chapter 7 - Hilang

50 4 1
                                    

A... Aku diluar kendali, Boom!!!

..............

Kukkuruyukkk....

Krikk-krikk...

"Ehhh adek!! Jangan di pencet-pencet itu lampunya, ganggu tau.." Sang kakak sedang berusaha menahan adiknya untuk berhenti memencet-mencet tombol icon lampu di ponselnya.

Hualah. Nyatanya cahaya yang bersinar berkedap-kedip sembari tadi yang menganggu mengusik ku sejak tadi hanya sebatas kedipan cahaya lampu dari icon ponsel? Huftttt... Setidaknya aku bisa menarik napas lega.

•••••

Pagi tiba, matahari memberi salam.

Mata-mata masih banyak yang sipit-menyipit.

Mulut-mulut masih banyak yang mengeluarkan uap bau mengerikan menandakan rasa lelah dan letih semalaman.

Adapun untuk anak kecil, masih ada yang erat di pangkuan ibunda. Atau, anak anak ada pula yang sedang bingung dimanakah ibu atau bapaknya berada sekarang?

Suasana pagi yang shahdu. Gema gemulai angin pagi. Dibawah awan biru yang bertumpuk-tumpuk. Kesempurnaan alam yang masih terasa indah. Tapi pun demikian, walau begitu, tidak elak dapat menghilangkan rasa sakit, sedih, air mata para manusia. Tidak pun dapat memberi sedikit hiburan untuk sekedar melihat sedikit senyuman tipis diwajah mereka.

Aku bangkit dari tidurku. Kemudian menyilang kan kaki kanan dan kiri ku. Lalu merapatkan bagian belakang tubuhku di dinding rumah tersebut.
Kuputar kepala ku kanan dan kekiri. Ku pandang nya wajah Idham dan Gabriel yang terlihat kecut masam. Laksana jeruk purut kelindas truk yang ditabrak di tengah jalan. Walaupun demikian, dilihat nya dari pandangan batin dengan batin, dilihatnya dengan sebuah perasaan senasib. Yang menimbulkan rasa iba dan empati. Barulah aku paham betul tentang arti ketidak punyaan apa-apa.  Yang pikiran menumpuk diatas kepala. Otak berputar 90° memikirkan nasip kehidupan apa yang akan dihadapi lagi dikemudian hari. Tidak itu sejam lagi?, Ataupun sehari lagi?, atau bahkan setahun lagi? Maka, dasar inilah yang menjadi betul betul tamparan keras untukku.

"Huaaaaa!!!"

Lamunan ku terhenti saat mendengar suara itu. Dan disana telah terbuka sedikit demi sedikit kelopak mata milik Gabriel. Badannya lunglai untuk bangun. Nampak nya memang saat- saat seperti ini badan siapapun lemas bukan main rasanya.
Disandarkannya lah tubuhnya di dinding rumah. Sama seperti aku tadi.

Bagai telah ada ikatan persaudaraan. Idham ikut-ikutan bangun dari dunia layar mimpinya.

"Huahhh, udah pagi aja nih" tambah Idham. Sesudah dia meregangkan kedua tubuhnya, lalu dengan model duduk yang sama seperti aku tadi.

Tanpa aba-aba apapun. Idham menepuk pundak ku secara tiba-tiba. "Olele, dari tadi yah kamu bangun nya? Dasar enggak bilang-bilang lu."

"Yeuuu orang situ tidurnya pulas banget, liat noh air liur lu tuh nyerembet kemana-mana." Jawab ku sinis sambil menunjuk tempat air liur miliknya.

"Iya, mana bau ikan asin lagi." Sambar Gabriel.

"Wahh, kurang asem lu rel." Gerakan kepala Idham secara spontan ke arah Gabriel,  sambil menunjuk dengan jari telunjuk nya ke arah Gabriel.

"Emang nya kenapa? This is fakta masseh" jawab Gabriel tidak mau kalah.

"Lu juga sadar diri lah, situ bau liur nya juga kayak bau kodok kok."

Mereka berdua pun saling debat. Tidak ada yang mau kalah dari pertarungan. Tidak ada yang tidak mau jika argumen nya tidak yang paling benar.

Walau begitu. Tingkah mereka. Para pendekar kesiangan. Sedikit membuat ku tertawa. Pertengkaran yang dimana bukan membuat tali ikatan robek ataupun putus, tetapi malah membuatnya terikat semakin erat.

"Udah-udah, gabaik kek gitu." Sanggah ku untuk menghentikan pertarungan yang sedang memanas.

Pertarungan itu akhirnya dapat dihentikan-walau kedua kubu masih terlihat tidak setuju-

Kali ini, aku memulai pembicaraan. Mengajak teman-teman ku itu untuk turun kebawah rumah dan memperhatikan apa-apa saja yang terjadi di luar sana.

"Yukk, turun kebawah kita liat kondisi,"

"Ayoo, gass..!!" Jawab kedua temanku itu dengan spontan.

Dimulai dari aku, kemudian Gabriel, lalu dibelakang nya ada Idham. Antri menuruni tangga.

Dinding-dinding bawa rumah sudah di penuhi lumpur yang menjijikkan. Dan tangga-tangga rumah pun nampak ikut ikutan terkena lumpur. Tanpa alas kaki, kami satu persatu menuruni anak tangga satu demi satu. Setelah sampai di lantai dasar. Betul-betul di luar dugaan kami. Kaca-kaca berserakan dimana-mana. Pintu rumah membentang lebar. Gorden-gorden robek. Apapun yang nampak, nampak awut-awutan

Sambil berjinjit melewati lumpur yang mengisap kaki, diikuti pasukan berani hidup dibelakang ku. Kami telah sampai di ujung pintu yang membentang tadi. Kami dielus oleh angin pagi.

.....

Kami bertiga berjalan menuju jalan raya. Sementara kami jalan, kami perhatikan bentuk-bentuk rumah atau apapun itu yang sedemikian parah nya.

Tembok lorong kami ambruk. Rumah-rumah sekeliling di timbun lumpur. Kami seolah olah berjalan diatas atap.

Sesampainya kami di jalan raya. Di depan kami air masih terus mengalir.
Kami bertiga pun duduk.

"Tendang-tendang !!, Hahahaha!!"

Bola meluncur diatas kepala bonbon yang membuat nya terlempar. berdiri lagi, lalu terkena bola lagi, kali ini perutnya, terjatuh, lalu bangkit lagi. Satu tendangan ronaldo langsung menyasar telur itik dan telur ayamnya. Pingsan....

" A "

"A' "

"A "

"A' "

"Pie iki toh dam dam ini loh baca A' bukan A"

"Hehehe, maaf pak ustadz. Susah soalnya."

Dengan senyum yang dapat memaklumi. Pak ustadz syarif pun menyapu pucuk kepala Idham.

"Nahh, kamu udah baca, berarti dosa-dosa kamu udah di hapus semua."

"Ahh betul??? Kalau gitu, aku pulang, yah. kasih tau mamiku, dadah..." Gabriel langsung saja berlari menuju rumahnya memberi tahu kabar gembira menurutnya. Diujung pohon ada aku dan Idham yang menggigit jari tanda panik.

Dejavu kami bertiga pun dihentikan oleh sesosok tangan besar

"Ayoo pulang, panggil bapak dan ibuk mu"

........

Maaf yah teman-teman untuk ceritanya ada kendala, lagi di jenjang sekolah jg hehehe jadi mohon di maklumi yah teman-teman 😁😁
























Bumi Berhijab Putih (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang