33. Palembang, I'm Coming

24 12 2
                                    

"Kecewa, selalu mempunyai cara sendiri untuk berusaha melepaskan. Tapi, setia tidak pernah kehilangan jalan untuk terus bertahan. Meski aku sudah di tahap menyerah, aku masih punya sedikit harapan padamu, Mas."

Farida menutup laptop barunya, yang baru dibelinya beberapa hari yang lalu. Tentu saja, dengan uang hasil jerih payahnya sendiri. Bukan karena Zainudin tidak juga menafkahinya, bukan!! Zainudin masih sama, memberikan uang hasil kerjanya, meski kini, hanya separuh dari jumlah biasanya. Alasannya? Farida tidak mau tahu, apa, mengapa ataupun kenapa.

Masih jelas teringat, pelukan hangat Zainudin sepulang kerja. Seakan semua tak mungkin menghilang, kini hanya kenangan yang telah dia tinggalkan. Tak tersisa lagi, waktu untuk bersama. Bak gelas kaca yang sudah pernah retak, sepandai-pandai Farida menyimpannya, ketika gelas itu tersenggol dan jatuh, sudah remuk berkeping, menjadi puingan tak berbutir.

Di hari ulang tahun pernikahannya dengan Zainudin, justru Zainudin melakukan kesalahan terbesarnya. Tepat 6 tahun mereka menjalani biduk rumah tangga, mungkin akan berakhir di detik itu juga. Untuk pertama kalinya, dia tidak pulang tanpa memberitahu istrinya, Farida. Padahal, semua makanan kesukaan Zainudin telah terhidang di meja. Makanan yang pada akhirnya menjadi pesta akbar pasukan semut.

Farida pikir, malam itu, semuanya bisa diperbaiki, nyatanya, sebaliknya. Hancur!

Sebuah surat dituliskan Farida untuk suaminya, Zainudin.





Assalamualaikum, zaujii

Kamu, teruntuk kamu hidup dan matiku

Aku tak tahu lagi harus dengan kata apa, aku menuliskannya

Atau dengan kalimat apa, aku mengungkapkannya

Meski ini bukan untuk pertama kalinya

Tapi, kamu buat aku kembali percaya akan kata cinta

Dan benar, bahwa cinta masih berkuasa diatas segalanya

Ketika hatiku yang sangat rapuh ini

Diuji oleh duniawi, diuji oleh materi

Untuk kesekian kali, lagi, lagi dan lagi, terus lagi

Ingin kugambarkan, tapi tak bisa

Akhirnya ....

Kutuliskan kenangan tentang caraku menemukan dirimu, zaujii

Tentang bagaimana, kenapa, serta apa yang membuatku begitu mudah

Memberikan hatiku padamu

Aku pergi ....

Bisa sebentar

Atau tidak untuk kembali

Carilah aku, jika kewarasanmu telah kembali

Lepaskan aku, jika kamu memang tidak menginginkanku



Salam sayang

💋

Farida Munti (Wanita yang pernah kamu cintai)



Bukan tanda tangan bertinta emas, melainkan bubuhan stempel lipstik berwarna merah pada bibirnya, yang menghiasi sepucuk surat perpisahan Farida. Surat yang begitu aesthetic penampilannya. Dengan beberapa aksen tinta yang luntur karena tetesan air matanya, juga akibat lelehan maskara yang dikenakan Farida. Ada bercak hitam, di sepucuk surat cinta Farida untuk Zainudin.



***




Bandara Adisutjipto, Yogyakarta - Bandara Sultan Mahmud Badarudin II, Palembang



After The War [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang