Gadis kecil berusia tujuh tahun itu menatap cemas pintu rumah besar yang ada didepannya. Gaun putih yang dikenakanya dia remas erat untuk menetralkan rasa gugupnya sebelum mengetuk pintu pelan, karena tidak mungkin anak sependek dia bisa menekan tombol bel yang setinggi orang dewasa kan?.Mendengar tidak ada sahutan dari dalam dia kembali mengetuk pintu sedikit lebih keras dengan tangan mungilnya, dan mengucapkan kata 'permisi' dengan sedikit keras berharap orang yang ada didalam mendengarnya.
Jennie yang saat itu memang sedang santai didepan tv disuruh Ji ah untuk membukakan pintu karna Ji ah memang sedang sibuk memasak didapur, dengan kaki kecilnya Jennie segera melangkah kearah pintu depan.
Pintu itu terbuka kecil hingga memunculkan setengah dari wajah mungil Jennie, matanya menatap datar gadis kecil yang ada didepannya sedangkan sang gadis yang ada didepan menatap Jennie dengan senyum lebar.
"Jendukie!" Jisoo segera menerobos masuk melewati pintu dan dengan cepat mendekap tubuh kecil adiknya yang masih saja sembunyi dibelakang pintu
"Ji...chu" dengan perlahan tangan Jennie kembali memeluk tubuh ramping Jisoo namun meski begitu wajah Jennie tetap datar tanpa ekspresi bahagia sekalipun
"Mandu unnie merindukanmu" Jisoo melepas pelukannya dan beralih mengecup seluruh wajah Jennie tanpa terkecuali namun gerakannya terhenti ketika Jennie mendesis setelah dia mengecup keningnya singkat
"Wae? Apa ada yang sakit?" matanya menatap cemas wajah mungil adiknya yang masih saja berekspresi datar sampai pandangannya tertuju pada kening Jennie yang terlihat membiru serta bengkak.
"Apa yang terjadi? Kenapa keningmu bisa biru seperti ini?" Jennie sebenarnya sama sekali tak mengerti apa yang Jisoo katakan karena Jisoo masih saja menggunakan bahasa korea yang bahkan belum bisa Jennie kuasai.
"Katakan pada unnie eoh, siapa yang membuat mu seperti ini?" Terlihat wajah cemas Jisoo menatap miris luka dikening Jennie, dia yakin itu pasti sakit meski wajah Jennie tidak menunjukkan rasa sakit sama sekali. Jemari kecilnya terulur menyentuh luka itu dengan perlahan mengusapnya dan menciumnya dengan ringan.
Ji ah yang melihat interaksi itu hanya tersenyum manis sebelum bibirnya menyerukan nama si tamu.
"Jisoo?"
Si empu yang merasa namanya dipanggil segera menolehkan kepalanya kearah Ji ah yang memang menyusul Jennie kepintu karena anaknya yang tak kunjung memberi tahunya siapa sang tamu.
"Eomma!" Karena girang bertemu dengan ibunya lagi Jisoo segera berlari dan menabrakkan tubuhnya kearah Ji ah, sedangkan ibu dari dua anak itu dengan sigap langsung mendekap erat tubuh anaknya.
"Kamu sendirian ya?" jisoo mengangguk pelan dibahu Ji ah yang bertanya dengan lembut padanya sembari salah satu tangannya mengelus sayang surai hitam Jisoo sedangkan tangan lainnya melambai kearah Jennie, memintanya untuk menghampirinya.
Jennie yang melihat lambaian tangan sang ibu memilih mengabaikan dan segera melangkahkan kakinya kembali ke sofa depan tv, mengambil rubik dan memainkannya dengan mata fokus pada layar tv yang menampilkan acara kartun si sepons kuning.
Ji ah yang melihat tingkah Jennie hanya tersenyum miris, diabaikan oleh anaknya sendiri itu memang sakit. "Jisoo susul lah adikmu, temani dia menonton tv ya?" Kalimat itu terlontar lembut dari bibir raum Ji ah
"Ne" Jisoo menganggukkan kepalanya semangat namun wajah sumringah itu segera berganti dengan raut wajah yang penuh dengan kekhawatiran "eomma kenapa kening Jenduk bisa memar?"
kalimat yang jisoo lontarkan padanya membuat hati ji ah bergejolak memikirkan jawaban yang tepat untuk memberi tahu anak sulungnya itu, sembari mengusap dahi jisoo yang berkerut khawatir ji ah tersenyum untuk meyakinkan jisoo atas apa yang menimpa adiknya.
"Adik mu hanya terjatuh sayang." Kalimat itu jelas saja jisoo percayai terlebih melihat senyum manis terlontar dari bibir ibunya.
.
.
.
"Lisa ayo cepat!" suara kecil itu melengking tinggi dari bibir kecil gadis berpipi chubby kaki jenjangnya berlari cepat diantara banyaknya orang yang ada dibandara tidak sekalipun peduli dengan pengawal yang kini kerepotan membawa dua koper besar sembari mengejarnya dan Lisa yang kini berlari bergandengan tangan.
"haiss tupai pelankan langkahmu" Lisa menggerutu kesal pada gadis berpipi chubby yang sedari tadi menyeretnya keluar bandara
"tidak ada! aku tidak ingin J menunggu" tentu sentakan keras suara Rose membuat Lisa terkejut namun mendengar nama salah satu unnienya yang keluar dari bibir saudarinya membut dia segera menyamakan langkahnya dengan rose
hingga langkah mereka mulai melambat ketika melihat dua orang berseragam rapi berdiri di kedua sisi pintu mobil, berpikir 'apa mungkin itu jemputan mereka' dan pikiran itu terbukti benar dengan datangnya pengawal mereka yang sedari tadi tertinggal dibelakang.
dia menghampiri Rose dan Lisa yang berdiri diam sembari menetralkan nafas baru setelahnya pria itu menyuru Lisa dan Rose untuk segera berjalan kearah mobil dan masuk kedalam sampai dimana Rose menyuruh sang supir untuk mengemudi cepat.
"paman Song, bisa lebih cepat lagi?" mungkin karena rasa rindu yang besar pada kakaknya membuat Rose kembali menyuruh Song Joong-ki untuk mempercepat mobil yang mereka kendarai.
"maaf nona, ini suda batas kecepatan yang di izinkan" dengan penuh kelembutan Joong-ki mencoba memberi tahu Rose yang kini tengah gelisah di tempatnya. sedangkan Ji Chang-wook yang sedari tadi diam kini mulai menoleh kebelakang dan memberi Rose senyum manis untuk menenangkannya
"Saya yakin nona Jisoo dan nona Jennie kini juga tengah menunggu kalian nona" Kalimat itu Chang-wook ucapkan dengan senyum tulus dibibirnya
Lee Dong-wook yang mamang duduk di samping Rosé segera mengelus lembut rambut Rosé agar dia segera tenang berbeda sekali dengan Lisa yang kini duduk diam namun mengigit bibir cemas
KAMU SEDANG MEMBACA
Dancing in the Snow
Fiction généraleJi ah harus menerima kenyataan pahit ketika salah satu anaknya yang saat itu berusia 10 tahun menderita spektrum autis