Chapter 4

468 52 0
                                    

"Kau amat sangat mengingatkanku kepada seseorang." Kalimat Jimin itu menggantung di udara, membuat Jennie mengerutkan keningnya.

Apakah maksud Jimin dia mirip seseorang yang dikenal oleh Jimin?

"Mungkin itu hanya kebetulan." Jennie menjawab, mencoba memberikan senyuman profesional meskipun dia gugup setengah mati.

Jimin mengamati Jennie lagi, lalu mengangkat bahunya, "Mungkin juga." Gumamnya. Lalu menganggukkan kepalanya dengan sopan dan melangkah pergi.

Sementara itu Jennie menatap Jimin sampai menghilang di balik pintu, dan tersenyum senang. Jisoo pasti akan histeris kalau tahu bahwa Jimin menyapanya.

***

Dan benar. Jisoo berteriak histeris ketika Jennie menceritakan sapaan Jimin yang terakhir tadi.

"Dia menyapamu? Dia benar-benar menyapamu?" Jisoo berucap dengan nada tinggi, hingga Jennie harus menyenggolnya karena semua orang di kantin itu menolehkan kepalanya kepada mereka.

"Dia bilang aku amat sangat mengingatkannya kepada seseorang. " Jennie merenung sambil menopang dagu, "Dan dia menekankan kepada kata 'amat sangat', bukan hanya biasa-biasa saja."

"Mungkin kau mirip dengan mantan pacarnya." Jisoo mulai berimajinasi, "Mungkin dia kemudian memutuskan mendekatimu, dan dalam waktu enam bulan Jimin di sini kau bisa mengambil hatinya, bayangkan seorang staff biasa bisa merengkuh hati orang dengan jabatan paling tinggi di perusahaan, itu seperti kisah cinderella."

"Dan kisah cinderella semacam itu kebanyakan sangat jarang terjadi." Sela Jennie cepat.

"Siapa bilang?" Jisoo tersenyum penuh arti, "Sangat jarang belum tentu tidak terjadi bukan? Apakah kau tahu siapakah Park Hyo-jin, ibu dari Jimin dan isteri dari Park Hee Soon? Dia dulu staff biasa di perusahaan Hee Soon, dan kemudian dia bisa menjadi isteri Park Hee Soon."

"Dari kisah yang aku dengar, Park Hee Soon sangat mencintai isterinya, dia yang dulu seorang playboy langsung bertekuk lutut." Jennie tersenyum, dia selalu senang membahas kisah percintaan bos mereka yang ada di kantor pusat, karena menurutnya kisah cinta itu luar biasa indahnya. Perkawinan mereka terbukti bertahan dengan kokoh dan menghasilkan dua anak yang luar biasa, Jimin salah satunya.

"Nah...mungin saja Jimin akan mengikuti jejak ayahnya, mencintai perempuan biasa-biasa saja, alih-alih menikahi pacar-pacarnya yang model dan dari kalangan jetset itu. Mungkin saja kita bisa menjadi Hyo-jin berikutnya."

"Jangan bermimpi." Jennie tersenyum, "Park Jimin luar biasa tampannya, hingga hampir mendekati malaikat, hanya perempuan luar biasa yang bisa menjadi pasangannya." Jennie memutuskan untuk mengalihkan pembicaraan dari pembahasan mereka tentang Jimin, karena kalau dibiarkan, Jisoo yang antusias tidak akan berhenti, "Aku akan menelepon Jeno."

"Oh ya ampun, jadi belum kau lakukan?"

Jennie menghela napas panjang, "Belum. Tadi aku sibuk." Jennie berkelit, membuat Jisoo mencibir.

"Lakukan sekarang, sebelum kau berubah pikiran." Perempuan itu lalu berdiri, "Aku akan kembali ke ruangan, pak Woong sedang uring-uringan, bisa-bisa aku disemprot kalau tidak kembali ke kantor tepat waktu."

Jennie mengangguk tetapi setelah Jisoo berlalupun, dia masih menekuri ponselnya dan memandanganya ragu.

Jennie merindukan Jeno... dan jauh di dasar hatinya ada rasa sakit karena menyadari bahwa Jeno tidak merasa perlu untuk menghubunginya. Bukankah kalau dia ada di benak Jeno, lelaki itu akan menghubunginya dan memberi kabar?

Haruskah dia menelepon Jeno duluan?

Jennie menghela napas panjang, kemudian jemarinya memijit nomor ponsel Jeno, nomor yang amat sangat dihapalnya karena beberapa kali dia mencoba menelepon tetapi kemudian menahan dirinya.

DATING WITH THE DARK (TAENNIE VERSION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang