15 hari setelah gencatan senjata.
"Gimana kelanjutan misi lu Pi?" Amu memulai obrolan. Menunggu guru yang telat masuk ternyata jenuh juga. Apalagi ini sudah jam terakhir.
"Semakin kelihatan hilalnya dong. Ternyata cara jitunya beneran bukan kaleng-kaleng" Upi menampilkan wajah cerianya.
Amu mengurungkan niatnya untuk mengutarakan isi hatinya. Ia takut menghilangkan raut ceria yang menghiasi wajah Upi.
'mungkin belum saatnya'
"Oh iya Mu, ada pasar kaget loh ditaman kota. Nanti sepulang sekolah kita kesana yuk. Banyak stand makanan katanya"
"Beneran Pi? Ayok ayok. Nanti ajak yang lainnya juga" Amu tampak antusias ketika mendengar kata makanan.
"Makan aje lu garcep ye"
"Jargon gue kan hidup untuk makan"
Upi hanya memutar bola matanya malas. Ia sudah hafal diluar kepala dengan jargon itu.
"Eh Kiki, Toro, Sho, nanti kita ke taman kota ya pulang sekolah. Ada pasar kaget" Amu sedikit berteriak kepada mereka bertiga yang sedang bermain kartu di belakang kelas.
"Oke" Jawab mereka bertiga kompak tanpa mengalihkan atensi pada permainan.
"Mereka kalau sudah main ga inget seisi dunia" Upi menggelengkan kepala melihat tingkah tiga temannya yang terlampau fokus pada kartu masing-masing.
Amu mengangguk membenarkan.
Upi mengedarkan netranya. Semua murid sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Ada yang sedang tiduran di depan kelas.
Ada yang duduk di kursi guru sambil ngerumpi.
Ada yang main kartu di belakang kelas.
Ada yang sedang menonton film di laptop.
Saat netra Upi sibuk mengamati, tiba-tiba pintu kelas terbuka, menampilkan pak Eko dengan raut wajahnya yang telihat lelah.
Para murid yang melihat pak Eko datang langsung panik. Mereka bergegas ke bangku masing-masing.
Bunyi bangku bergeser saling bersahutan.
Rusuh sekali.
Upi dan Amu hanya menatap malas. Sudah terlalu biasa dengan situasi seperti ini.
"Maaf ya bapak telat. Tadi ada rapat guru dadakan. Sekarang siapkan kertas dan pulpen. Kita ulangan dadakan."
Kelas mendadak riuh. Tidak terima dengan ulangan yang mendadak. Apalagi ini matematika. Siapa sih yang bikin jadwal matematika di jam terakhir. Sangat tidak efisien karena otak sudah tidak bisa fokus dijam siang seperti ini.
Upi dan Amu hanya menghala nafas pasrah.
'wes pasrah bae'
"Loh pak, kok ga bilang-bilang sih mau ulangan?" Salah satu murid protes.
"Kalo saya ngasih tahu namanya bukan dadakan. Sudah tidak usah protes. Lagian kalau ada jam kosong gunakan buat belajar, bukan buat main kartu."
Para murid hanya mendumel dalam hati.
.
.
.
"Gue yakin sih kalau gue bakal remidi" Upi menyenderkan kepalanya pada meja.
"Sama" Amu ikut menyenderkan kepalanya. Kepala mereka saling berhadapan.
"Jadi ga ke taman kotanya?" Tanya toro yang ternyata sudah berada di samping Amu.