Hujan dengan derasnya meluncur dari atas sana, laksana deras air terjun turun ke bumi. Menyerang dengan ambisius bersama bala tentaranya. Bala tentara yang menembakkan panah dari atas awan. Menusuk sampai ke lubuk hati yang paling dalam.
Dikantong celanaku, kuselipkan sebuah barang berharga. handphone tercinta ku. Suasana malam gelap gulita. Tak ada cahaya, tak ada satupun penerangan dalam hidup.
Di tengah situasi mencekam. Suara gerutu hujan larut berkombinasi dengan suara melengking anak-anak. Menimbulkan suasana pecah amburadul. Ku ambil barang berharga yang terselip di kantong celana. Ku potret sekali. Aku harap hasilnya sempurna, agar menjadi bukti bahwa pada hari itu pernah terjadi mara bahaya yang besar.
Aku berlari ke rumah nenek, yang tak jauh dari rumahku. Berlari melindungi diri dari mara bahaya.
"Mana kunci mobilnya bapak mu?" Suara tinggi paman ku. Aku terkejut. Kemudian, Aku menggeleng tak tahu. Detik itu aku menjadi pikun seketika, lupa akan segala hal, mungkin panik salah satu faktor utamanya.
Pada saat itu, ku putar setir kakiku, aku berbalik arah, menuju rumahku. Tapi, hantaman larian warga di kiri dan kanan bahu ku, membuat kejut seketika. Juga bayang bayang mereka yang menyambar bagai segerombolan ninja. Pemandangan yang terjadi di depan mata bagai prajurit yang kalah perang. Mundur dari medan perang. Maka, ku putar kembali setir ku. Kali ini, bingung akan ku bawa ke mana setir kendaraan tubuh ku ini. Ya Tuhan.. berikan hamba petunjuk, Hamba lemah, Hamba tak kuasa atas hal ini.
Pada hari itu, terasa sudah kelemahan manusia. Kita hanyalah tanah. Buat apa kita bersikap bagai langit menjulang? sedang, kita tidak tau kapan musibah datang, dan kapan kematian itu datang secara tiba-tiba, yang tiba-tiba menjadi tamu kita? aku cinta akan dunia ini, apakah aku pergi secepat ini? tidak, tidak. Jangan engkau larut dalam ilusi. Tidak, jangan aku larut dalam pikiran ku sendiri. Memang betul apa yang di katakan malaikat Jibril:
"Cintailah apa yang kamu senangi, sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya."
Setelah ilusi pikiran manusia telah hilang, baru aku sadar, kita tak boleh tinggal diam. Aku harus usaha!!
Setelah panasnya hawa di tubuh ku akhirnya redup juga menjadi dingin kembali. Aku yang sembari tadi tegang minta ampun. sekarang, agaknya, sudah mulai tenang. Aliran air yang nun jauh disana, melompat naik melewati persipangan jalan. Membuat sungai di tengah-tengah kota. Aku tertekun melihat pemandangan langkah ini. "Bagus juga yah, air ini rata dengan trotoar," sahut ku. Memang tinggi permukaan trotoar dari aspal sekitar 25 cm diatas nya. Yang dimana, air telah rata dengan kepala trotoar. Membentuk sungai di tengah himpitan kanan dan kiri trotoar itu. Indah sekali.
****
Ingin sekali rasanya aku duduk merapatkan tangan diantara dua kaki yang ditekuk. Sembari menikmati kibasan angin di tengah-tengah malam hujan lebat. Tiba-tiba!!
Dari kejauhan, kulihat pemandangan mengerikan. Tubuh ku lemas tak berdaya. Ruh ku seakan terbang entah kemana. Apa itu? Gelombang apa yang besar itu? Suara mengerikan apa yang dari sana itu? Gulungan. Yah, Gulungan yang amat besar.
pada saat itu, detik itu. Hanya dua harapan yang timbul di dalam pikiranku. Hanya dua. Tak ada yang lain. Hidup atau Mati.
💢Bagaimana kelanjutan kisah hidupnya? Gelombang apa yang dimaksud? Akan kah Zafran dapat selamat?
💢Atau kah.... Mati di jemput tamu yang tak di undang?
Saksikan terus kisah pedih didalam kehidupan Zafran yang menjadi pelajaran hidup bagi kita semua 🖤🤍
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi Berhijab Putih (Revisi)
HumorUsai peristiwa Akbar yang tak akan hilang dari kepala dan tak terhapus di hati. Ahmad Zafran Zarkasyi, harus tegar dalam menjalani badai ujian demi ujian hidup yang melanda. Kisah pilu dan penuh lika liku kehidupan. Zafran, pemuda itu. Harus kokoh...