Chapter 3 - Rumah Kayu

58 16 4
                                    

"Berakhir semua mimpi-mimpi, berakhir semua tiap-tiap harapan, sudah pudar lampu kehidupan, langit malam sudah padam, penglihatan sudah sirna."

Jauh di ujung sana, gelombang air datang menakutkan mengerikan. Gelombang air deras siap melibas semua yang ada di hadapan. Awan-awan hitam menutup bulan malam, menyelimutinya dengan nyaman. Tapi, tak seperti yang ada di hadapan ku saat ini. Akan nya aliran gelombang horor ini menutup tiap-tiap mata. Menyelimuti diri dengan kematian. Kematian berada di ambang jurang.

Air terguling guling membuat gelombang tinggi dan deras. Juga membawa ranting ranting kayu besar raksasa. Semua menyatu menyeluruh menjadi satu elemen. Elemen Coklat lumpur dahsyat.

"Lari semua!! Cari tempat aman!!" Seru semua warga yang berdesakan beriringan. Ada yang berlari pontang panting, ada yang lompat ke tembok-tembok, ada yang berlari, terjatuh, lalu bangkit lagi, berlari, terjatuh, lalu bangkit lagi, dan begitu seterusnya. Semuanya berlari sambil menenteng barang-barang mereka di bahu-bahu mereka. Muka mereka semua pucat abu-abu. Hilangnya darah mengalir dari tiap-tiap muka orang yang tak bersalah ini. Wahai Tuhan ku, ini kah yang dimaksud dengan ujian?

****

Bapak memegang pergelangan tanganku, membawa kami berlari, menghindari air yang maha besar itu. Sepertinya, bapak memberi arah jalan untuk kami menuju rumah tetangga kami yang memiliki tingkat dua. Yang paling cepat, dan aman untuk tempat berlindung untuk sementara waktu.

Kami berlarian sambil memegang erat-erat, bagai rantai yang tak boleh putus. Kali ini saya tak mau kehilangan bapak, saya tak mau kehilangan emak, saya tak mau kehilangan kedua adikku, dan semua apa yang aku punya. Sekali lagi tidak.

Sambil berlarian melangkah melewati tiap-tiap krikil dan tanah. Air memburuh kami dari arah belakang. Kami kejar-mengejar. Urat leher ku keluar, air di kening bagai dedaunan yang terkena air. Bau badan kami campur-aduk. Baju-baju kami basah akan air hujan dan keringat. Tiap-tiap nafas kami beriringan dengan suara dedaunan yang berkibas-kibas terkena angin. Lalu kemudian kami semua masuk memasuki lorong tetangga kami.

****

Lorong yang sempit, diantara himpitan rumah di sebelah kiri lorong dan tembok kokoh berdiri di sebelah kanan lorong.

Brukk!!

Tembok kokoh berdiri itu ambruk di terjang air, ambruk nya tembok tepat di belakang kami, kami tambah gas tenaga kami, kami kobarkan semangat kami. Pagar berdiri kokoh itu berjejer jatuh beriringan mengejar kami yang sedang berlari.

Sedikit lagi.... Sedikit lagi.....

Akhirnya!!

Ku gapai juga pagar tetangga kami. Kami masuk meliuk-liuk dengan sepoyongan, masuk melewati pintu yang telah terbuka lebar. Tetangga kami yang pengertian. Berlari di ruang gelap rumah, menuju tangga rumah.

Suara pijakan-pijakan kaki di tiap-tiap tangga rumah membuat irama tak beraturan. Membuat irama mencekam.

Bunyi iramanya:

Trukk~~ Trukk~~ Trukk~~

Bagaimana mungkin rumah bertingkat dua ini? yang tingkat duanya berlantai kan papan dan pilar-pilar nya adalah kayu? Bagaimana mungkin? Tidak mungkin.

💢 Apa yang terjadi?

💢Apakah rumah itu angker?

💢Ataukah Zafran ini tidak biasa di rumah kayu seperti ini?

Hehehehe udah sampai sini yah? bacaannya teman-teman? Nanti aku lanjutin cerita nya yah. Nunggu rame dulu.

Kalau penasaran, jangan lupa pantengin terus. Kalau mau spoiler ketemu yang aslinya. Hahaha bercanda. Btw jangan lupa follow

Ig: abdzak.i 😁😁

Bumi Berhijab Putih (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang