💫 Mereka Mundur, Kita Maju

131 25 1
                                    

Pulang sekolah aku tidak makan. Melainkan malah berlatih berpuisi. Dua puisi  aku latih sekaligus. DIPONEGORO puisi perjuangan yang aku pikir untuk mencobanya dulu. Ternyata puisi itu cukup berat. Aku harus mengeluarkan suara lebih ekstra untuk mencapai intonasi yang bagus, kata Bu Evi puisi ini harus di baca dengan suara perut dan bayangkan seolah-olah Diponegoro ini hadir dalam diriku. Dan yang kedua adalah puisi berjudul HADIRMU untuk musikalisasi puisi, menurutku ini lebih gampang. Aku hanya perlu melembutkan suara dan membayangkan seolah-olah aku sedang jatuh cinta.

Entah kenapa aku mau saja mencoba membacanya. Padahal aku tidak akan menampilkan musikalisasi puisi.

Malamnya aku kirimkan puisi berjudul HADIRMU ini yang sudah aku tulis dalam selembar kertas. Tulisan layaknya ceker ayam itu ternyata tidak buruk juga.

Suaraku juga sudah aku rekam dalam sekali rekaman tanpa mengulang-ulang tapi, saat ingin mengirim voice notenya aku tanya dulu. Harus kirim sama voice notenya atau gak usah. Dia hanya jawab.

"Kirim."

Ternyata dia dingin kalau di chatan hmm. Okelah aku langsung kirimi saja.Tidak berpikir panjang dan tidak memikirkan responnya.

"Oke. Nanti pasin lirik sama temponya. Kasih tahu sama yang mau baca."

Aku jawab, "sip, tapi kayanya gue gak ikutan soalnya banyak yang mau tadi."

Aku tidak bohong. Saat Bu Evi bilang kelas kita harus tampil bermusikalisasi puisi banyak yang mau tampil. Tapi aku tidak tahu. Itu beneran atau tidak.

Aku bilang seperti itu karena takutnya dia salah paham kalau aku juga ikut tampil musikalisasi karena aku yang cari puisinya juga.

Paginya aku memulai hari seperti biasa. Jujur agak deg degan karena besoknya aku mau tampil berpuisi.

"Rindu, Fidah udah siap-siap belum. Besok kalian kan tampil. Puisinya sudah aku kirim sama kalian."

"Besok?" Mereka menjawab serentak. Saling pandang dengan wajah panik.

"Jangan besok. Kalau bisa Minggu depan ya lagi aja. Kalau besok kita mh gak ada persiapan." Rindu berpikir.

"Lah , aku kira kalian udah tahu. Tapi kata ibu harus besok. Kita diminta tampilnya juga Kamis besok bukan Kamis depan. Terus gimana?"

Mereka gak jawab dan kembali sibuk ke dunianya masing-masing. Aku kesal! Pas ada ibu saja mereka semangat cari muka. Giliran sekarang pada gak siap.

Kalau kelas kita gak tampil kan malu juga sama ibu Evi. Kita sudah sepakat setuju untuk tampil tapi habis itu gak jadi gitu aja? Mau di taruh dimana wajah XI IPA 7 ini?

"Rindu gimana?" Sudah berapa kali aku tanya. Ini entah pertanyaan yang berapa kali aku lontarkan.

"Aku gak siap kalau besok tapi, kalau minggu depan insyaallah aku siap."

"Fidah?" Tanyaku pelan. Menatap wajahnya yang sama persis dengan ekspresi Rindu.

Oke fiks mereka mundur. Terus sekarang gimana? Aku harus apa sekarang. Ikut ngundurin diri juga? Hah, bukan tipeku sekali.

Aku menghampiri Regi calon ketua OSIS yang tengah membersihkan tempat wudhu dengan langkah gontai. Kebetulan sekali Ragas juga ada di sana lagi piket. Tumben sekali dia rajin.

"Gimana Rosa, jadi gak katanya?" Regi sudah tahu apa yang terjadi.

Aku menggeleng.

"Gimana Ros? Siapa yang jadinya." Dia ikutan bertanya. Tangannya memegang serokan. Berdiri di lantai licin penuh air.

"Mereka pada gak siap besok. Kalau kita berdua aja gimana?" Sungguh, usulan bodoh yang aku tawarkan. Apa gak kelihatan kalau ini salah satu cara buat bisa ngerasain duet sama dia?

"Nah iya. Soalnya kelas kita terlanjur bilang siap. Jadi sekarang yang udah benar-benar siap aja yang tampil."

Dia berpikir. Lucu sekali alisnya saat mengkerut. Hentikan Rosa! Sudah gila kamu?

"Tapi gue gak bawa gitar, buat latihan."
Double kill. Gak tahu gimana lagi. Padahal kemarin janji mau bawa gitar buat latihan. Dasar tukang cari alasan!

"Gimana atuh?" Aku panik. Bener-bener gak bisa mikir apapun. Otakku buntu. Skak di sana tanpa bisa mikir lagi.

"Okelah, tenang nanti kita latihan pulang sekolah. Kalau gak jadi juga asal di wa aktif aja." Setelahnya dia nyelonong pergi gitu aja. Bahkan piketnya saja belum selesai.

"Ragas! Coba itu?"

"Udahlah turutin aja." Jawab Regi santai. Dia kembali pada pekerjaannya membersihkan keramik tempat wudhu.

💫Si Penikmat Keterlambatan💫

Si Penikmat Keterlambatan [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang