Untuk kedua kalinya, Mahendra dan Hesti harus tersedot oleh pusaran tinta hitam. Hal tersebut sudah terjadi sebelumnya, Hesti yang seorang penulis cerita itu pun memahami bahwa tinta berbentuk pusaran itu adalah sebuah portal. Maka dari itu, ketika portal tersebut terbuka secara tiba-tiba di bawah kakinya, ia bahkan sudah tidak panik lagi dan membiarkan tubuhnya terserap dengan sendirinya.
Begitupun Mahendra, melihat sang adik begitu tenang membuat dirinya juga tenang. Tak berekspresi hingga mereka mulai menampilkan wajah penuh kesakitan akibat portal yang membawa mereka ke ruang kerja Hesti dan membenturkan keduanya di atas meja.
"Sial! Setelah terlempar ke tanah dan membuat pantat sakit, sekarang terlempar ke meja dan membuat hidung sakit!" Hesti mengeluh, mengusap wajah terutama bagian hidung yang mendarat lebih dulu dibandingkan tubuhnya.
Sedangkan Mahendra, ia masih tak mengeluarkan ekspresi apapun. Berdiri seperti patung dengan tatapan kosong.
"Jadi, dunia fantasi itu benar-benar ada?" Mahendra bertanya, entah ditujukan pada siapa.
Mendengar dan menyadari itu, Hesti seketika berteriak girang. Membuat atensi si Kakak teralihkan padanya. Bergoyang-goyang di atas kursi dan melakukan gerakan-gerakan seperti koreografi girl group favoritnya.
"Aye! Aye!" seru Hesti seperti orang gila.
"Apa kau gila, Hesti? Tempat itu membuatmu gila, huh?" Mahendra menghentikan aksi konyol adiknya.
Hesti pun berhenti, menghampiri Mahendra dan berdiri di depannya. Menatap serius pada sang Kakak dengan wajah sumringah.
"Kak, Olivia Elizabeth Remessis benar-benar ada. Manusia yang kuciptakan benar-benar ada. Lihat! Kita baru saja bertemu dengan Raja Edward yang kupersiapkan untuk debut di sequel. Mereka menjalani hidup persis seperti outline yang kubayangkan. Apakah dengan begini aku sudah terlihat seperti Tuhan?" Keantusiasan Hesti membulatkan mata seorang Mahendra. Adiknya sudah gila!
"Jangan gila! Aku muak dengan Olivia yang terus menerus menyebut dirimu Tuhan. Jangan sampai kau mengaku hal yang sama. Itu tabu! Tidak baik!" Ucapan Mahendra memang benar, tapi Hesti tak suka. Ia mengerucutkan bibir ke depan tanda sedang merajuk manja.
"Lebih dari itu, bagaimana kita bisa sampai ke dunia mereka? Bagaimana mereka bisa sampai ke mari? Dan bagaimana bisa kita kembali ke dunia ini?" Hesti memberikan rentetetan pertanyaan yang jelas Mahendra tidak bisa menjawab.
Keduanya sama-sama merenung, memikirkan segala kemungkinan yang terjadi. Terutama Hesti, ia berpikir mulai dari sejak pertama kali dirinya tersedot ke dalam pusaran tinta yang keluar dari pena. Seketika, tampak seperti mendapatkan ide, Hesti mengambil pena yang sama dan hendak menuliskan gambaran tentang prolog season terbaru novel tapi tidak menghasilkan apapun. Coretan yang ia buat di atas kertas tertuang dengan sempurna, tidak ada tinta yang menetes apalagi berubah menjadi pusaran.
Hesti mulai memikirkan hal lain. Kemungkinan lain yang bisa menjadi pemicunya. "Saat itu, Olivia menyuruhku menulis takdir untuknya. Aku menulis takdirnya di saat ia sendiri menginginkan takdir itu ditulis olehku. Intinya, saat kedua belah pihak memiliki keinginan yang sama." Hesti berbicara seolah telah menyadari sesuatu sambil memandang pada Mahendra.
"Sepertinya kau benar. Saat kita berada di sana dan kembali ke dunia ini, di saat itu kau berteriak karena tidak tahan berada di sana. Kubangan tinta yang menarik kita ke dunia ini berasal dari kemauanmu." Mahendra menanggapi.
Senyum begitu lebar pun kembali mengembang di wajah Hesti. Dirinya merasa bangga dengan apa yang terjadi. Tokoh ciptaannya menembus dimensi fiksi dan nyata, ia terlibat langsung dalam kegiatan tokoh dengan memandang menggunakan mata kepala sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimensional Queen [TERBIT]
FantasíaTakdir Olivia Elizabeth Remessis telah tertulis pada sebuah kertas; menjadi seorang Ratu dari Kerajaan Wisteria yang jauh dari kata bahagia. Kemampuan dari sang Ratu juga terbatas; ditentukan oleh penulis yang mengaku Tuhan atas kehidupannya di duni...