Chapter 02

186 49 12
                                    

Sean melewatkan malam yang damai di tepian Seine, menenggelamkan kesepiannya untuk sementara waktu di tengah lantunan lagu dari beberapa anak muda yang duduk-duduk dan bermain gitar sambil melemparkan canda tawa yang tidak dipahaminya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sean melewatkan malam yang damai di tepian Seine, menenggelamkan kesepiannya untuk sementara waktu di tengah lantunan lagu dari beberapa anak muda yang duduk-duduk dan bermain gitar sambil melemparkan canda tawa yang tidak dipahaminya. Hidup begitu ceria bagi sebagian orang dan membosankan bagi dirinya. Sean tersenyum getir sewaktu berjalan lambat-lambat di tepi sungai, menghirup udara malam yang cukup sejuk di malam musim semi.

Bagi dunia dia tampak semakin tertutup. Yang paling dia sukai adalah menjelajah sendirian melalui bagian sunyi kawasan sungai. Jika mengemudi, Sean sangat menyukai jalur melalui kebun sayur dan kebun anggur, atau melintasi padang rumput.

Dia duduk di salah satu kursi depan sebuah kafe kecil yang menghadap sungai. Memandangi permukaannya yang gemerlapan dan menghabiskan dua cangkir capucinno sebelum beranjak dari situ dan kembali berjalan ke hotel tempatnya menginap.

Sean berjalan sambil menundukkan wajah. Tidak ada yang dikenalnya di kota ini dan ia juga tidak suka mengekspos diri. Ketika ia melangkah ke dalam lift dan memutar tubuh, sepasang muda mudi nampak berjalan masuk ke lobi. Sean mengangkat pandangan, melihat sekilas pada mereka sebelum pintu lift menutup perlahan-lahan.

"Liftnya sudah menutup," Song Yi melontarkan ucapan serupa protes pada Yibo yang berjalan terseok-seok kelelahan di sampingnya.

"Untuk apa begitu ribut? Masih ada lift lain," ia membalas dengan gerutuan.

Setelah melalui hari yang panjang, menyiksa dan melelahkan, Yibo sungguh tidak ingin meributkan apa pun. Di depan matanya terbayang kamar yang nyaman dan tenpat tidur besar nan empuk. Kata siapa bulan madu bisa menumbuhkan semangat baru, baginya rangkaian kegiatan yang disukai Song Yi nyaris menghancurkan sisa semangat yang ada.

"Kalau begitu ayo cepat! Kenapa langkahmu selambat siput?"

" ....... "

Mereka bergegas masuk ke dalam lift yang berbeda dengan yang dimasuki Sean serta keluar di lantai yang berbeda pula. Ketika Yibo tiba di dalam kamar yang ia rindukan sepanjang hari, ia jatuh tertidur dengan cepat, untuk sesaat lupa akan masalahnya sendiri, keindahan Paris, dan pria tua misterius yang dia lihat di gereja.

🌸🌸🌸

Sean terbangun kala fajar bersama semburat cahaya merah keemasan nampak tertutup gumpalan awan tipis keabuan di langit timur. Matahari mungkin akan menunda terbitnya. Dia berdiri di jendela memandang ke luar dan mengajukan pertanyaan besar dalam benaknya. Mengapa langit mendung di pagi hari, mengapa musim semi terlihat kelabu dan pahit di matanya? Dia berencana untuk jalan-jalan sendirian siang ini, mengunjungi beberapa toko, memilih parfum, dan minum kopi di kedai kopi favoritnya. Jika cuaca membaik di penghujung hari, sore ini juga ia akan kembali pulang ke Montmarte. Tidak ada kawan yang ingin ia temui di kota indah ini, tidak keluarga, tidak seorang pun.

Di kamar yang berbeda dan lantai yang beda di hotel yang sama, Wang Yibo berbaring dalam keremangan. Mengutuk pagi yang datang begitu cepat di saat ia nyaris tidak ingin bangun dari tempat tidur. Dia berharap turun hujan agar tidak perlu berkeliaran di kota dan mendengar ocehan Song Yi yang penuh antusiasme. Lagipula liburan bulan madu memang sudah merupakan waktu istirahat bukan?

𝐒𝐩𝐫𝐢𝐧𝐠𝐭𝐢𝐦𝐞 𝐈𝐧𝐧 𝐏𝐚𝐫𝐢𝐬 (𝐄𝐧𝐝 𝐏𝐃𝐅) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang