35. Prepare

29 12 3
                                    

Afghanistan, Juli 2021

Sehari setelah surat tugas dari PBB turun, akan ada peralihan komando untuk sementara waktu, selama Letnan Ricard di Indonesia. Masih ada 29 hari lagi, untuk mencari pemimpin sementara. Bertepatan dengan itu, Zee harus kembali ke Amerika, karena masa tugasnya di Afghanistan telah habis.

29 hari, bukan hari yang lama untuk mencari pemimpin pengganti sementara. Ini terlalu mendadak memang. Tapi, PBB sudah memplotkan nama Ricard Huo jauh-jauh hari sebelum hari ini tiba. Dia menjadi satu-satunya manusia yang dinilai sangat pantas untuk mewakili PBB dalam kerjasama bilateral antar dua negara, dalam pelatihan militer angkatan darat.

Ini menjadi sulit bagi Letnan Ricard untuk mencari orang yang berkarakter seperti Zee. Tapi, urusan perpanjangan perizinan penugasan, tidak bisa dilakukan jarak jauh, harus ada yang bertemu langsung untuk memperpanjang izin penugasan ke markas besar militer di Amerika. Namun, jika Zee benar-benar diinginkan oleh Letnan Ricard untuk bertahan sementara waktu di Afghanistan, tentu permohonannya kemungkinan besar dikabulkan.

Namun, kali ini, Letnan Ricard sedikit berat untuk menahan Zee di Afghanistan terlalu lama. Terlalu beresiko untuk Zee. Terlebih setelah Zee kehilangan sebelah kakinya saat menyelesaikan misi bersamanya. Secara tidak langsung, Letnan Ricard ikut andil dalam tragedi yang merenggut sebelah kaki Zee. Belakangan Afghanistan memang mulai memanas, terkait perebutan wilayah. Kepemimpinan militer, harus dipegang oleh orang yang tepat, menurutnya.

"Morning Sir … what are you doing? You look so confused? Tell me what …."

"I'm in hot water. In a nutshell, I'm in charge of the safe keeping in Afghanistan. On the other hand, I must go to Indonesia."

"No hassle, Sir!"

Letnan Ricard menarik nafas panjang, berusaha menyembunyikan kecemasannya di depan Zee. Gagal. Seperti biasa, semua dapat dibaca dengan jelas oleh Zee. Zee bak cenayang dengan jam terbang tinggi menjulang. Dia sengaja menggoda Letnan Ricard dengan sebuah saran yang sudah pasti ditolaknya tanpa berpikir dua kali.

"Then just cancel your trip."

"Oh no!" Secepat kilat Letnan Ricard memberi jawaban itu.

"Why not?" Zee masih terus menggoda dengan nada tengil.

Zee pura-pura tidak tahu, padahal, jauh sebelum dijelaskan, dia sudah paham. Letnan Ricard betul-betul menginginkan posisi itu. Tentu, salah satu tujuannya adalah untuk bertemu dengan wanita pujaannya, Farida Munti. Jikapun ditolak kehadirannya, dia punya alasan yang sangat masuk akal, yaitu sedang latihan bersama tentara AS lainnya. Mereka berakhir dengan saling menertawai.

Akhirnya, setelah memutar otaknya, mungkin sampai keriting, Letnan Ricrad menemukan alasan yang paling tepat untuk dikatakan di depan Zee.

"Zee … I know, this is not simple for me. That someone must create progress. Passion, action, noble intention. And I found you. But …."

"But?"

"Forget it!"

Tiba-tiba, Letnan Ricard mengurungkan keinginannya untuk Zee tetap tinggal di Afghanistan.  Kemudian meninggalkan Zee begitu saja, tanpa melanjutkan ucapannya.



***

Hari berlalu begitu cepat, rasanya banyak kejadian yang ter-skip begitu saja.  Letnan Ricard, dengan segala keraguannya berusaha memberikan yang terbaik. Kini, tidak ada lagi Zee di Afghanistan, dia telah dipulangkan sejak dua minggu yang lalu. Dia tidak bisa memperpanjang masa penugasan Zee karena suatu alasan dan markas besar angkatan darat Amerika Serikat menyetujuinya, untuk selamanya tidak melibatkan Zee dalam konflik di Afghanistan.

Bagi Letnan Ricard, ini terlalu berbahaya untuk keselamatan Zee. Dia punya keluarga yang selalu menanti kabar kesehatan dan keselamatannya. Berbeda dengan Ricard. Maka, dengan segenap hati dan penuh kesadaran, dia menulis surat jaminan keselamatan untuk Zee sampai dia pulang ke markas besar militer angkatan darat di Amerika Serikat. Perjalanan Zee untuk mengikuti jejak Letnan Ricard berakhir di Afghanistan. Perpisahan untuk kebaikan bersama. Setidak demikian yang dapat dimengerti oleh kedua pihak. Dengan berbesar hati pula, Zee menerima keputusan yang sudah dibuat oleh Letnan Ricard.

Sebagai gantinya, seorang veteran angkatan darat Amerika ditugaskan sementara sebagai pemimpin pasukan di Afghanistan, setidaknya sampai Letnan Ricard kembali dari tugasnya di Indonesia.

"I will do the best," ucapnya mantap sambil menyalami salah seorang veteran yang menggantikannya sementara waktu.

"Proud of you!" timpalnya.

Kepergian Letnan Ricard membawa sejuta harapan dari rakyat Afghanistan juga dari pasukan PBB lainnya. Dia adalah tentara multitalenta, berwajah menggoda dan dengan segudang prestasi yang sangat dielu-elukan kehadirannya oleh masyarakat, terutama kaum hawa yang merindukan kehadiran tulang punggung keluarga. Air mata harapan mengiringi Letnan Ricard dan beberapa pasukan yang akan diberangkatkan ke Indonesia.

Sebelum keberangkatannya esok hari, Letnan Ricard menyempatkan untuk memberi tahu kabar ini kepada Farida.



💂‍♂️ [Farida, waiting for me]

🧕 [Apa maksudmu, Mister?]

💂‍♂️ [I joined with bilateral cooperation]



Ya Allah … jantungku! Farida merasa sangat gugup setelah Ricard mengabari hal tersebut. Diremasnya kuat-kuat agar jantungnya tak melesat dari tempatnya berpijak.

Antara senang dan takut. Senang, pada akhirnya, ia akan bertemu seorang teman yang selama ini hanya dikenalnya lewat media sosial. Takut, karena dia tidak pernah bertemu laki-laki lain selain mahramnya tanpa Zainudin atau bapaknya. Terlebih dia adalah seorang tentara, Amerika pula. Sudah terbayang dalam benaknya, bagaimana kengerian ketika dia berhadapan wajah dengan seorang tentara berbadan tinggi, tegap, kekar, bermata biru, serta berambut pirang. Belum apa-apa saja, Farida sudah grogi dengan keringat bercucuran. Bagaimana besok, jika dia benar-benar bertemu Ricard?

"Ya Allah, apa aku mimpi ya, besok, ya besok! Aku akan segera bertemu dengan Ricard, seseorang yang selama ini selalu menyemangatiku. Dan satu-satunya orang yang tau masalahku dengan Mas Zai. Astaghfirullah …," berulang kali, Farida memilin butiran tasbihnya, untuk menenangkan hatinya.

Semalaman, Farida tidak bisa tertidur. Dia sempat melakukan panggilan kepada suaminya, Zainudin. Sayang, Zainudin sama sekali tidak merespon panggilan Farida. Entah tidak sengaja atau memang sedang main gila bersama Jesica. Prasangka Farida makin menjadi, kala melihat foto suaminya sedang berada di tempat yang sama dengan Jesica. Foto yang diunggah di laman media sosialnya. Meski tidak menunjukan foto berdua, tapi firasat Farida mengatakan, mereka ada di tempat dan waktu yang sama.

"Ah sudahlah …. Ternyata, kamu emang ga nyari aku sama sekali, ya, Mas!"

Pahit getirnya perlakuan Zainudin, membuat niat dan tekad Farida semakin membulat untuk bisa bertemu dengan Ricard seorang diri.

Maaf ya Allah … aku ga ada pilihan lain. Aku sama sekali tidak akan mendustakan hati ini. Aku hanya menemui Ricard sebagai temanku. Dia spesial, dia temanku dari belahan benua yang sangat jauh. Dia yang lebih peduli tentang perasaanku ketimbang Mas Zai. Aku tau ini salah, tidak seharusnya, aku menemuinya sendiri. Lindungi semuanya ya Allah. Kutitipkan Mas Zainudin kepada penjagaan Mu. Kutitipkan hatiku, atas perasaanku, hanya kepada Mu ya Allah.






After The War [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang