7. Affair?

461 75 10
                                    

Terhitung sudah dua puluh kali Juna mengirim pesan ke WhatsApp Julie dengan kata-kata yang sama: Jul, aku enggak mau putus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Terhitung sudah dua puluh kali Juna mengirim pesan ke WhatsApp Julie dengan kata-kata yang sama: Jul, aku enggak mau putus.

Dia tidak peduli kesannya nyepam. Biar saja, biar cewek manis menggemaskan itu tahu kalau dirinya tidak pernah rela diputuskan atau memutuskan. Wong, Juna juga sudah cinta mati sama Julie.

Sayangnya, demi malam minggu yang ngenes abis karena rata-rata teman indekosnya sibuk kencan, Juna mendapati semua pesan itu hanya dibaca tanpa balasan. Padahal Julie sedang online.

Juna meringkuk miris di atas kasur indekos. Mau menyusul Julie ke rumah, ceweknya pasti tidak akan sudi bertemu dengannya. Kayak dua hari lalu, Julie bahkan memilih pulang sendiri ketimbang menerima tawaran Juna.

"Aku pulang sendiri! Nggak usah ngejar-ngejar, lebay!"

Omelan Julie hari itu ketika bertandang ke indekos masih betah di memori Juna. Ceweknya plin-plan banget. Giliran tidak dikejar, protes. Dikejar juga tetap protes. Kadang-kadang Juna bingung, cewek kayak Julie maunya apa, sih?

Kalau nanti dia benaran punya cewek lain karena sikap Julie, yang salah siapa? Juna, kah?

"Ngenes banget, Bang."

Juna mengalihkan tatapan dari layar ponsel. Juang berdiri di ambang pintu sambil memainkan ponsel. Tampaknya lagi asyik mabar gim online. Terdengar suara berisik para hero yang siap menghancurkan turet.

Memangnya Juang pikir dirinya tidak ngenes? Buktinya jam segini masih di indekos. Berbeda dari yang lain—yang sudah punya pacar—mungkin sedang menikmati malming romantis.

Anjir, jadi makin ngenes. Juna bisa saja mengajak Alana atau bahkan Dinar, tetapi karena sadar posisinya dan Julie lagi di ambang batas perpisahan, Juna harus berhati-hati. Bisa-bisa Julie membencinya setengah mati.

"Woy! Bengong aja. Kenapa belum jalan? Biasanya jam segini udah wangi mau berangkat. Putus sama yang mana?"

"Bukan, Ju. Lagi mager aja."

"Alah! Sialan si Harlan, lagi kencan masih aja main gim." Juang mengumpat saat menyadari dirinya kalah dari Harlan. "Kapan Abang nggak mager, sih?"

Juna hanya misuh-misuh, ndusel di bantalnya. Inikah yang dinamakan patah hati? Juna tumben galau berat. Yang ada di pikirannya sejak tadi hanyalah Julie seorang.

"Putus sama Julie, ya? Ini salahmu, sih."

Belum juga menjawab. Bahkan Juna sudah mangap-mangap mau bicara. Namun, Juang sudah asabun—asal bunyi.

Raut wajah Juna berubah makin keruh. Orang-orang hobi banget menyalahkannya. Ia mendadak jengkel. Jangankan di mata Julie ia selalu salah, di mata Juang si tukang konter yang merangkap asisten tukang fotokopi ini ternyata dirinya juga sangat berlumuran dosa.

"Abang, tuh, selingkuh. Ngerti, nggak? Yang begini aja nggak paham." Juang menggebuk dadanya sendiri. "Sinilah, Juang kasih paham. Makanya tanya sama yang berpengalaman, Dipa misalnya."

SPEAK UP || JEWELSBLUE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang