Chap 4

60 15 0
                                    

Pagi yang seperti biasanya. Setelah mengantar Shawn ke bus jemputan Sekolah, Sheya berlari ke stasiun, mengejar Subway di jam 7 pagi. Tidak ada tempat duduk yang kosong karena ini adalah jam padat, jadi ia berdiri di dekat pintu.

Kereta berhenti dan ia buru-buru keluar sebelum berdesakan. Menaiki eskalator sambil memainkan ponsel, berbalas pesan dengan Rayn yang berjanji akan menjemput Shawn hari ini.

Langkahnya terayun hampir mencapai butik saat lengannya di tarik kasar. Ia menoleh, mendapati sosok yang tidak pernah ingin ia lihat lagi.

"Bisa bicara. Sebentar."

Seharusnya Sheya memperhatikan ekspresi tidak bersahabat itu saat memutuskan untuk tidak menghiraukannya.

"Ada yang kau sembunyikan dariku?" Pria itu, Remy, tetap bersuara walaupun Sheya menjauh. "Soal anak berusia 4 tahun itu?"

Remy sudah tahu?
Ya, Sheya hampir lupa ia berhadapan dengan siapa. Ia lupa semengerikan apa pria itu. Tidak sulit mencari tahu apapun bagi seorang Remy.

Seharusnya Sheya memukul mundur Remy saat mereka bertemu lagi tempo hari. Membiarkan mereka berjalan di rute masing-masing tanpa harus kembali saling bersinggungan.

"Jawab aku!" Bentak Remy di belakang sana.

Sheya berbalik, "Jawaban apa yang kau harapkan? Kau mengintai kehidupan pribadiku dan sudah tahu jawabannya tanpa perlu mendengar apapun."

Remy melangkah lebar, mencengkram lengan Sheya kasar. "Kenapa kau tidak bilang? Kenapa kau membuatku menjadi pria yang jauh lebih brengsek dari yang selama ini kukira. Bagaimana bisa aku membiarkanmu hidup sulit seperti ini!"

Sheya mengernyit, berusaha melepaskan cengkraman Remy di lengannya. "Hidup sulit seperti ini?" Ulangnya.

Ya. Ia memang hidup sulit. Keuangannya buruk. Penghasilannya hanya cukup untuk menyewa flat murah dan keperluan Shawn. Terkadang bahkan tidak pernah lebih untuk keperluannya sendiri.

"Aku tidak butuh kau untuk mengomentari hidup yang kupilih."

"Terserah jika kau tetap memilih hidup seperti itu, Aku tidak perduli!" Napas Remy memburu, perasaannya campur aduk. "Tapi kau membawa anakku ikut serta di dalamnya. Kau pikir aku akan diam saja?!"

"Anakmu?" Sheya mendecih sinis. "Atas dasar apa kau mengatakan dia adalah anakmu!"

"Sheya!"

"Jangan katakan apapun!" Sheya berteriak, matanya panas, air mulai memenuhi pelupuk mata.

Remy memejamkan mata, wajahnya mendongak, ia tampak kusut dengan lekukan kemeja yang lelah. Ketika orang lain terlihat rapi di waktu sepagi ini tapi Remy justru sebaliknya.

"Anak itu menjadi tanggung jawabku mulai sekarang."

"Bagaimana bisa kau membicarakan tanggung jawab saat aku tidak melibatkanmu pada kelahirannya." Suara Sheya histeris, air matanya sudah jatuh kepipi. "Ini hidupku, melahirkannya ada pilihanku. aku tidak memerlukan tanggung jawab dari siapapun, terlebih darimu."

Sheya berhasil melepaskan cengkraman Remy di lengannya, buru-buru berbalik karena matanya sudah mulai berair.

"Tapi dia anakku. Aku ikut andil dalam kelahirannya ke dunia."

Sheya menghela napas, tangannya terangkat mengusap pipinya dengan punggung tangan. Ia berbalik, menatap pria itu. "Kumohon berhenti. Tolong jalani hidup seperti yang sudah kau lalui. Aku tidak meminta apapun, aku sudah memaafkan semuanya asal kau membiarkanku. Izinkan aku merawat anak kita. Itu permintaanku padamu, hanya itu."

***

Remy mengemudikan mobilnya tanpa tujuan. Jam sudah beranjak naik sampai ke pukul 3 sore tapi sepertinya ia enggan berhenti. Ponselnya yang terus bergetar ia biarkan begitu saja di dashboard. Ia sedang tidak ingin di ganggu siapapun sekarang.

The Lost and FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang