"Langsung saja, Cris, apa maksud kamu mengundangku ke sini?" tanya Edmun tanpa berbasa-basi. Wanita yang baru saja menaruh dua cangkir teh di atas meja itu tertawa pendek. Ia duduk dengan kaki kanan naik ke paha kiri, sehingga kain kimono yang barbahan satin itu melayang jatuh menggantung di paha kanan dan terpampanglah kulit pahanya yang putih menggoda.
Edmun menahan napas, mengatur detak jantungnya yang tidak karuan. Di saat ia tidak boleh menyentuh sang Istri, disaat itu pula Cristy seperti sedang memancingnya.
"Aku minum dulu." Edmun mengambil cangkir teh yang ada di depannya sebagai bentuk pengalihan rasa gugup. Teh hangat itu ia cicipi perlahan karena masih sedikit panas. Namun, karena Cristy terus saja menatapnya, meskipun teh itu panas, ia tetap menyesapnya hingga setengah. Cristy bersorak dalam hati. Ia bangun dari duduknya, berjalan menuju lemari nakas yang ada di ruang tamu. Dengan kunci yang menggantung di dinding, ia buka lemari untuk mengeluarkan satu buah map.
Wanita itu memperlihatkan map tersebut pada Edmun.
"Aku mau membicarakan utang mama kamu, Ed. Aku baru saja mandi, maksudnya mau ganti baju, tetapi karena kamu sudah datang, jadi aku pakai baju seadanya. Maaf kalau menganggu kamu, silakan dibaca terlebih dahulu ya." Cristy membuka map tersebut di depan Edmun.
Pria itu membaca tulisan di atas kertas tersebut dengan sedikit berbayang. Samar dan kemudian ia tidak bisa membaca huruf-huruf tersebut. Tubuhnya mendadak gerah, sehingga Edmun melepas dua kancing atas kemeja yang ia kenakan.
"Kenapa? Gerah? Ya ampun, maaf, aku lupa menyalakan pendingin ruangan." Cristy bangun dari duduknya untuk mengambil remote AC ruang tamu yang ia simpan di atas nakas.
"Sudah ya, Ed, semoga kamu gak kegerahan lagi. Silakan dilanjutkan baca draft perjanjian utang-piutang mama kamu dan juga aku." Cristy berpura-pura bersikap biasa saja, padahal ia tahu, obat perangsang dua kapsul yang ia masukkan tadi, pasti tengah bereaksi di dalam tubuh Edmun."Masih gerah?" tanya Cristy menyentuh leher dan kening Edmun yang basah. Aroma parfum yang sangat sensual membuat gairah Edmun semakin terbakar. Pria itu menahan tangan Cristy yang sedang mengusap peluhnya di kening. Lalu tanpa banyak kata, Edmun sudah mencium bibir Cristy dengan rakus. Tangannya pun tidak tinggal diam, menjelajah ke setiap inci kulit wanita yang saat ini benar-benar tengah membakar gairahnya.
"Jangan di sini!" Napas Cristy terengah-engah saat Edmun hampir saja merobek gaun tidur kimono yang ia kenakan.
"Bawa aku ke kamarku." Cristy menatap Edmun dengan tatapan penuh gairah sekaligus mendamba. Akhirnya dengan rencana licik seperti ini ia berhasil mendapatkan Edmun kembali. Hati bersorak-sorai, saat Edmun sudah membaringkannya di ranjang super besar di kamarnya. Pria itu benar-benar merobek gaun tidur Cristy, lalu melemparkannya sembarang arah. Nasfunya sudah tidak terkendali. Gairahnya terbakar dan ia harus menuntaskannya saat ini juga.
Bukan ia tidak ingat Luisa, tetapi istrinya itu tidak bisa disentuh untuk beberapa minggu atau bahkan tidak bisa disentuh untuk beberapa bulan ke depan. Tak mungkin ia menolak pesona Cristy yang menatapnya penuh damba dan juga cinta.
"Cristy, aku janji hanya untuk malam ini saja, bantu aku!" Rengek Edmun saat Critsy tiba-tiba berakting menolak disentuh oleh pria itu.
"Jangan, Ed, ini salah, kamu sudah punya Luisa. Maaf, kamu pulang saja!" Cristy mendorong tubuh pria itu, tetapi sayang, tenaga pura-puranya tentu saja tidak bisa membuat tubuh Edmun yang sudah terbakar api gairah, bisa bergeser dari tempatnya. Edmun malah menarik sedikit kasar tubuh Cristy hingga wanita itu terhempas di ranjang empuk.
"Jangan begitu, kamu tahu ini gak bisa dikendalikan. Aku menginginkan tubuhmu, Cris, tolong aku. Aku janji, satu kali saja!" Belum sempat wanita itu menjawab, Edmun sudah membabi buta menyerang bibir dan juga seluruh tubuh Cristy. Wanita itu terus berpura-pura meronta tidak terima, tetapi Edmun malah semakin ganas melakukan serangan.
Sementara itu, Luisa masih berada di rumah, tepatnya di kamar. Seharian ini ia tidak keluar dari kamarnya karena tubuhnya amat lelah, seperti baru saja melakukan pekerjaan berat. Makan pun ia di kamar, diantar oleh Bik Noni. Hingga pembantunya itu turut terheran-heran dengan sikap majikannya yang berbeda dari biasanya.
"Non sakit?" tanya Bik Noni saat mengambil piring makan sore Luisa.
"Tidak, hanya lemas saja. Malas banget turun dari ranjang, Bik. Mau tidur terus juga bosan. Nonton TV gak ada yang bagus siarannya."
"Non, bukannya gak ada yang bagus, wifi-nya mati kayaknya tuan belum bayar tagihannya." Bik Noni membuat Luisa tersenyum sumbang. Ia pun tahu bahwa suaminya belum membayar semua tagihan, termasuk tagihan PDAM, Wifi, dan tagihan yang lainnya.
"Oh, iya-kah? Saya malah baru tahu, pantesan gak ada yang bagus acaranya. Ya sudah, nanti saya yang bayar deh." Luisa mengambil ponsel, berpura-pura melakukan transaksi di sana, padahal ia tidak bisa melakukan apapun karena rekeningnya sudah dibekukan.
"Nona yakin gak perlu obat?" tanya Bik Noni lagi sebelum ia menutup pintu kamar Luisa.
"Nggak, Bik, makasih banyak. Saya gak papa, cuma lemas saja." Luisa tersenyum penuh rasa terima kasih. Bik Noni memang terlihat ketus dan apa adanya, tetapi wanita setengah baya itu sangat perhatian padanya, juga sangat cekatan dalam mengurus semua urusan rumah tangganya.
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Edmun belum juga pulang, bahkan sama sekali tidak mengaktifkan ponselnya. Luisa berkali-kali melakukan panggilan, tetapi selalu operator yang menjawab panggilannya. Tidak biasanya Edmun seperti ini, tidak ada kabar hingga larut malam.
Kamu di mana, Mas?
SendPesan itu untuk kesepuluh kalinya sudah ia kirimkan, tetapi masih ceklis satu saja di layar pesan WA.
Lelah menunggu suaminya pulang, Luisa akhirnya tertidur.
Tok! Tok!
"Non, permisi, mau sarapan apa?!" Seruan di luar sana membuat Luisa tersentak kaget. Ia menoleh pada jam dinding yang sudah berada pada angka delapan. Luisa menoleh ke sisi samping kanan ia tidur, nyatanya tidak ada suaminya di sana. Apa suaminya tidak pulang? Lekas Luisa turun dari ranjang untuk bertanya pada Bik Noni.
"Bik, apa suami saya gak pulang semalam?" tanya Luisa dengan wajah pucat, khas orang bangun tidur.
"Kayaknya tidak, Non. Soalnya kunci pagar saya simpan dan Tuan kayaknya gak pegang kunci. Lagian saya bangun dari jam empat dibuat belum keluar rumah sama sekali, tetapi gak ada lihat Tuan pulang atau sudah pulang, terus pergi pagi-pagi." Wajah Luisa mendadak resah. Ia berjalan masuk kembali ke kamar untuk menelepon suaminya, tetapi sayang ponsel Edmun tidak kunjung aktif.
"Halo, Ma, apa Mas Ed menginap di sana malam ini?"
"Halo, ini siapa?"
"Saya Luisa, Ma, menantu Mama. Masa nomor saya tidak Mama simpan?"
"Oh, menantu, tetapi bicara kamu tidak seperti menantu pada mertua. Bukannya tanya kabar atau apa, malah langsung saja. Kenapa? Ed gak pulang? Mungkin suami kamu lagi menginap di rumah wanita lain yang bisa membantunya terbebas dari belitan utang."
"Apa? Mama bicara apa?"
"Ya, Mama akan suruh Edmun poligami, menikahi janda kaya, agar bisa sedikit membantu masalah ekonomi yang saat ini tengah membelit kalian. Percuma punya istri sah orang kaya, tapi pelit!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dipaksa Foto Tanpa Busana oleh Suamiku
RomanceEdmun tiba-tiba saja meminta istrinya;Luisa agar mau difoto tanpa busana.