Haloo^ jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan vote dan komen, untuk membantu author lebih semangat mengunggah cerita ini😁
.
.
Suara berisik alarm membangunkan seorang pemuda dari tidur siangnya. Terik mentari beberapa jam lalu makin menambah rasa kantuk. Sapuan angin membelai kulitnya samar-samar, sampai akhirnya ia tertidur sekitar hampir dua jam. Melupakan semua kegiatan yang seharusnya ia lakukan siang tadi-pulang misalnya, membantu Mamak mengurus keponakannya yang baru berusia enam bulan.
Sayangnya, Juna akhir-akhir lebih suka pulang ke indekos. Bukan lagi karena malas diomeli masalah judul skripsi, tetapi karena rumahnya berdekatan dengan Julie. Masalahnya, Julie pasti bakal terus meminta Juna untuk datang ke sana. Ya, walaupun Juna sebenarnya senang. Bisa ngapel sekaligus dapat makan siang gratis dari ibunya Julie.
Namun, sore ini berbeda. Juna enggan melangkahkan kaki ke manapun. Jadi, sepanjang hari setelah kelar kuliah, ia memilih pulang ke indekos. Merenungi lagi perkataan Julie beberapa waktu lalu. Bagaimana pacarnya sangat marah akan gosip kedekatan Juna dan Alana.
Bukan salah Juna, dong? Julie sendiri yang meminta agar hubungan mereka dirahasiakan. Juna sih, iya-iya saja ... tentu karena bisa menjalankan pekerjannya dengan mudah.
"Alana?" gumam Juna di sela rasa kantuk yang sudah raib. "Bisa-bisanya aku lupa, malam nanti aku mau jalan sama dia."
"Bang!"
Juna terperanjat, langsung bangkit dengan posisi bersila. Matanya samar-samar menangkap presensi seorang cowok bertubuh bongsor dengan mulut yang penuh karena tengah menguyah. Tangannya menenteng sepotong donat dengan lelehan cokelat lumer.
"Kenapa, Wan?"
"Ada cewekmu di depan, tuh "
Cewek? Juna berpikir sejenak. Cewek yang mana, yang kira-kira dimaksud oleh Arwan-si bungsu di indekos itu. Juna mengangkat tangan sejenak. Menghitung cewek-cewek yang lagi dekat dengannya.
Bukan-bukan brengsek. Juna hanya melakukan pekerjaan. Ya, sebuah pekerjaan yang bikin dirinya dan Julie sering bertengkar akhir-akhir ini.
"Berapa sih cewekmu? Ya Allah, tobat kenapa, sih? Jangan kayak Bang Damar dan Bang Dipa, deh."
"Cewekku satu aja, Wan. Julie seorang," katanya menyengir lebar sambil menggaruk dada yang dilindungi kaus gombrong berwarna cokelat pudar. "Enak banget, tuh. Apaan?" Ia menunjuk sisa potongan donat di tangan Arwan.
"Ini potongan ban motor, Bang!" Arwan berdecak. "Ya, donat, lah."
"Bisa aja kamu, Wan. Bagi, lah."
"Ada di depan, tuh. Dibawain Zoya tadi. Mungkin udah abis sama Bang Asa, kalau Abang nggak bangun sekarang."
"Asem!"
Arwan terbahak melenggang dari kamar Juna. Sementara si pemilik kamar langsung bangkit hendak ke kamar mandi. Membasuh tubuh dengan air dingin dan siap-siap 'kencan' adalah hal yang harus dilakukannya saat itu juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
SPEAK UP || JEWELSBLUE [END]
RomantiekAda satu kesepakatan di antara Juna dan Julie; konsisten untuk tidak menjadikan hubungan mereka menjadi konsumsi orang banyak. Juna dan Julie percaya bahwa; beberapa hal tidak perlu diumbar, cukup menjadi konsumsi pribadi. Lalu mereka pun sepakat la...