Bab 4

23 17 8
                                    

"Aku melewati hari-hari dengan seutas senyum yang kupaksakan, berbeda sebelum kepergianmu."

Sama seperti yang kulakukan setiap hari di toko roti. Aku masih sibuk dengan kertas dan pensilku. Bedanya, di Alkasia aku memiliki lebih banyak waktu untuk mengerjakan desain bajuku, sementara di Enriquel Bakery aku mengerjakannya hanya pada waktu luang.

Semakin hari aku sangat bersyukur karena Sebastian selalu memberikan peluang untuk aku terus mengejar mimpiku. Hal-hal yang tadinya sudah ku kubur dalam-dalam, akhirnya kembali aku gali. Lelaki itu benar, aku tidak bisa menyerah begitu saja dengan keadaan.

Aku tersenyum simpul saat memberi polesan terakhir pada gaun yang sedang ku gambar, ini adalah bagian yang paling kusukai karena sudah mendekati tahap akhir. Semuanya sudah ku buat sesuai dengan keinginan customer, gaun yang simpel tapi tetap menunjukkan energi untuk seseorang yang akan memakainya.

"Baiklah, waktunya menyerahkan hasil gambarku kepada tim." Ucapku penuh semangat.

Aku mendorong kursi ke belakang lalu merapikan pensil dan beberapa kertas yang berantakan di atas meja. Begitulah, aku memang tidak memperhatikan kondisi sekitar saat sedang fokus mengerjakan sesuatu.

Setelah tertata dengan rapi aku mulai berjalan keluar menuju gudang kain dan memberikan hasil gambarku kepada Sandy, ia nantinya yang akan memproses lebih lanjut gaun yang sudah ku gambar. Tidak hanya itu, aku juga begitu senang saat turut serta membantu dalam proses penjahitan. Hal ini sangat menyenangkan dan aku merasa bangga untuk hal-hal yang sudah kulakukan.

"Apa kau yakin dengan kerucut yang akan kau buat di bagian pinggangnya?" Tanya Sandy saat mengamati gambar di tangannya.

Aku mengangguk sambil berusaha memilih kain yang cocok untuk digunakan. "Bagian itu memang cukup sulit dan terlihat aneh awalnya, namun itu permintaan customer. Setelah aku lihat-lihat sebenarnya itu tidak terlalu mengganggu tapi malah membuat gaunnya semakin mengembang dan terlihat lebih anggun." Tambahku.

Kulihat Sandy mengerutkan kening, aku tidak berharap dia mengerti dengan maksudku. Namun sesaat kemudian dia mengangguk dan tersenyum padaku, saat itu juga aku merasa lega. Aku sempat merasa takut jika perpaduan bentuk yang kubuat terlalu rumit untuk dikerjakan, tapi untungnya itu tidak menggangu sama sekali.

"Ini bagus, Jasmine." Sahut Sandy dengan penuh senyum.

Senyumku ikut mengambang, "Terima kasih. Hubungi aku kembali jika kau perlu bantuan."

Aku keluar dan berjalan dengan perasaan gembira, namun langkahku tiba -tiba berhenti saat melihat seseorang yang sedang berdiri di ujung lorong sedang menelpon. Aku mengenalnya, itu Samuel. Sudah dua minggu sejak dia menyapaku di ruang kerja, dan hari ini aku baru melihatnya lagi.

Sebelum aku melanjutkan langkahku, ia sudah selesai berbicara dengan orang di telepon. Tanpa sengaja ia melihatku saat hendak memutar badannya. Kami saling memandang satu sama lain, aku tidak berpikir dia akan mengingatku. Tapi ternyata, dia menghampiriku dengan cepat.

"Hai, Jasmine." Sapanya.

Aku terkejut. Sial. Dia mengingatku. Padahal aku berpikir sebaliknya.

"Hai..."

Hanya kalimat singkat itu yang keluar dari mulutku, jujur saja aku belum merasa dekat jika harus mengucapkan namanya.

"Kebetulan sekali kita bertemu lagi, bagaimana kabarmu dan juga Sebastian?" Tanyanya tanpa jeda sedikitpun.

Aku menelan ludah karena gugup. "Sebastian dan aku sangat baik."

"Baguslah. Oh yah Jasmine, apa kau melihat ibuku?" Tanyanya kemudian.

A Day After MeetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang