03 DITS

406 54 6
                                    

Gadis dengan tinggi 165 cm itu berdiri kaku ditengah-tengah trotoar menatap penuh heran pada papan nama diatasnya, tangannya yang tadi sibuk melekatkan ponsel dengan telingannya itu terkulai kaku.

Netra cokelatnya menatap kesana kemari dengan nafas gusarnya menggengam ponsel seerat mungkin untuk menghilangkan rasa cemas yang melanda dirinya.

Tangannya yang menggengam ponsel mulai gemetar, dadanya kembang kempis dengan kepala yang tertunduk dalam menatap kedua sepatunya. Tubuhnya terhuyung sesekali karku akan selalu menemukanmu dimanapun kau berada, bahkan jika dibelahan dunia lainnya"ena senggolan beberapa pejalan kaki yang melewatinya.

"Aku akan selalu menemukanmu dimanapun kau berada, bahkan jika dibelahan dunia lainnya"

Setetes air matanya jatuh membumi membasahi sepatu putihnya. Bahunya yang bergetar dengan isak tangis kecil tak mampu didengar oleh dunia saking bisingnya suara kendaraan juga langkah kaki yang bergema.

Pipi dan hidungnya memerah sebab dinginnya udara. Isak tangisnya tak berhenti karena sekeras apapun dia berusaha untuk menahan air mata itu tetap melonjak keluar terlebih suara tangisnya yang ingin didengar semesta.

Beberapa orang yang melaluinya hanya berjalan santai seolah tak melihat raganya yang berdiri disana

Lama dia menunduk mencoba mereda tangisnya hingga tangan kanannya ditarik kedepan oleh seseorang.

Bukannya tak peduli tapi karena dia tahu siapa orangnya hingga dia hanya mampu menangis lebih keras dengan kepala tertunduk menatap tangannya yang bertautan dengan tangan gadis lain didepannya

Beberapa orang yang berlalu lalang hanya menatap heran pada keduannya, ayolah mana ada orang buta yang menuntun gadis sehat yang mampu melihat.

Tak....tak.....tak....

"Tanyalah pada orang jika kau tersesat"

Kepalanya terangkat menatap teduh pada fitur belakang kakaknya genggamanya mengerat sebelum menjawab

"K-kau bilang akan menemukanku"

"Tidak selalu, aku buta Jennie"

"tapi kau menemukanku" gadis bersurai cokelat itu madih setia mengikuti langkah orang didepan yang menarik tangannya.

"Hanya beruntung" pipinya menggembung tak menyetujui jawaban yang diberikan

"Chu"

"Diamlah"

.

.

.

Kini gadis bersurai cokelat itu menyandarkan tubuh sepenuhnya pada punggung Jisoo yang berjalan dengan tangan yang sibuk menggunakan tongkat sedangkan tangan lainnya menahan berat bobot tubuh Jennie

"Lain kali jangan jalan sendiri" tuturnya sembari mengangkat kembali tubuh besar Jennie yang melorot kebawah "apa lagi sampai keluar sendirian"

"Hm" nasehat lembut itu hanya dibalas deheman singkat dari Jennie yang kini menuenderkan dagunya pada pundak sang kakak

"chu" suata lembut itu mengalun indah didekat telinga Jisoo hingga hembusan nafas Jennie menggelitik lehernya

"Hm?" Balasnya singkat

"Dokter bilang... a-aku tidak akan sembuh" langkah lebarnya yang cepat mulai melambat. Meski Jennie hanya berguman kecil namun Jisoo akui kalimat itu terdengar begitu jelas untuknya yang buta penglihatan.

"Kau tidak berbicara dengan dokter Jen" jawabnya dengan suara pelan seolah takut akan reaksi Jennie selanjutnya

"karena itu aku mendengarkannya"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dancing in the SnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang