Toro melangkahkan kakinya dengan cepat. Ia tak pernah sekesal ini sebelumnya. Rasa menyenangkan dihati yang pertama kali ia rasakan kini berubah menjadi semenyakitkan ini.
Suasana sunyi sepertinya bagus untuk meredakan dadanya yang sedang sesak. Ia membelokkan kakinya menuju taman belakang.
Matanya tak menemukan satu manusiapun di sana. Toro baru ingat bahwa ia mendengar bel pelajaran tepat saat ia keluar dari kelas.
Toro tak ambil pusing. Ia merebahkan tubuhnya pada bangku panjang dibawah pohon rindang. Ia menghela nafas, berharap rongga dadanya melonggar. Ia mulai memejamkan mata.
Sudah kepalang tanggung, ia memutuskan untuk tak mengikuti pelajaran pak Eko. Ini pertama kalinya ia membolos. Ia jadi merasa bersalah. Padahal ia yang sangat gencar menasehati Sho agar berhenti membolos.
"Ngapain lu disini?" Seru Sho tiba-tiba.
Tuh kan.
Baru juga terlintas di otak Toro, orangnya sudah menampakkan dirinya saja.
Sho ikut berbaring dibangku panjang sebelah Toro. Posisi mereka saling membelakangi.
"Sejak kapan lu disini?" Tanya Toro masih betah menutup mata.
"Baru saja. Tumben lu bolos? Mau cerita?"
Toro hanya diam. Ia bimbang untuk menceritakan isi hatinya. Masalahnya ini Sho, orang yang selalu bertumbuk dengan Upi, sang pujaan hatinya. Ia takut perasaannya akan dibuat lelucon oleh Sho.
"Kalau lu ga mau cerita, gue saja yang cerita."
Sho menatap awan berarak diatasnya. Ia menarik nafasnya, dan menghembuskanya secara perlahan. Ia mulai membuka mulutnya.
"Mungkin ini terdengar konyol, tapi gue. ." Sho menghela nafas lagi.
"Gue suka sama Upi."
Mendengar kata Upi keluar dari mulut Sho membuat mata Toro terbuka seketika, yang langsung disambut hamparan langit berselimut awan diatasnya.
Terkejut? Tentu saja.
Toro tak menyangka bahwa dibalik perlakuan ketus dan juteknya Sho pada Upi terdapat sebuah rasa cinta.
Sebenarnya Toro sudah merasakan firasat itu saat di bioskop, tapi ia mengenyahkan pikiran yang menurutnya tak mungkin itu, tapi ternyata kemungkinan itu terpapar jelas dirungunya.
Toro tak ingin persahabatannya kandas hanya kerena perempuan, tapi ia juga tak mau jika harus merelakan. Perasaan asing yang ia miliki sekarang ini rasanya ingin sekali bersambut.
"Dan gue tahu lu suka sama Upi juga." Nada Sho terdengar biasa.
Toro buru-buru mendudukkan tubuhnya, menoleh kearah belakang tempat Sho berada.
"Lu tahu?"
"Semenjak di bioskop, gue nyadar tatapan lu ke Upi mulai beda."
"Terus sekarang mau lu apa?" Toro tahu Sho tidak mungkin tiba-tiba mengutarakan perasaannya jika tidak ada niat lain.
Sho menghela nafas untuk yang sekian kalinya. Ia beranjak dari rebahan nyamannya dan berbalik kearah Toro.
"Gue bakal lega kalau Upi sama lu." Jawab Sho dengan tatapan serius.
Tunggu.
Toro kira Sho ingin mereka merebutkan hati Upi dengan cara yang Sho mau, tapi apa yang baru saja ia dengar? Pendengarannya tak sedang terganggu kan?
"Dari awal kisah gue sama Upi ga akan pernah berakhir saling memiliki." Tambah Sho menjawab raut wajah bingung Toro.
Perbedaan.