HAPPY READING 💕
°•°
Seulas senyum terukir di wajah cantik Sandra usai dirinya selesai menata sajian untuk Calvin di nampan. Saat ini, suasana hatinya betul-betul bagus. Yah, walaupun adiknya itu masih ketus dan bersikap kasar, Sandra tetap tidak masalah. Yang terpenting saat ini adalah Calvin mau menerima ajakannya meskipun karena paksaan.
Pandangan Sandra teralih ke arah konter utama, melihat seorang lelaki tengah kebingungan seperti mencari seseorang untuk melayani. Hal itu sontak membuat Sandra mendengkus. Pasalnya, tak seharusnya konter dan kasir sepi seperti itu. Ke mana para pekerjanya? Apa mereka ingin Sandra marahi?
Tidak ingin membuang waktu si pembeli lebih banyak karena kecerobohan para pekerjanya yang meninggalkan tempat, Sandra pun beranjak dan mengambil alih konter. Dia tidak ingin pembelinya merasa tak nyaman dengan pelayanan di tokonya, dan urusan Calvin bisa ditunda lebih dulu.
“Selamat siang, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?” Sandra adalah yang pertama menyapa. Suaranya yang ramah dengan senyum terukir membuat si pembeli ikut tersenyum.
Diam-diam, Sandra berpikir kala melihat visual lelaki ini. Rambut hazelnut dan mata biru tanzanite. Di novel tak pernah ada tokoh ini seperti Armand dan Emiliana sebelumnya. Walaupun bisa saja orang ini hanya pembeli biasa, Sandra merasa pernah bertemu beliau sebelumnya.
“Bisakah Anda siapkan ini untuk saya?” pinta pembeli itu sambil menyerahkan secarik kertas kepada Sandra.
Setelah membaca isi kertas berisi menu yang ingin dibeli, Sandra mengangguk pada si lelaki. “Kebetulan sekali menu yang Anda inginkan baru saja tersedia. Anda bisa menunggu sambil duduk selagi kami menyiapkannya.”
“Nona?”
Sebuah panggilan berasal dari sampingnya membuat Sandra spontan menoleh. “Ah, ya. Allen. Bisa aku tahu ke mana kau pergi?”
“Seorang pelayan utusan Nyonya Marchioness datang dan memesan banyak jamuan. Saya mohon maaf sudah meninggalkan toko terlalu lama.”
“Tidak masalah, Allen. Lain kali jika kau memiliki keperluan dengan pelanggan, kau bisa titipkan dulu keamanan toko dengan salah satu pekerja pria.”
“Saya mengerti, Nona.”
Sandra tersenyum manis, kemudian menyerahkan secarik kertas pemberian pembeli tadi kepada Allen. “Siapkan pesanan ini. Kebetulan sekali aku baru selesai menyajikannya di konter. Jadi, berhati-hatilah. Uap panas dari kue akan menyebabkan tanganmu terluka.”
“Dimengerti, Nona.”
Allen tersenyum, lalu membungkuk pada sang majikan. Sebelum pergi, dia melirik lebih dulu pada sang lelaki yang masih berdiri di sana. Hanya sekilas, sebelum benar-benar pergi memenuhi perintah.
“Pantas saja banyak sekali anak muda yang ingin bekerja di sini,” Si pembeli menyeletuk, “Anda memperlakukan seluruh pekerja begitu baik. Diskriminasi terhadap perbedaan derajat sama sekali tidak berlaku di sini. Saya akui, saya begitu kagum akan loyalitas seluruh pekerja.”
Sandra tersenyum menanggapi. “Setinggi apa pun derajat seseorang, serendah apa pun seseorang berperilaku, mereka semua tetap manusia. Sebagai sesama makhluk hidup ciptaan Sang Pencipta, kenapa kita harus memperlakukan tiap orang dengan cara berbeda-beda?”
Lelaki itu tersenyum simpul dan mengangguk kecil. “Seharusnya ... semua bangsawan menerapkan pembelajaran tersebut sama baiknya seperti Anda. Saya cukup terpana melihatnya.”
Sandra hanya menanggapi dengan senyuman. “Pesanan Anda akan segera selesai. Anda bisa duduk di salah satu kursi selagi kami menyiapkannya.”
“Tentu, Yang Mulia Putri. Terima kasih.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Lairene : The DESTINY Of Victorion
FantasiaKapan ini semua akan berakhir? Mungkin pertanyaan itu akan selalu timbul dalam benak Sandra dan Xavier meskipun mereka telah berhasil menjalankan misi dari sang Dewi. Pasalnya, misi ini terus berlanjut sehingga selalu membayangi kehidupan bahagia m...