Chapter 30

226 20 12
                                    

HAPPY READING 💕

°•°

"Dari siapa kau mendengar itu?" Zian menatap curiga. "Berita semacam itu sangat dirahasiakan istana. Lantas, kenapa kau yang masih kecil dan selalu di rumah bisa mengetahui berita di istana?"

Shira mendongak, menatap Zian yang berdiri. "Alissa datang melaporkan. Aku menyuruhnya pergi agar aku yang memberitahu beritanya kepada Papa."

Zian mengerutkan keningnya keheranan. "Pasti ada alasan kau melakukan itu."

"Ya, aku ingin bertanya pada Papa." Shira membenarkan dengan lugas. "Rapatnya sudah selesai dua hari lalu, tapi kenapa Papa baru pulang hari ini? Ke mana Papa pergi?"

Zian memang sudah menerka anaknya akan menerornya dengan pertanyaan. Pun, dia tahu bahwa Shira sebenarnya sudah bisa menebak ke mana dia pergi. Namun, tentu menjelaskan kepergiannya kepada Shira adalah kewajiban.

"Papa menemui Evelyna untuk membicarakan hasil dari rapat kabinet kemarin." Zian bertutur dengan tenang. "Alissa pasti sudah mengatakannya, atau mungkin kau sudah mendengarnya dari rumor, bahwa hasil rapat kebinet sama sekali tidak menguntungkan Papa dan Evelyna. Putra Mahkota menjebak kami dengan memanfaatkan tragedi yang diciptakan Evelyna. Jadi, kami harus mendiskusikannya."

"Sampai harus menginap dua malam di kediaman Zlouten di Zerzura?"

"Papa tidak bisa menolak permintaan Count Zlouten untuk bermalam di sana. Perjalanan pun sangat panjang."

Meski bicara Zian sangat meyakinkan, Shira mudah mengetahui papanya berbohong. Shira sangat tahu, tentang Zian yang selalu menomorsatukan keluarganya. Sopan santun antar rekan kerja tak sebanding dengan pulang ke rumah dan bertemu keluarganya. Hal itu pula yang membuat Zian menjadi sosok paling mengagumkan bagi Shira.

Namun, entah mengapa Shira merasa keteguhan Zian kian lama kian terkikis, terutama semenjak mama dan adiknya tiada serta pertemuan antara Zian dengan Evelyna. Shira merasa perhatian Zian padanya semakin surut. Zian pun sering berbohong setiap kali sehabis bertemu dengan Evelyna.

"Kalau aku meminta Papa berhenti menemui wanita itu, apakah Papa akan mengabulkannya?" Shira memberanikan diri bertanya. "Aku ingin Papa tidak berhubungan lagi dengan orang itu."

"Kau tahu betul, jika Papa memutus hubungan ini sebelum semuanya selesai, Evelyna akan marah dan menganggap kau sebagai kegagalannya. Papa tak bisa membiarkanmu menjadi ancaman."

"Sebenarnya, apa yang dia tawarkan sampai Papa sangat membela dia? Apa itu harta? Kekuasaan? Bahkan kalaupun itu kerajaan atau wanita, harusnya Papa tetap menjaga jarak darinya. Aliansi apa pun yang kalian sepakati, tak seharusnya Papa terlena hingga mengabaikan aku!" Shira menatap kecewa Zian. "Aku tak ingin berpikir buruk tentang Papa, tapi setiap kali di dekat Papa, bukan lagi aura atau aroma Mama yang terasa, justru aura Iblis itu semakin melekat dalam diri Papa. Dan hal itu biasa terjadi ketika pria dan wanita melakukan suatu hubungan. Persis seperti aura Putra Mahkota yang melekat dalam diri Putri Mahkota setelah mereka menikah. Apa aku salah?"

Shira meneruskan, "Tidak apa-apa kalau Papa mulai tertarik dengan wanita lain, tapi kumohon jangan wanita itu. Apalagi jika Papa dekat dengannya atas dasar ancaman yang mengatasnamakan aku. Tolong ... jangan sekalipun menjadikan aku sebagai alasan Papa melakukan ini semua. Bukan merasa bangga, aku akan semakin bersalah dan jijik karena menjerumuskan Papa ke neraka!"

Tanpa menunggu jawaban dari Zian, Shira langsung bangkit dari kursinya dan berlari menuju kamarnya di lantai dua. Setelah masuk dan mengunci pintu kamar, Shira bersandar di pintu itu dan membiarkan tangisnya pecah. Gadis itu menangis keras, tidak peduli bila isak tangisnya terdengar seisi rumah. Bahkan ketuk pintu yang mulai terdengar tidak dia tanggapi.

Lairene : The DESTINY Of VictorionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang