aku mendapatkan nomor telpon mu" Ujar Jungkook dia bangkit dan duduk kembali di sampingku kali ini lebih dekat bahkan tidak menggunakan jarak padaku. "Sepertinya aku mulai tertarik padamu"
Seharusnya aku senang dia meminta itu secara terang-terangan, hanya saja aku tidak siap. Secara kami baru saja bertemu dan dia bisa sedang mencoba menipuku, aku mulai ragu dengan sikap nya yang frontal. "Sorry tapi aku tidak" tolak ku pun terus terang.
Aku bangkit dan kembali menatapnya dari jarak 2 meter, dia masih duduk di depanku. Kali ini tersenyum. Lelaki ini terus memberikan senyum padaku seakan murah harganya. Lalu melipat kakinya ke atas kaki satunya, dia tahu aku menginginkannya tapi seakan dia tahu jika aku sedang berhati-hati padanya. "Kenapa menatapku seperti itu? Young, tidak" Jungkook menggelengkan kepalanya seakan tahu apa maksud raut wajahku. Sumringah, memiringkan bibirnya lalu mengerutkan otot hidungnya.
"Sungguh kau tidak mempercayaiku ya?" Sahutnya, tangannya merogoh saku celana belakang dia mengambil dompet hitam dengan sentuhan merek branded. Ah, aku tahu itu merek gucci siapa yang tak mengenal simbol gg dua saling berdampingan selain gucci. Jungkook memberikan kartu pengenalnya, sekali lagi aku menerima ajuan kartu itu seperti mendapatkan hadiah kartu black card yang senang karena dapat melihat wajah Jungkook di sini. Lebih bujang, maksud ku lebih muda dan senyumnya masih sama, masih memiliki ketampanan.
Aku mengatupkan bibir bawah dan setelah ku pikir dia memang bukan seorang penipu ataupun dokter gadungan yang sedang mencari mangsa, sejauh ini perkataannya benar. "Bagaimana bisa kau meragukan ku, nona Young?"
Aku tertawa kesal dan menjawab
"Tentu saja, karena ucapan mu konyol tuan Jeon Jungkook""Konyol?" Jungkook tertawa lalu menggeleng dan kembali pada pandangan kami berdua.
"Pertanyaan ku sejauh ini masuk akal Young" Gumam Jungkook"Kau benar" Dia tersenyum. "Atau kau memiliki seorang kekasih?" Tanya Jungkook
Aku menggeleng dan dirinya kembali tersenyum, "Bagaimana denganmu?"
"Aku?" Tunjuk nya pada diri dia sendiri.
"Siapa lagi yang ada di sini sekali kita??" Decak sebal ku padanya. "Usiaku hampir tiga puluh tahun, dan aku tidak ingin punya istri apalagi anak? Tidak sepertinya" ucapnya enteng, dia memandangku seolah tanpa semua penjelasan yang perlu dia beritahu aku sudah tahu semuanya.
"Kau serius? Tapi kenapa"
"Aku sangat terlalu egois, untuk punya anak. Dan aku jelas amat-sangat egois untuk menjalin suatu hubungan. Tidak semua orang bisa berada di posisiku saat ini, jadi aku sangat bangga dengan itu"
Aku merincikan kedua mata menatapnya begitu tajam; Jungkook bahkan menertawai ku. "Apa itu mengganggumu?"
"Yeah, sangat. Cukup membuatmu terlihat angkuh"
"Bagaimana dengan Young?" Sapunya dengan nada menjunjung tinggi lemah lembut diluar nalar manusia. "Aku punya impian, ada lelaki sempurna yang menungguku diluar sana. Aku orangnya gampang bosan, sejauh ini belum ada yang memenuhi standar ku. Rasanya entah sampai kapan, menunggu pangeran datang dan menjemput rapunzel dari atas menara yang tak kunjung bebas"
"Sambil menunggu pangeran mu datang, kau bisa berkencan dengan pangeran lainnya."
"Pangeran lainnya??"
Kami saling melirik satu sama lain, terlalu serius sampai kami kembali pada perang tawa yang tak tahu apa artinya. Aku senang bisa bergurau dengan Jungkook, dia cukup menyenangkan walaupun menyebalkan. Dia menaikan satu alisnya, kedua matanya melirik bibir dan mataku. Tidak ada suara yang bisa mewakili perizinan di sini, kami terlalu dekat hingga ingin lebih dekat lagi satu sama lain. Bibirnya seolah mengundang, oh shibal aku terpanah, urung waktu satu detik wajahnya berubah kaku, gerakan kami mematung sejenak. Setelah mengetahui, ponsel Jungkook berdering
"Brengsek" Gerutunya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
It Ends Of Us | JEON JUNGKOOK
FanfictionSemua bermula dari pertemuan tak sengaja di sebuah rooftop. Min Young berusaha menenangkan diri setelah kematian ayahnya dan Jungkook, dokter spesialis saraf yang tampan, mengaku sedang menepi dari tekanan pekerjaan. Sebagai dua orang asing yang tid...