Chap 7

55 13 0
                                    

Sheya terbangun dengan napas yang berantakan. Mimpi itu lagi. Tidak benar-benar mimpi sebenarnya karena kejadian 5 tahun itu seperti masih membututinya dan menjadi mimpi buruk selama bertahun-tahun.

Sheya mengalihkan tatap pada lemari bergambar Pororo yang serasi dengan sprai di ranjang. Ia tertidur saat membacakan dongeng untuk Shawn.

Ia bangkit perlahan karena Shawn yang memeluk lengannya erat. Sheya membenarkan posisi selimut, berjalan pelan ke arah pintu dan menutupnya rapat.

Langkahnya terayun ke pantry, berjongkok di depan kulkas dan mengeluarkan sup makaroni yang belum sempat ia makan tadi.

Sheya memindakan sup ke wadah yang lebih kecil, memasukkannya ke dalam microwave dan menekan tombol power setelah mengatur waktu.

Ia menarik stool duduk di sana dan membuka kaleng bir di meja. Meneguknya, Sheya memainkan jarinya di bibir kaleng yang dingin.

Menikah? Dengan Remy? Sesuatu yang tidak pernah ia harapkan lagi dalam hidupnya. Mereka sudah selesai untuk semua yang pernah terjadi, semua yang membuatnya hancur. Tidak akan ada masa depan yang indah untuk dua orang yang saling menyakiti.

Tapi Sheya tidak bisa membayangkan hidup tanpa Shawn. Ia tahu pria itu sanggup melakukan apapun, tidak ada keajaiban saat pria itu mulai mengacak-acak hidupnya. Jadi sebaiknya Sheya mengalah, mengikuti pola permainan karena sungguh ia tidak akan pernah menang melawannya.

Tangannya menggapai ponsel di sisi meja, melihat waktu yang sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Ia mengotak-atik layarnya sebelum menempelkan di telinga. Sekarang memang sudah jam satu malam, tapi Sheya yakin pria itu belum tidur.

Telpon di angkat dan tanpa menunggu, Sheya lebih dulu bersuara. "Boleh aku bertanya sesuatu?"

"Hmm."

"Kenapa kau mau menikahiku?"

"Alasannya hanya untuk Shawn."

"Dan kau akan berjanji tidak akan memisahkanku dari Shawn jika pernikahan itu terjadi?"

"Hmm. Semua tergantung pada sikapmu."

"Lalu kau? Kita? Aku tidak mungkin menikah dengan orang yang sangat kubenci, begitu juga denganmu."

"Asal Shawn bahagia, aku tidak perduli jika harus hidup bersama orang yang kubenci."

Sheya mengangguk-angguk. "Ya kita saling membenci." Gumamnya. "Tapi menikah bukan hal yang bisa di permainkan."

"Aku tidak perduli."

Sheya menunduk, menatap jari manisnya yang kosong. "Oke. Mari lakukan."

Ada hening di sana, sebelum helaan napas terdengar dan telpon terputus begitu saja.

***

Remy memutar kursi kerjanya menghadap dinding kaca di belakang. Suasana jalan masih ramai, kendaraan masih padat merayap padahal waktu sudah melewati dini hari. Ia menghembuskan napas lelah, sepertinya ia akan kembali menginap di kantor hari ini.

Ia melirik ponselnya di meja. Sheya tadi menelpon untuk menyetujui ajakan menikahnya. Ya, wanita itu setuju begitu saja padahal Remy sudah bersiap kalau-kalau harus memakai cara yang agak memaksa.

Seharusnya ia senang karena sudah berhasil menjebak wanita itu, seharusnya Remy segera memikirkan cara dan mengatur strategi balas dendamnya. Tapi tidak, gejolak di dadanya mengartikan hal lain dan ia tidak suka.

Ia gali kembali ingatannya walau tidak perlu berusaha keras, karena kejadian yang sudah ia lalui itu selalu berhasil menghantuinya.

Remy jelas bisa mengingat malam itu, lima tahun yang lalu, saat pria bernama Lukas Clark menawarkan pertukaran antara Sheya yang selama hampir tiga bulan tinggal bersamanya dengan Sunny yang selama enam bulan ia cari.

The Lost and FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang