06. The Grandfather

1.3K 180 0
                                    

Rencananya hari ini Jeno mau membawa kakeknya ke rumah jompo setelah membuat janji dengan admin yang memegang laman resmi tempat yang dimaksud.

Tapi ternyata sebuah bel dari pintu rumahnya mengulurkan niat awal, kehadiran Jaemin dengan rentangan tangan benar-benar sebuah suprise yang tak terduga.

Berakhir keduanya saling melepas rindu di kamar Jeno. Pakaian yang melekat ditubuh keduanya kini tergelatak dilantai.

Bantal dan selimut jatuh dilantai, kedua tangan Jeno mencengkram erat sprai yang telah berantakan menerima sodokan Jaemin yang tak henti menyetubuhinya padahal sudah empat jam mereka bermain.

"Eungh~ Jaemin-ah~" rengek Jeno meringis ketika tubuhnya terlonjak kasar oleh gerakan pinggul kekasihnya.

Tubuh keduanya bermandikan peluh dan Peju, entah klimaks yang ke berapa, Jaemin kembali membasahi rektrum Jeno dengan cairannya.

Keduanya mengatur nafas memburu, Jaemin menarik Jeno agar duduk dipangkuannya tanpa melepas penyatuan. Keduanya saling berciuman dan melumat intens, berpelukan tanpa jarak dan merasakan kulit lengket dan basah masing-masing.

Jeno memeluk leher Jaemin, meremas dan menjambak rambut kekasihnya yang kini mendongak karena posisi Jeno yang lebih tinggi. Air liur entah milik siapa mengalir dari celah lah bibir Jaemin dan mengalir ke bawah telinga dan membasahi leher, menyatu dengan keringat.

Keduanya menikmati aktivitas seks mereka, hingga Jeno tanpa sengaja melihat celah pintu yang terbuka dengan kakeknya berdiri menatap lurus tanpa ekspresi.

"Akhh!" Jeno terlonjak menjauh ditempat dan juga mendorong Jaemin menjauh.

Keduanya sama-sama meringis karena penyatuan yang masih menyatu terlepas kasar oleh kelakuan Jeno.

"Sayang, ada apa?" Tanya Jaemin bingung.

Jeno menarik selimut menutupi tubuh polosnya lalu menatap kearah pintu dengan tatapan panik dan takut sambil menunjuk.

"A-ada yang melihat kita ... "

Jaemin mengerutkan kening, ia menoleh kearah pintu yang sedikit terbuka. Untuk memastikan perkataan kekasihnya, Jaemin bangkit dari kasur dan berjalan menuju pintu tanpa menghiraukan tubuh telanjangnya terpampang.

Jaemin menoleh kesekitar, tak mendapati siapapun ada didekat pintu kamar. Pintu itu kembali ditutup rapat dan dikunci, agak heran padahal tadi ia sudah mengunci pintu.

"Tidak ada siapa-siapa," tukas Jaemin membelai pipi Jeno yang masih ketakutan.

"Tapi tadi kakekku--"

"Kakekmu kan lumpuh, lagian kakek Lee tengah tidur di kamarnya yang ada dipojok. Kau mungkin hanya berhalusinasi, tenanglah." Ucap Jaemin menenangkan Jeno.

Tubuh Jeno dibawa berbaring tanpa bantal, selimut yang menutupi tubuh Jeno ditarik dan Jaemin masuk kedalam selimut itu.

"Yang tadi dilanjutin ya?"

"Eumh Auh! Jangan dicubit putingku! Sakit~ diemut aja."

...

Jeno berjalan menuju area dapur tanpa menyalakan saklar lampu, cahaya remang-remang menerangi. Jam menunjukkan pukul 3 dini hari, ia terbangun dipelukan Jaemin karena haus mendera.

Tubuhnya yang hanya terbalut jubah satin terasa gerah dan lengket. Satu gelas air mineral diteguknya hingga tandas tak bersisa.

Diantara keheningan malam, samar-samar ia mendengar bunyi rintihan lalu erangan kecil. Sumbernya dari pintu kamar kakeknya.

Jeno yang khawatir dan panik segera menghampiri kamar itu, melihat kakeknya kejang-kejang.

"K-kakek ada apa?!" Jeno tak tau apa yang terjadi pada kakeknya. Jeno bingung harus bagaimana, si kakek semakin parah dengan nafas berat seperti orang sekarang.

"JAEMIN!! JAEMINNN!" teriak Jeno memanggil kekasihnya agar segera kemari menolong. Tangannya bergetar mendial nomor panggilan darurat.

Jeno mau nangis rasanya, gak tau harus apa. Keadaan kakeknya semakin genting, ia hanya bisa melihat serta mondar-mandir tak jelas.

"Jaemin-ah!" Panggil Jeno lagi kini berjalan keluar pintu, kebetulan Jaemin datang hanya dengan celana boksernya.

"Ada apa! Kenapa berteriak?!" Panik Jaemin mendengar suara Jeno. Takut terjadi apa-apa.

"Kakekku! Kakekku kejang-kejang!" Tukas Jeno histeris.

"Hallo! Haloo tolong kirimkan ambu--" ucapan Jeno terhenti pada sambungan panggilan yang telah terhubung ketika menghampiri kakeknya yang kini tertidur pulas tanpa gangguan, begitu pulas dengan nafas stabil tidak seperti sebelumnya.

Panggilan langsung dimatikan oleh Jeno, melihat kakeknya lebih dekat. Jaemin yang dibelakang Jenopun keheranan, kakek Jeno terlihat baik-baik saja, tidak seperti yang dikatakan Jeno tadi.

"T-tadi kakekku--" Jeno kesulitan berkata-kata, ia yakin kakeknya seperti orang yang akan meregang nyawa.

"Kakek, bangun kakek." Jeno menggoyangkan tubuh kakeknya bermaksud untuk memastikan jika kakeknya tidak mati.

"Jen, sudah. Biarkan kakekmu beristirahat," tukas Jaemin mengambil alih tangan Jeno yang mengguncang tubuh ringkih Je-Hoo yang menggeliat kecil merasa terusik tidurnya.

Mau tak mau Jeno menurut perkataan Jaemin. Tubuhnya direngkuh, dibawa keluar kamar.

"Jaemin, tadi itu ... "

Jeno masih ingin menjelaskan, ia yakin tak salah lihat atau berhalusinasi. Masa iya kakeknya ngedrama, sakit dan ringkih begitu juga.

"Sst, iya-iya. Sekarang kita tidur ya," ajak Jaemin mengelus punggung Jeno lembut memberi ketenangan. []

- The Grandfather -

- The Grandfather -

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Gak nyangka ya tadi pagi sudah 25 vote dan malam ini lebih dari angka target di chapter sebelumnya. Nih cerita sebenarnya agak abal-abal kalau kubaca ulang 😀

Mau up pagi, tapi kayaknya malam lebih enak. Dan kali ini aku bakal targetin 30 vote. Haha~ ngelunjak ya, gpp lah, jadi ada waktu buat aku nyantai.

See you next chapter, babay~

[End] The Grandfather || JaemjenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang