"Entah tidak ada yang bisa membersamai selain masa lalu, atau hanya belum bertemu orang yang tepat untuk bisa diajak memulai cerita baru."
Aku menghirup wangi bunga mawar yang datang bersama kotak kue. Aku tidak mengerti sampai kapan harus menerima kue - kue ini, kalau saja aku mempunyai nomor telepon Alden. Aku mungkin sudah menelponnya dan melarangnya untuk mengirim kue lagi ke apartemenku.
Tapi sayangnya, aku sudah menghapus kontaknya, dan kehilangan apapun yang berkaitan dengannya.Aku melirik gitarku, hanya itu satu-satunya yang kumiliki dari Alden. Tanpa pikir panjang aku segera memakai sepatu kets ku dan keluar apartemen dengan perasaan gundah.
Mataku menyapu seluruh pemandangan, langit Perth masih mendung. Entah sejak kapan cuaca ikut berkontribusi untuk merayakan kegundahanku.Aku segera melangkah untuk menuju halte bus yang tidak jauh dari tempat aku dan Samuel makan kemarin. Mengingat kejadian itu aku sedikit tersenyum, meski aku menolaknya tapi ia selalu punya cara untuk mengejar dan mendapat persetujuan.
Saat hendak naik ke dalam bus, ponselku tiba-tiba berdering dan membuatku sibuk mengangkatnya. Aku dengan malas segera turun dari bus agar orang-orang bisa masuk. Aku menggerutu karena telepon yang masuk dari nomor yang tidak kukenal. Setelah berhasil turun dan mengangkat telepon, bersamaan itu pula bus melaju meninggalkanku. Sial.
Aku mendengus kesal dan menempelkan ponsel dengan malas ke telinga. "Siapa?" Tanyaku ketus.
"Ini aku Sam."
Aku mengerutkan kening, mencoba mengingat -ingat nama Sam yang kukenal.
"Sam?" Aku mengulang dengan penekanan.
"Ini aku Samuel."
Aku tertegun sebentar dan menjawab dengan ramah meski perasaanku masih kesal karena bus meninggalkanku.
"Ada apa?" Jawabku tenang.
"Sebelumnya, aku minta maaf karena kau harus menunggu bus berikutnya."
Apa katanya? Kemudian aku menyadari satu hal, laki-laki itu pasti sudah berada di sekitar sini. Kalau tidak bagaimana ia tahu kalau aku ketinggalan bus hanya karena mengangkat telponnya.
"Jadi kau sengaja?" Tanyaku kesal.
Aku mencarinya sampai mataku menangkap mobil Ferrari merah yang mendekat ke arah halte. Aku yakin itu pasti Samuel.
"Aku memang sengaja, siapa tahu kau bersedia aku mengantarmu ke kantor."
Samuel memutuskan Sambungan, bertepatan saat aku melihatnya ke luar dari mobil. Dia dengan tampan dan gagahnya keluar dari mobil, untung saja halte sedang sepi sehingga kami tidak menjadi pusat perhatian.
"Kau naik bus setiap hari?" Tanyanya seolah tidak terjadi apa-apa.
Aku tersenyum paksa lalu berkata. "Hanya kadang-kadang kalau Sebastian sibuk dan tidak bisa mengantarku."
"Ayo naik." Pinta Sebastian.
Aku dengan cepat menolak meski sebenarnya aku ingin menumpang karena tidak yakin bus selanjutnya akan datang dengan waktu dekat.
"Jasmine." Sahutnya dengan lembut membuatku menjadi gugup.
Aku mengangkat ponsel di tanganku dan melihat waktu sudah menunjukkan pukul delapan. Aku menghela nafas sejenak lalu mengangguk.
"Baiklah. Semoga saja aku tidak merepotkan." Ucapku kemudian masuk ke dalam mobilnya.
Selama perjalanan menuju kantor Samuel banyak bercerita tentang kedekatannya dengan Sebastian. Aku melihatnya semalam sewaktu mereka berbincang melalui video call. Tapi setelah dipikir-pikir tidak ada salahnya aku menjadi dekat dengan Samuel, bukan? Dia teman baik Sebastian dan menurutku itu wajar. Tapi bagaimana tanggapan penggemar Sebastian?
![](https://img.wattpad.com/cover/197819336-288-k710294.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Day After Meet
General FictionBelajar untuk menerima seseorang yang pernah ada di masa lalu memang sangat menyulitkan untuk kebanyakan orang, itulah yang dirasakan oleh Alsera Jasmine Shaira, seorang pembuat roti yang beralih profesi sebagai perancang busana di Perth. Ia memili...