chapter 5 - Gelap Malam

53 13 0
                                    

Wahai langit,
Wahai bumi,
Angin berhembus dari barat
Air datang mengalir dari timur
Kematian tidak ada yang tahu
Aku harap ditengah-tengah kita
Bukan kematian
Melainkan cinta

  Suara petir dengan ganas menyambar-nyambar bertempur diatas langit. Suara aliran halus masuk ke lubang telinga. Suara gelombang berputar menimbulkan bunyi gelombang biru. Awan-awan di puncak langit masih menangis deras. Belum ada tanda-tanda dari langit dapat membujuk awan agar segera berhenti dari tangis nya.

Air yang tergenang di lorong kami itu lambat laun sudah mulai surut. Para bapak dan laki-laki dewasa berbondong-bondong turun untuk mengecek kondisi terkini. Beberapa menit kemudian....

 Cahaya terang ditengah gelap menyorot mataku dari sela-sela kaca. Terang sekali. Aku menutup melindungi mata dengan punggung tanganku dengan model tangan terbuka. Suara denyut jantung ku berdebar tak henti-henti, dahi di basahi oleh keringat, dan tangan gemetar mengikuti tempo ritme bunyi hujan.

Dengan rasa tegang yang sudah naik sampai ke ubun-ubun. Tiba-tiba....

"Woii" teriakan keras dari arah jauh mendenging di telingaku. Aku terkejut bukan main. Aku kira sesuatu yang membawa kabar buruk, yang membuat muka menjadi murung. Nyatanya, membawa kabar gembira, yang membuat muka menjadi tersenyum.

Suara orang dewasa. Bapak-bapak. Menggelegar!!

Bapak-bapak yang teriak itu, memakai Jas hujan bermotif polos dan berwarna hijau. Gelapnya malam menimbulkan cahaya di jas polos hijau nya jika terkena sedikit saja cahaya. Bapak itu membawakan kami lampu pijar diantara dunia kami yang sedang gelap dan hitam. Membawa secercah harapan, di tengah harapan yang hilang.

"Ini ada Snack!!" Teriaknya, Menggelegar lagi. Sambil membuat model tangan membentuk seperti huruf O di ujung mulut nya. Tangannya kemudian di turunkannya. Di sela-sela jari jemari kedua tangannya ada kantongan yang dijinjing berisikan berbagai macam makanan ringan. Hanya itu yang menjadi pengenyang perut orang-orang lapar. Walau aku tahu, banyak diantara kami yang sudah makan. Tapi, Akibat, Stress mungkin. Menimbulkan kenyang kami hilang dibawa terbang bersama hembusan angin. Hilang entah terbang kemana.

Anak-anak, para bapak, para ibu, orang-orang dewasa, dan anak-anak muda, bahkan orangtua bangka sekalipun. Semuanya, Sekali lagi semuanya. Berbagai macam bentuk raut muka yang diperlihatkan dari muka-muka mereka. Anak-anak kecil itu senang bukan main melihat Snack dengan harga murah, bagai melihat mainan dengan harga yang paling mahal. Senang mereka terlihat ketika mereka mengintip dari sela-sela kaca melihat barang yang di jinjing bapak jas hijau tadi. Disaat mereka membalik badan, kulihat senyum mereka manis-manis, gigi-gigi seri mereka bersinar-sinar, mata-mata mereka bercahaya-bercahaya, bahkan suara tawa-tawa mereka bahkan dapat menenangkan derasnya hujan. Disamping itu, anak-anak muda yang lain duduk menyandarkan tubuh bagian belakang mereka pada tembok kayu itu. Termasuk aku sendiri.

Setelah melihat cahaya tadi, kami berderet duduk menunggu makanan. Di tenteng nya makanan ringan oleh bapak jas hijau tadi. Menaiki tangga rumah dan menghampiri kami para kumpulan anak-anak. Suara cengengesan anak kecil yang meminta makanan ringan dari bapak jas hijau itu, Mungil sekali. Kami yang anak muda juga tak mau kalah. Kami juga ikut turut mengambil bagian. Aku mendapat dua snack kacang rosta, ku buka satu untuk aku lahap. Dan Kami para anak-anak muda, duduk bersandar di dinding kayu diantara lorong sempit gelap ruangan. Kami mengunyah kacang demi kacang, kami hancurkan menggunakan mesin penghancur mulut kami. Kami telan. terus kami hancurkan lagi, dan begitu seterusnya.

****

"Enak yah dam kacangnya," tanya ku sambil mengobrak abrik kacang di dalam mulutku.

"Yah enaklah, apasih yang gak enak kalau kamu yang makan ran," jawab Idham meledek ku

Bumi Berhijab Putih (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang