Kehidupan kali ini. Jauh lebih baik.
Aria yang hidup dalam kecukupan dengan menjadi putri angkat seorang Count yang dimasa depan akan mati ditangan <Ketiga Iblis Merah>. Bahkan senyuman iblis mereka masih bisa Aria bayangkan.
Teriakkan kesengsaraan bisa Aria dengar.
Tawa orang gila yang terus mengambil satu nyawa disetiap langkahnya membuat Aria semakin mengeratkan ganggang pedangnya. Merasakan tekad Aria <Pedang Kuno> semakin mengeluarkan auranya. Tekad Aria adalah makanan bagi <Pedang Kuno>.
"Aria!"
"Aku tahu!"
Teriakkan Valerie membuat Aria bertambah semangat menebas semua monster yang dikendalikan oleh pemimpinnya.
"Si*l! Berapa banyak lagi monster yang datang?!" Gerutu Aria yang seperti sudah menghabiskan sejam dalam pertempuran.
Valeria yang bermain dengan eloknya terus membantu mengurangi beban Aria. Bahkan sesekali beberapa anak panah melesat melewati dan membantu jika ada serang datang diam-diam.
"Terima kasih, Ciel!"
"Aria fokus!" Pekik Winter yang membantu membuat jalan untuk Aria dengan cakarnya.
Itu adalah pertemuan pertama mereka dalam melawan <Ketiga Iblis Merah> dan tidak ada siapa pun yang menang maupun kalah saat itu.
<The Leader of Crow> menatap tidak suka Aria. Rencana mereka untuk datang ke reruntuhan harus dicegah oleh sekelompok badut konyol itu.
"Lebih baik kita pergi dan ambil jalan memutar." Ucap pria bersurai merah wine yang berdiri diantara kembarannya. Mereka berdua mendecih tidak suka dan berbalik menuruti apa kata saudaranya yang bisa diandalkan.
Siapa sangka jika penjahat yang tersembunyi dalam bayang-bayang selama hampir satu dekade itu keluar hanya untuk memburu kelompok Aria.
Sejak saat itu pertempuran adalah tempat dimana mereka bisa bertemu.
Aria yang amarahnya sudah memuncak berada di dalam kamarnya membanting kursi kecilnya dan menatap dingin pecahan kayu itu. Kekuatannya memang tak sebesar sebelumnya. <Pedang Kuno> tidak ada ditangannya. Bahkan jika Aria bisa dia ingin kembali ke reruntuhan itu dan mengambil pedangnya.
Brak!
Pintu yang dibanting terdengar menggelegar. Aria tahu siapa itu.
Kamarnya yang gelap membuat cahaya dari balik pintu masuk dan bisa Aria lihat bayangan memanjang itu terdiam melihatnya.
"Aria...." Suara pria paruh baya yang sudah mau membawanya ke mansion ini.
Count Grey.
Robert Grey.
Count yang dibunuh oleh <Ketiga Iblis Merah> dimasa depan kelak. Dalam langkah yang masih ragu, pria itu mendekat dan menarik Aria dalam pelukannya.
"Tenang sayang."
Aria ingin berteriak pada dunia bagaimana rasanya ketidakberdayaannya ini. Aria ingin dunia tahu, jika dirinya mengetahui masa depan dan semua kemalangan ini bisa dicegah. Aria menyesal karena tidak bisa membantu desa Kilkast, sama seperti sebelumnya.
Bukankah takdir terasa mempermainkannya?
Bagaimana takdir begitu senang mempermainkannya, setelah kedua kalinya dia kehilangan orang-orang yang dia sayang.
"Aku... Ini tidak adil." Suara Aria yang gemetar membuat hati Robert meringis. Rasanya lebih sakit mendengarnya.
Robert mengerti perasaan Aria dan dia menghargainya. Panti asuhan adalah tempat tinggal pertamanya dan tak akan bisa dia lupakan. Bahkan tempat sangat tidak bisa dikenali sebagai desa lagi. Tempat itu terlalu mengerikan.
Bahkan terbesit dalam pikirannya sekarang adalah asal para monster itu. Hal pertama terbesit dipikiran Aria pertama kali adalah siapa lagi kalau bukan <The Leader of All Monsters>.
Tanpa Robert sadari. Aria mengepalkan tangannya hingga buku-buku jemarinya memutih, membuat tatapan membunuh dalam pelukan Robert.
Mati!
Mereka harus mati!
<Ketiga Iblis Merah> harus tersiksa seperti dirinya rasakan!
Itu adalah janjinya dan hingga mimpi aneh itu datang. Seakan sebagai sebuah pertanda baginya. Aria harus mengikutinya.
~~~
Derap langkah kaki kuda yang menggema sepanjang hutan yang penuh dengan pohon willow tiba-tiba meringkik dan kuda itu berhenti karena seseorang berada beberapa meter di depannya.
Pemilik surai segelap malam itu menatap siapa orang yang berada dikawasan antah berantah selain dirinya. Dari postur tubuhnya. Aria bisa mengira jika dia seorang wanita. Dengan jubah bertudung merah maroon yang dia kenakan hampir menutupi seluruh bagian wajahnya.
Aria yang dalam balutan pakaian latihan dengan pedang yang masih terpasang disarungnya. Aria dengan waspada menatap wanita itu.
Tidak mungkin!
Aria menatap tak percaya disaat tudung wanita itu turun karena hembusan angin yang cukup kencang membuat dedaunan pohon willow yang seperti akar dari pohon beringin itu melambai diantara mereka berdua.
Penampilan yang begitu menarik perhatian. Tidak mungkin Aria lupakan.
Leila.
Wanita yang membantu dia bertemu dengan Ias lebih awal dan membantu dana di panti asuhan itu berdiri ada di depannya. Mata bertemu mata. Mereka berdua hanya bisa terdiam melihat penampilan satu sama lain.
"Aria...." Lirih Leila tanpa sadar karena sangat mengenal penggambaran sosok protagonisnya.
Aria yang mengetahui jika itu Leila mulai menurunkan kewaspadaannya. Bahkan dihari Aria melihat Leila berpelukan dengan Ias. Disaat dia ingin sekali bertemu dengan lelaki yang sudah dia anggap sebagai saudaranya karena persamaan mendapatkan berkat.
Bahkan setelah satu dekade Leila tidak berubah.
Itu adalah yang pertama kali Aria pikiran. Aria terus mengingat apa dia pernah bertemu sosok Leila di masa lalu sebelum perputaran kedua ini terjadi.
"Ini wilayah Duke D'Arcy kau tahu. Jika kau datang bukan dari jalan utama, bisa-bisa kau dinyatakan sebagai penyusup." Ujar Leila menghampirinya Aria karena khawatir dan mengenal dengan baik tentang wilayah ini. Lagi pula Alex dan kesatria lainnya terbesar diseluruh wilayah yang membuat wilayah Noah terkenal yang paling makmur dari semua kalangan bangsawan.
Aria mulai turun dari kudanya dan menatap ragu Leila. Rencana awalnya dia ingin sekali menyusup dan memperhitungkan wilayah mana yang aman dia menyusup untuk membunuh <Ketiga Iblis Merah> itu, tapi hal tak terduga muncul di depannya.
"Aku... Tersesat." Terpaksa Aria harus berbohong kepada Leila.
Leila menyapu pandangannya dan berkata ke arah dahan pohon. "Alex, bisakah kau mengantarkan Nona Grey kembali."
Leila sedang bicara pada siapa?
Hingga bayangan hitam dimana seorang pria yang terlihat sangat terlatih berjongkok didahan pohon dan melompat turun. Tanpa mengeluarkan suara sedikit pun pria yang Leila panggil Alex itu menatap lekat Aria dengan penuh perhitungan dan mulai mengangguk.
Melihat respon Alex yang dingin tak membuat Leila ambil pusing. "Bagus, kalau begitu aku akan kembali. Tolong antarkan Nona cantik ini dengan selamat ya."
Seperti yang Leila minta Alex membantu Aria kembali dan disaat mereka sudah keluar dari wilayah Duke D'Arcy dan Alex memperingatinya untuk tidak tersesat lagi dan menghilang pergi dengan pikiran Aria yang masih bertanya-tanya kenapa Leila bisa tinggal dikawasan <Ketiga Iblis Merah> itu.
Alex yang menghilang dalam pandangan Aria sebenarnya masih berjaga tak jauh dari tempat gadis itu dengan kudanya.
Alex berpikir betapa beruntungnya Nona Grey hari ini dan jika dia tidak berpapasan dengan Leila mungkin Alex sudah menangkapnya dan mengintrogasinya. Bahkan, sekali pun seorang bangsawan Alex tak berbelas kasihan. Karena ini tugasnya dan bagaimana cara dia membalas pertolongan Noah.
.
.
.
Aria mulai hmm 🌚Makasih ya udah mau singgah dan baca MILA ^^
Okay, see you next chapter guy's 👋😽

KAMU SEDANG MEMBACA
MIMPI LEILA: tiga kemungkinan
Fantasy"Penulis ini juga ingin bahagia!!!" Hidup ini seperti roller coaster. Leila, seorang wanita yang ingin memiliki kehidupan seperti tokoh utama yang dia tulis. Hingga kejadian naas yang tidak dia ketahui bagaimana caranya dia bisa meninggal. Sekarang...