Jennie melangkah gontai kembali kebangunan yang selalu dia sebuat sebagai rumah. kepalanya tertunduk dalam mengingat kembali kejadian beberapa jam yang lalu, tetesan darah mengikuti setiap langkah yang dia ambil merembas hingga mewarnai salju putih dibawahnya.
Langkahnya segera terhenti menatap salju dibawahnya dengan kepala yang tertunduk jatuh membumi bersamaan dengan air mata dan darah yang jatuh diatas tumpukan salju.
mata Jennie menatap lebar pada tanah, kedua tanganya mencekram erat rambut dan menariknya keras sembari menangis diam. suara berisik dikepalanya membuat Jennie kembali memukul kepalanya lagi tidak peduli akan rasa sakit yang nantinya dia rasakan.
"Anak itu bahkan tidak seharusnya ada..."
"arghh!" kembali pukulan demi pulukan Jennie daratkan dikepalanya membuat luka yang ada didahinya terbuka semakin lebar hingga darah keluar lebih banyak dengan tubuh yang sudah jatuh berlutut
"Mati, mati, mati, mati, mati, mati" kata itu terus terlontar dari bibir mungilnya, wajahnya yang sekarang penuh darah membuat pandangannya sedikit kabur. Air mata dengan campuran darah itu terus mengalir membasahi tanah dibawahnya
Kepalanya mendongak merasakan angin sepoi-sepoi yang menerpanya, matanya menatap beberapa bunga mawar yang mekar indah dihalaman
Seolah terhipnotis dia segera berdiri melangkahkan kaki kearahnya, meraih mawar putih dipot yang tentu terdapat banyak duri tajam yang mampu melukainya namun seolah itu bukan hal yang menyakitkan Jennie dengan enteng mengenggam batang mawar yang penuh duri itu ditangan kanannya membuat duri-duri itu menancap ditelapak tangannya
Segera dia mematahkan setangkai mawar itu dan membawanya masuk kedalam rumah bersama luka dan darah yang mengalir jatuh menetes dilantai disetiap langkahnya, langkahnya yang gontai membawanya melangkah kearah tangga menuju lantai dua
Namun begitu ia melangkah melewati ruang tengah samar dia mendengar suara lembut memanggil namanya, membuatnya menoleh menata sang Ibu yang melangkah kearahnya dengan tergesa-gesa.
"Sayang lepaskan mawarnya" ujar Ji ah sembari meraih lengan kanannya dan mengusap darah yang menetes diwajah Jennie
Jennie menggeleng menolaknya dan menarik tangannya kembali,menyembunyikan mawar dibelakang tubuhnya sebelum melangkah mundur menjauh dari Ji ah yang berjongkok didepannya
"Jen"
"a-aku akan meminta maaf pada Jichu" tuturnya melirih diakhir kalimatnya dengan darah yang terus menetes memberi warna pada lantai dibawahnya
Ji ah disisi lain hanya menatap Jennie dengan sendu menahan air mata yang akan mengalir keluar membasahi pipinya "kemari biarkan mommy membalut lukamu dulu"
Gadis kecil itu kembali menggeleng "sayang tanganmu terluka" Ji ah mencoba menjelaskan yang jelas diabaikan oleh Jennie. Lihat saja dia yang menunduk yang Ji ah yakini sedang memainkan jemari kakinya didalam sepatu
"Jen"
"a-aku harus m-meminta maaf pada Chu" gadis didepannya sedikit mengeser tubuhnya kesamping berniat melanjutkan langkahnya kembali jika saja Ji ah tidak mencengkram tangannya dengan kasar dan manrik mawar digengamannya sebwlum melemparnya jauh kesudut ruangan
"Bunganya!" Gadis itu berniat melangkah menuju tempat mawar itu berada sampai Ji ah menggendong tubuhnya dengan paksa dan mendudukannya disofa ruang tengah "apa yang kau lakukan?! Aku harus memiliki bunga itu untuk meminta maaf pada Chu!"
Jennie menyentak yang mengejutkan Ji ah dengan perubahan emosi Jennie yang begitu cepat "caramu memegang mawar salah sayang, kau melukai dirimu sendiri lihat" Ji ah menunduk menunjuk tangan kanan Jennie yang berwarna merah "jangan terluka hanya untuk kata maaf sayang"

KAMU SEDANG MEMBACA
Dancing in the Snow
General FictionJi ah harus menerima kenyataan pahit ketika salah satu anaknya yang saat itu berusia 10 tahun menderita spektrum autis